bagian 18

122 21 14
                                    

Tidak hanya Rizky yang menyemangati ku. Teman-teman TimCaw sama-sama memberikan pelukan hangat setelah Rizky. Mereka memberikan kata penyemangat dan tidak menuntut cerita dariku. Itulah yang aku suka dari mereka. Teman-teman sekelas lainnya memberitahu bahwa aku cukup kuat hingga akhirnya Kak Beni dan Kak Gani pun kalah. Mereka memberikan support yang cukup untuk membendung kepedihan dalam diriku. Tak cukup sekali berterima kasih, terlebih saat Risa memberi sehelai tisu dan menyuruhku berhenti menangis.

"Udah, udah, lu kuat kok." Ucap Risa sesaat memberikan sehelai tisu itu padaku. Aku merasa bersalah sekarang. Seharusnya aku ceritakan pada teman-teman TimCaw ku apa yang benar-benar menimpaku karena betul aku rasa, dukungan dari mereka membuat diriku makin tegar menghadapi suasana yang mengerikan ini.

Aku terus mengucap terima kasih, apalagi saat mereka memberi tepukan tangan padaku. Padahal keadaanku begitu menyedihkan, tapi sedikit berkurang sekarang, berkat mereka. Aksi mereka terhenti ketika dosen berikutnya sampai di kelas dan perkuliahan pun berjalan sebagaimana seharusnya.

Perkuliahan ku berlalu tanpa sedikitpun rasa penyesalan. Tidak ada satu orang pun yang menuntut banyak cerita padaku, tidak ada yang mengungkit sedetikpun hingga perkuliahan pun sampai di jam terakhir. Dosen matkul terakhir di hari ini sama memberiku rasa iba tapi menyemangati saat hendak keluar dari ruangan. Aku merespon dengan anggukan tak lupa berterima kasih.

Karena tahu aku akan pergi latihan, teman-teman TimCaw berpamitan satu sama lain—termasuk denganku. Masih ada dua jam sebelum latihan di mulai dan tidak seperti biasanya memilih untuk pulang terlebih dahulu ke kosan, aku lebih memilih diam di food court yang masih saja ramai oleh mahasiswa-mahasiswa. Sengaja memilih meja di ujung ruangan dan duduk tidak mengarah ke keramaian, aku masih belum tahu berapa banyak orang yang sadar bahwa korban video yang tersebar—bahkan dalam hal ini aku masih berpikir keras bagaimana bisa video itu diketahui banyak orang padahal aku yakin betul Kak Andre pasti hanya memberitahu pihak kedisiplinan—adalah aku.

Dan dalam keadaan lain pula kenapa aku lebih memilih duduk diam menunggu selama dua jam dibandingkan pergi ke kosan dan mendekap sendirian, itu lebih baik bukan? Di sini, aku harus membenamkan diri memastikan aku tidak ada di antara banyaknya orang, merasakan perasaan tak aman yang amat rumit, atau justru keadaan membaik. Tepatnya saat Azka tiba-tiba berada di kursi sebelahku, duduk dan memandangku yang otomatis membuatku keheranan.

Azka tidak bergeming. Tapi senyuman terpatri di wajahnya dan kedua alisku bertaut. "Gue turut sedih. Gue harusnya tahu tuh kakak tingkat ga bener!" Senyuman di wajahnya kini hilang digantikan oleh ekspresi marah—atau setidaknya dia berusaha terlihat menakutkan—yang justru membuatku ingin tertawa.

Aku menahan mulutku dengan kedua tangan, menyembunyikan tawaranku terhadap responnya yang tiba-tiba. "Engga seharusnya lu ketawa, Kra." Tuturnya, menggodaku. Sepersekian detik kemudian aku mematung dan menoleh sedikit ke arahnya. Seorang pedagang di salah satu konter makanan jurusan kami menyajikan dua porsi ayam penyet lengkap dengan teh manis dingin yang menggugah seleraku. "Daripada bengong ga bener, mending makan!" Suruhnya. Dia menggeserkan salah satu piring ke area ku dan menetap piring lainnya di areanya.

"Makasi." Ucapku, menyinggung senyum. "Pake voucher yang kita dapet?" Lawan bicaraku menyodorkan sendok dan garpu yang telah dia bersihkan terlebih dahulu bagian kepalanya dengan tisu. Barulah Azka mengangguk pelan. "Berapa?" Berniat mengganti uang yang dia keluarkan untuk memesan seporsi ayam penyet ini tapi Azka sesegera menyanggah.

"Makan aja dulu!" Sergahnya. Tak lama kemudian dia langsung menyambar makanan yang ada di hadapannya yang secara tidak langsung membuatku menyambar makananku juga. Dipikir-pikir aku memang kelaparan dan entah kenapa aku harus menahan rasa lapar ini padahal jam tujuh malam nanti aku akan banyak mengeluarkan energi.

One Thing Before EverythingWhere stories live. Discover now