bagian 16

109 22 6
                                    

Selama perjalanan, orang-orang yang lewat atau orang-orang yang tengah nongkrong di pinggiran jalan memerhatikan kami. Mereka terlihat cemas, dan khawatir pada penampilan kami yang babak belur, luka yang mengeluarkan darah, dan nafas yang tak menentu. Sedari tadi aku menundukkan kepalaku. Menyembunyikan kepedihan yang sesungguhnya. Beberapa orang sempat menawarkan pertolongan tapi aku menggeleng. Orang yang menawarkan pertolongan tadi pastilah orang yang tahu aku sering lalu lalang di gang ini.

Persimpangan di dalam gang seharusnya menjadi akhir perjalananku dengan Kak Andre. Dalam artian lain kami berpisah. Tapi Kak Andre menarik paksa tubuhku, mengajakku ke kosannya. "Gue yakin lu ga ada perban, betadine, dan sebagainya, ya kan?" Ia menebak, aku tetap tak membalas. Perasaan menyedihkan masih menenggelamkan diriku dari kenyataan.

Kami sampai di area kosan Kak Andre. Ia menutup gerbang utama dengan mudahnya. Aku memperhatikan sekitar. Berbeda dengan keadaan kos ku yang berbentuk rumah, kosan yang ditempati Kak Andre lebih seperti kosan pada umumnya. Tanah persegi yang di setiap beberapa meter persegi memuat pintu dan jendela. Di bagian tengah terdapat ruang terbuka cukup luas yang diisi oleh satu set bangku taman dengan mejanya, tebakanku untuk mereka yang ingin belajar bersama. Di ujung, ada tangga menuju lantai kedua dan lantai ketiga. Karena Kak Andre merupakan salah satu mahasiswa tetua di sini, kamarnya ada di lantai tiga. "Itu peraturannya, lantai satu khusus tingkat pertama, lantai dua untuk tingkat kedua, dan lantai tiga untuk mahasiswa tingkat akhir. Kenapa? Karena biasanya tingkat akhir akan meninggalkan kosan mereka buat pergi magang." Tuturnya selama kami berjalan menuju kamarnya.

Pintu dengan aksen sederhana itu terbuka. Kamar Kak Andre cukup luas dan tertata rapih. Sesaat masuk, kami disambut oleh alat pengharum ruangan otomatis menyemprotkan pengharumnya. Di sebelah kanan saat masuk dari pintu ada ruang kamar mandi, di ujung ruangan terdapat kasur tanpa ranjang ditunjang oleh karpet bulu berwarna abu tua, di situlah aku duduk diam. Tepat di sebrang kasur ada meja belajar—lebih seperti meja mengambar—yang dihinggapi oleh laptop dan printer di sampingnya. Di dinding tempat meja belajar tersebut bersandar ada papan sederhana yang ditempeli banyak sticky notes dengan kalimat penyemangat dan beberapa deadline tugas. "Pengennya sih sesuai ekspetasi, tapi.. ya gimana lagi." Tutur Kak Andre. Dia tidak menatapku, masih sibuk mencari sesuatu di dalam lemari bajunya. Beberapa saat kemudian, dia mengeluarkan kotak berwarna putih yang saat dibuka isinya terdapat satu gulungan perban, satu botol betadine, beberapa slip obat padat, dan satu pak kapas.

"Kok bisa tau?" Lirihku. Suaraku begitu pelan dan lemah. Saat itu pula aku kembali menyimpulkan betapa lemahnya diriku.

"Tau apa?"—dia tidak menatapku, masih berusaha membuka tutup botol betadine—"tau lu ga punya perban sama betadine?" Dia berhasil melepas tutup botol itu dan mulai menuangkan ke tutup botolnya hingga penuh.

"Ya." Jawabku. Dia mencocolkan kapas yang digulungnya kecil pada cairan betadine yang telah ia tuangkan ke tutup botol.

"Bersihin dulu luka lu, pastiin ga ada darah." Tuturnya. Aku tetap diam. "Kecuali kalau lu ga mau lukanya dikasih beta—" sebelum dia mengakhiri kalimatnya, aku beranjak pergi ke kamar mandi membilas wajahku. Setelah ku anggap cukup, aku kembali ke posisiku semula, duduk di ujung kasur.

Kak Andre menyodorkan tissue. Aku lap wajahku yang masih basah. "Sini," suruhnya. Tangannya hinggap di daguku, menggerakkan kepalaku memastikan aku memandangnya. Dengan hati-hati tangannya yang memegang kapas yang telah dilumuri cairan betadine mengelap luka di dahi ku. Cairan dingin dari betadine membekukan lukaku, tapi rasa perih membuatku mengernyit. "Dulu, gue juga engga sedia kek beginian. Mikirnya ya gue ga bakal berantem atau apalah. Taunya segala sesuatu ga sesuai ekspetasi, ga ada persiapan." Ucapnya. Dia lebih pelan dan lembut dalam mengelap lukaku kali ini.

One Thing Before EverythingNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ