bagian 12

134 19 4
                                    

Dina mengusul untuk membicarakan hal ini di Warung Pak Sarinah. Tidak terlalu jauh dari kosanku. Kami semua setuju. Pukul tujuh malam, aku bergegas pergi ke Warung Pak Sarinah. Di perjalanan aku bertemu Risa yang sama-sama tengah berjalan menuju Warung Pak Sarinah. Dia baru selesai kerja kelompok, dia juga sempat bertanya apa yang sebenarnya terjadi di antara TimCaw. Di warung Pak Sarinah sudah ada Dina, Nagita dan Yuli. Selalu, mereka bertiga yang sampai duluan. Sebelum menyapa mereka, aku memesan minuman cepat saji, kemudian duduk di antara mereka. Tanpa basa-basi aku ingin detail perihal apa yang terjadi pada TimCaw karena aku tidak membaca pesan yang begitu banyak di grup, malas. Lagipula saat itu aku baru sampai di kosan.

Dina menjelaskan bahwa mereka tidak nyaman dengan tingkah Husna. Sebenarnya yang lebih bersangkutan pada masalah ini adalah Rizka dan Yuli, tapi Dina dan Nagita sebagai divisi sponsor merasa dirugi pula. Ya, semua berawal dari program kerja Himpro Jurusan Kami. Para anggota baru ditunjuk untuk melaksanakan suatu program kerja berbentuk acara Business Planning. Seperti acara memberi seminar dan workshop perihal bisnis. Rizka ditunjuk sebagai ketua divisi Desain, Dekor dan Dokumentasi beranggotakan Rizka, Husna, dan beberapa nama yang disebutkan oleh Dina tidak ku kenali orangnya. "Riri udah ngebagi jobdesc buat masing-masing anggota divisi, tapi finishing tetep setor ke Riri nanti Riri setor ke atasan atau divisi bersangkutan. Nah, Husna ini kebagian bikin desain proposal buat divisi kita, sponsor. Udah mau h-sebulan proposal masih belum jadi, kita otomatis protes dong ke Riri, akhirnya tanpa sepengetahuan Husna, Riri kelarin deh kerjaan Husna dibantu sama Yuli. Terus Husna kayak gak terima karena merasa dia gak dibutuhin, dia nyalahin Riri juga karena malah minta bantuan ke Yuli dibanding Husna yang udah dikasih jobdesc." Aku mendengarkan dengan seksama masalah ini.

"Iya. Riri kan pendiem ya, dia diem-diem aja dimarahin Husna. Terus dia malah pengen keluar dari proker ini, kan aneh banget ya." Yuli yang berkomentar kini.

"Nah, dia curhat terus ke gue, katanya kesel sama Rizka sama Yuli. Soalnya dia kena juga dimarahin sama atasan gara-gara kabar proposal sponsor macet di dia nyampe ke atasan." Luffi yang tiba-tiba muncul sempat mengangetkan kami dengan suaranya yang menggelegar. Dina sempat memarahinya –karena muncul tiba-tiba– atas nada suaranya yang kencang. Setelahnya, ia duduk di antara kami.

Minuman yang ku pesan sudah sampai, aku menyeruput sebentar sementara mereka yang satu Himpro saling berkomentar perihal sikap Husna. Dina dan Yuli jelas menyalahkan masalah ini pada Husna yang tidak kompeten dan tidak melaksanakan tugas dengan baik, sedangkan Luffi lebih berpihak pada Husna. Luffi beranggapan bahwa Rizka sebagai seorang ketua divisi harusnya menegur Husna terlebih dahulu bukannya main kerjakan begitu saja.

"Ih, Riri udah tegur berkali-kali, Fi. Si Husna nge-iyain tapi gak kelar-kelar ya gak kesel gimana." Tutur Yuli.

"Mana udah deadline banget pihak gedung minta prop, sponsor macet ga ada prop. Ya untunglah Riri langsung kerjain jadi tadi siang kita langsung sebar prop. Coba kalau nunggu si Husna, ga kelar mungkin." Dina ikut menguatkan argumen Yuli.

"Terus Husna sama Riri bakal ke sini kan?" Tanyaku. Sedari tadi aku dan Nagita hanya menyimak perdebatan yang terjadi. Aku tidak tahu begitu banyak tentang dunia organisasi di kampus.

"Kalau Husna katanya ga bakalan, padahal kita mau rundingin biar kelar ya masalahnya, hadeh itu anak." Luffi yang menjawab pertanyaan ku. Jawabannya memancing emosi Dina, makin menguatkan bahwa Husna memang tidak kompeten dan tidak mau menyelesaikan masalah. "Dia ada kumpulan lain katanya, Din. Jangan main nilai gitu ah." Aku paham betul posisi Luffi di sini, dia tidak mencoba memihak salah satu tapi mencoba mencari jalan tengah, mencoba menyelesaikan masalah di TimCaw ini.

Rizka sampai tak lama kemudian. Mereka yang sedari tadi berdebat menghentikan ucapan mereka masing-masing dan Rizka ikut duduk di antara kami. Setelah dia memesan minuman, kami setuju menyuruhnya untuk menceritakan semua yang dia rasa akan masalah ini. Rizka sendiri sudah ditegur berkali-kali oleh atasan perihal sponsor. Dia benar menyuruh Husna untuk segera menyelesaikan jobdesc nya, meskipun Husna menyetujui tapi proposal tidak kunjung selesai. Di rapat antar ketua divisi, Rizka tidak lagi ditegur, benar-benar dimarahi, bahkan disebut tidak bagus dalam memimpin divisi. Karena itulah dia langsung mengerjakan proposal sponsor yang seharusnya diselesaikan oleh Husna. Dia lebih memilih untuk berdiskusi dengan Yuli karena Yuli paham betul akan hal editing dan writing. "Aku juga bimbang kemaren tuh, ga tau mesti gimana lagi. Aku udah hubungi Husna juga tapi dia engga ngebales.  Jadinya aku kelarin bareng Yuli." Kata Rizka.

One Thing Before EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang