44. Tabrakan

1.4K 74 20
                                    

Tangannya memutar stir mobilnya, jalan yang sedikit curam membuat mobil melaju dengan cepat meskipun ia tidak menginjak gasnya.
Ia hanya berdoa semoga Tuhan menyelamatkan hidupnya, gadis itu mulai memejamkan matanya.

Braaak,,,,,

Sebuah tabrakan terjadi, mobil berbenturan dengan pembatas jalan yang berada di sebelah kanan, Larisa memilih menabrakkan mobilnya daripada harus melayangkan nyawa seseorang, beruntungnya pembatas besi itu mampu menahan mobil Larisa agar tidak jatuh ke dalam jurang.
Benturan yang sangat keras membuat pintu mobil otomatis terbuka, Larisa yang tak menggunakan sabuk pengamannya membuat gadis itu terpental keluar dari mobilnya.

Tubuh ringannya terlempar begitu saja, terjadi benturan keras antara tubuh bagian belakangnya dengan jalan hitam itu.

Sungguh apa yang dilakukan gadis itu mempunyai risiko yang tinggi akan keselamatan nyawanya, jalanan cukup lenggang, tak banyak orang yang melintas di daerah itu, jalan yang curam dengan penuh pohon rindang lengkap dengan jurang di sebelah kanannya, siapa yang akan melintasi jika tidak benar-benar ada keperluan?

Larisa tergeletak begitu saja, cairan berwarna merah mulai keluar dari dahinya, wanita renta berteriak histeris menatap tubuh lemah Larisa.
Wajah cantiknya terlihat pucat, pipi putihnya memperlihatkan jelas bekas tamparan Papanya yang kini mulai membiru, tangan gadis itu dingin, sangat dingin.

°°°
Widyah menatap tidak percaya kondisi putri tunggalnya saat ini, wanita paruh baya itu sempat tak sadarkan diri ketika tahu kondisi putrinya, ia benar-benar merasa bersalah pada Larisa.
Hasil pemeriksaan menunjukkan jika gadis itu negatif akan barang terlarang itu. Namun, bukti itu belum cukup menjawab semua pertanyaan publik yang kini tengah ramai akan kejadian tadi siang, mereka justru beranggapan bahwa Larisa adalah pengedar barang haram itu, berbagai artikel negatif tentang Larisa sudah mulai beredar, padahal belum ada bukti yang kuat.
Dunia Maya memang mampu memporak-porandakan semuanya dan melakukan apa saja sesuai keinginan penggunaannya.

Mr. Atmaja dan Widyah tak percaya akan hal itu, putrinya sudah memiliki kehidupan yang cukup, tak mungkin jika Larisa menjadi pengedar, tapi mereka tak mampu menyangkal tuduhan palsu itu, selagi belum ada bukti yang nyata, apa mereka akan percaya?
Sudah cukup kejadian fatal siang tadi terjadi sekali saja, mereka ingin mempercayai putri tunggalnya, gadis yang kini sedang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dan sejak tadi belum sadarkan diri.

Widyah hanya mampu menggenggam jemari putrinya, ia tak sanggup menatap wajah penuh luka gadisnya.
Mr. Atmaja yang sejak tadi duduk di kursi pojok ruangan masih tak percaya dengan perlakuan kasarnya tadi siang, begitu juga kecelakaan yang menimpa Larisa, sungguh lelaki itu tak sanggup menatap kesedihan putrinya ketika sudah sadar nanti.

Jemari itu bergerak pelan, diikuti kelopak mata yang mulai mengerjap, rentinanya mulai menyesuaikan cahaya yang masuk, tubuhnya terasa remuk tak bertenaga, rasa sakit begitu terasa di sekujur tubuhnya.

Pandangan matanya menatap dua orang yang berada di dalam ruangan itu, pikirannya mulai mengingat kejadian yang baru saja menimpanya.

"MA, LARISA GAK PERNAH NYENTUH BARANG ITU, PAPA JANGAN TAMPAR LARISA LAGI, LARISA UDAH JUJUR PA, LARISA TAKUT SAMA KALIAN." Gadis itu kembali berteriak, air matanya mulai berjatuhan, isakannya kembali keluar, tubuhnya bergetar ketakutan, rasa sakit di tubuhnya terkalahkan dengan rasa sakit di hatinya.

Widyah semakin merasa bersalah, wanita itu mendekap erat putrinya.

"Hei, Mama percaya sama kamu, maafin Mama sama Papa." Tangan Widyah mengelus punggung putrinya.

Mr. Atmaja mendekat, ikut memeluk putrinya, mengecup pelan rambut Larisa yang kini terbalut perban.

"Maafin Papa, harusnya Papa percaya sama kamu."

Larisa and The Ice BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang