[21] Gomawo

1.6K 95 2
                                    

Kamar yang semula berada tertutup, dengan bertuliskan ICU kini berpindah ke ruang inap biasa, setelah penunggu brankar tersadar dari kritisnya. Berhari-hari ia disana, disekap dengan alat medis yang menempel, kini dirinya bisa menghirup udara tanpa harus bergantung pada bantuan oksigen. Tak perlu memakai topi khas rumah sakit, berteman dengan suara monitor yang menggema lagi, ia sudah lepas dengan semua itu, dan beralih pada kamar pertama yang Jungkook huni disini.

Berhari-hari dicemaskan dengan kondisi Jungkook yang terus menurun, seolah tak ada niatan dia untuk bertahan hidup. Melihat betapa mengerikannya ia saat dentingan monitor berbunyi cepat, tubuhnya menolak semua penanganan medis, hingga berakibat kejang yang tak bisa dihindari. Semuanya menangis, masa-masa dimana hanya ada harapan dan doa yang terus dipanjatkan untuknya dengan nyawa ada dalam jemari lihai Seokjin.

Mungkin prosentase hidupnya semakin mengerucut, Seokjin pasrah dengan keadaan. Sudah maksimal dirinya memperjuangkan Jungkook, bahkan ia rela menunda jadwal wajib militernya yang seharusnya dilaksanakan akhir bulan ini. Demi Jungkook, adik sepupunya yang tengah berjuang melawan kanker. Seokjin tak bisa memberikan tanggung jawabnya pada euisa lain. Rasanya tak puas jika bukan tangannya sendiri yang bertindak.

Hingga mereka semua berada dititik terendahnya. Pasrah dan ikhlas apapun yang terjadi pada Jungkook. Menangis adalah satu-satunya cara meluapkan emosi yang menggebu. Ketidakbisaannya untuk merubah takdir buruk ini. Putus asa memang, namun semua itu harus mereka terima dengan lapang dada. Tak ada yang buruk dibalik kejadian yang buruk. Tuhan sudah menyiapkan hadiah terindah melalui hikmah tersirat.

Namjoon, Hoseok, Yoongi, dan Appa semuanya telah sepakat untuk merelakan Jungkook. Walaupun harus ada iringan air mata yang tak bisa dibendung, mereka yakin semua ini adalah yang terbaik baginya. Banyak penyesalan yang terlambat mereka sadari. Terutama pada diri Yoongi, hyung yang pernah membenci sosok Jungkook. Dia menangis sepanjang hari, setiap saat dirinya menengok Jungkook dari balik kaca ICU. Berharap orang yang ada di dalam bukanlah Jungkook adiknya.

Begitupun dengan Appa yang kaget setengah mati pada tubuh Jungkook yang sangat berbeda dari terakhir kali ia lihat. Appa pulang dari Amerika tanpa mampir ke rumah dahulu, ia segera bergegas menuju rumah sakit untuk menemui Jungkook. Betapa terkejutnya Appa melihat sosok yang terbaring lemah di ranjang pesakitannya, di ruang ICU. Sendiri, tanpa ada yang menemani. Tak percaya, sungguh bukan Jungkook yang ada disana. Itu sangat berbeda, Jungkook nya tidak selemah ini. Dia anak yang kuat, ceria, bukan rapuh, lemah tak berdaya seperti sekarang.

Dan kini keajaiban datang menghampiri hambanya yang tengah berjuang. Jungkook berhasil melewati masa kritisnya meskipun harus ada air mata sebelumnya. Sekarang keadaan sangat berbeda, semuanya bahagia, menangisi jerih payah Jungkook untuk berjuang melawan maut. Tangisan bahagia turut menggema bersama sadarnya Jungkook, namja kecil yang masih ditunggu kedatangan jiwanya.

Si pemilik tubuh itu masih terkulai lemas diranjang pesakitannya. Ia sudah siuman tadi pagi namun masih ia rasakan kehilangan banyak tenaga. Persendiannya masih kaku, ngilu, dan sedikit rasa perih di sepanjang bekas jahitan operasinya.

Hanya ada dua namja disini. Jungkook dan seorang lagi yang enggan memberikan suara. Yoongi masih diam membisu, tak tahu harus mengatakan apa untuk memulai percakapan. Mengingat saat ini adalah saat dimana ia baru saja melihat lagi dongsaengnya dalam keadaan sadar.

Suasana disana masih canggung. Jungkook pun masih diam, berbaring sedikit menunduk menunggu Yoongi membuka suara. Denting jam dinding menjadi satu-satunya sumber pendengaran mereka. Baik Yoongi maupun Jungkook masih enggan melontarkan kata-kata.

"Masih sakit?" Suara berat itu berhasil membuyarkan keheningan diantara mereka. Yoongi memaksa dirinya untuk meleburkan kecanggungan itu. Kalau tidak begitu, entah bagaimana suasana disana sampai detik ini.

Jeongmal, Jeoseonghabnida HyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang