SURVIVED | 21

2.7K 289 87
                                    

Emoticon alert:
‼️🌚‼️
Yang masih di bawah umur harap menjauh.
Your vote and comment means a lot to me💜

Previous chapter:
"Tidak, itu tidak boleh terjadi." Batin Jimin membayangkan Vally yang akan lupa dengannya karena sibuk mengurus anak mereka setelah lahir. "Aku harus membuat Vally adil dalam mengurusku dan juga baby Park nanti. Harus." Jimin tidak rela, meski itu jagoannya.

***

Vally berdecak sebal melihat layar ponselnya lalu melempar benda pipih tersebut ke ranjang empuknya. Ia menghela napas sembari memakai kimono tidurnya kemudian menuju dapur.

Sepanjang kakinya melangkah, ia terus menggerutu tentang panggilannya yang tak kunjung diangkat oleh Jimin. Jam besar di dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam dan suaminya itu belum juga pulang.

Dengan hati-hati ia menyusuri deretan tangga sambil memegang penyangganya erat. Semakin besar bayinya tumbuh di dalam perut, semakin susah baginya untuk berjalan dengan normal. Lihat, sekarang ia berjalan seperti seekor bebek yang habis memakan satu semangka bulat-bulat.

Dia terdiam sejenak di tengah anak tangga, tubuhnya terkesiap kala sang janin menendang dengan keras. Vally meringis ngilu memegang perut besarnya. Sampai ada salah satu pelayan yang sedang lewat langsung menghampirinya khawatir.

"Nyonya baik-baik saja?" Tanyanya panik, memegang pinggang Vally agar tidak terjatuh.

Kepalanya Vally mengangguk. "Aku hanya terkejut," jawabnya dengan jeda untuk menurunkan tatapannya ke perut, "dia menendang." Lanjutnya dengan senyum simpul. Sejujurnya ia masih merasa ngilu, sudah sejak tadi jagoannya menendang tanpa lelah. Si pelayan tersenyum, ikut membantu tubuh Vally menuju dapur sebelum pergi untuk melanjutkan tugasnya yang lain.

Dibukanya lemari pendingin besar, menampakkan isinya yang penuh dengan bahan makanan dan makanan siap saji. Tangan Vally meraih 2 bungkus keripik kentang beda rasa dan satu buah apel. Kemudian menuju ruang santai dimana televisi berukuran besar bertengger di dinding.

Ia merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk dan menghidupkan televisi. Menonton serial Netflix yang ia ikuti beberapa waktu ini. Mencoba fokus kepada tayangan yang ditampilkan. Namun selama setengah jam, konsentrasinya terganggu dengan ulah sang anak.

"Baby, diam sebentar dulu, Mommy hanya ingin menonton." Ujarnya pelan, tangan mengelus perut buncitnya naik-turun dengan lembut sebelum memasukan satu potong keripik kentang rasa madu kesukaannya ke dalam mulut. "Ya Tuhan! Berhenti menendang jagoan sayang, kau menyakiti Mommy jika menendang sekeras tadi. Setelah ini kita makan es krim ya, dengan janji tidak menendang lagi, oke?" Ia mengelus perutnya lagi menunggu jawaban meskipun mengetahui itu mustahil.

"I promise, Mommy."

Vally terkekeh ketika ia menjawab sendiri pertanyaan yang ia buat dengan suara yang menyerupai anak kecil. Kembali memusatkan kembali matanya pada layar televisi. Selama beberapa menit, sang anak menepati janjinya untuk tidak kembali menendang.

Tapi kemudian, baby Hwang kembali berulah. Ia lagi-lagi menendang membuat Vally hilang kesabaran dan melempar buah apel yang sedang digigit ke pojok sofa.

"Baby... Menendangnya nanti saja lagi ya kalau sudah lahir...." Ia merengek dengan bibir yang mengerucut, menampung wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Baby rindu daddy, ya?" Tanyanya yang langsung mendapat tendangan kembali, seakan membenarkan pertanyaan sang ibu.

SURVIVED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang