Keadaan Menjadi Semakin Keruh Seiring Waktu

11 3 2
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.











“Baiklah, kau sudah sampai.”


“Terima kasih sudah mengantarku pulang!”


Siddi menatapnya dengan pandangan mengusir.


Menurut pandangannya, Siddi pasti tidak biasa dengan kalimat riang dan sedikit kekanakan.








Karena dia sudah tua.





Nisya melangkah masuk ke perkarangan rumah.

Amar adalah orang pertama yang
melihatnya, ia meletakkan ponselnya lalu tersenyum riang menyambut kepulangan Nisya.

“Bagaimana sekolahmu?”

“Buruk.”

“Oh, ya?”


“Teman kami pindah.”


“Kuharap kau tidak keberatan jika Ami akan menanyaimu nanti.”


Nisya meletakkan sepatunya di rak, lalu menoleh. Menanyakan apa?


“Mandi dan makanlah dulu.” Suara Ami terdengar dari ruang tamu.

Nisya menjengukkan kepalanya, Ami tampak sibuk dengan pekerjaannya.


Bukan saat yang tepat untuk menanyakan langsung perkaranya, Nisya segera masuk ke kamarnya.


Siddi bilang Disha bersama Alden…


Nisya mempertimbangkan untuk memberitahu Hamdi. Ponselnya sudah di tangan.


Tidak, lebih baik jangan.


Hamdi mungkin akan melaporkan Alden pada pamannya Disha.

“Sudah makan?”


Ami membuyarkan lamunannya.
Kakak perempuannya itu membawa selembar pakaian di tangannya.

Tunggu, pakaian itu…


Itu jas panjang yang dipinjamkan Siddi, karena kemejanya sobek.

Sebenarnya sobekan itu masih bisa disembunyikan. Jadi, alih alih memakainya, Nisya menyimpannya di dalam bungkusan plastik.


Nisya menyembunyikan jas itu di dalam rongga bawah tempat tidurnya.


Dan Ami menemukannya entah bagaimana caranya.


Ami membaca ekspresi panik di wajah Nisya. Meletakkan benda itu diatas pangkuan Nisya.


“Mau jelaskan sebelum aku bertanya?”


“Ya… Seorang temanku meminjamkan jasnya karena aku merobek kemejaku. Tapi!”

“Apa.”

“Tapi aku sudah menjahit sobekan kemejaku!”


Ami memejamkan matanya lalu menarik nafas, ia tampaknya hampir tidak bisa menahan diri.


“Oke, mari kita bahas soal ‘teman’ yang meminjamkan jasnya.”


Ami berbicara dengan suara bergetar, ajaibnya rona wajahnya tidak berubah sama sekali.


“Apa ada temanmu yang berukuran sebesar ini?”

Ami meraih jas itu dan merentangkannya dengan kedua tangannya. Bahkan untuk ukuran Amar, jas itu sangat besar.


Draft Ver: Potrait (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang