SURVIVED | 06

3.1K 244 38
                                    

Previous chapter:
Enggan menunggu Jimin yang diam, Vally menjawab pertanyaan sendiri, "waktumu yang kau habiskan bersamaku." Jawabnya sambil tersenyum polos.

Hati Jimin bergemuruh mendengar jawaban Vally, "aku mencintaimu." Balas Jimin lalu kembali memangut bibir Vally lembut.

"Aku juga mencintaimu," bisik Vally disela-sela ciuman.

Tiba-tiba Jimin menyibak selimut yang menutupi tubuh mereka dan bergerak naik ke atas tubuh Vally, "ronde kedua?" Tanya sambil tersenyum menyeringai.

***

"Presdir harus melihat perkembangan proyek kampus di Daegu secara langsung," kepala Jimin mengangguk, setuju dengan saran pria yang lebih muda darinya tiga tahun yang tak lain sekretarisnya—Kang Hyunshik.

Memang Jimin lebih memilih seorang pria ketimbang wanita untuk menjadi sekretarisnya, berbeda dengan kebanyakan petinggi perusahaan lain.

Semenjak kandasnya percintaan Jimin beberapa tahun lalu, dia enggan untuk melakukan interaksi lebih pada banyak wanita, kecuali keluarga dan rekan kerjanya. Berubah menjadi pribadi yang misterius, dimana dirinya harus membesarkan seorang bayi kala itu.

"Baiklah, kau persiapkan semua jadwalku selama disana dan jika sudah, kirim melalui surel. Aku harus pulang sekarang." Jimin meraih jas yang tergantung di punggung bangkunya, meninggalkan Hyunsik sendirian di ruang kantornya.

Jimin melirik jam yang melingkar di tangannya, "Vally pasti sudah tidur," gumamnya saat melihat jarum pendek pada jamnya tertuju pada angka sebelas.

Akhir-akhir ini ia selalu pulang larut karena pekerjaan yang menumpuk. Jimin diharuskan berangkat pagi dan pulang saat larut malam, membuat waktu yang dimiliki bersama sang istri berkurang drastis.

Sudah hampir seminggu Jimin berangkat ke kantor sebelum Vally terbangun, saat pulang juga mendapati Vally yang sudah tertidur pulas.

Sesampainya di rumah, Jimin mendapati Vally yang sedang berbicara dengan seseorang melalui ponsel. "Lea, sudah dulu, ya? Aku akan mengabarimu lagi nanti," pamit Vally kepada teman lamanya itu.

Melihat Jimin yang baru pulang, lantas Vally meletakan ponselnya lalu menghampiri Jimin yang terlihat lelah. "Kenapa belum tidur?" Tanya Jimin sambil melihat Vally yang menghampirinya.

"Aku menunggumu."

Tangan Jimin bergerak menyusuri rambut Vally yang bergelombang, "lain kali tidur saja, aku tahu kau juga lelah." Ujar Jimin lembut dengan mata yang tidak lepas memperhatikan Vally yang sedang membukakan dasinya.

"Kau selalu pulang larut," keluh Vally dengan nada sebal juga bibir yang mengerucut seperti bebek. "Bahkan kau berangkat sebelum aku terbangun." Lanjutnya.

"Maaf," balas Jimin lembut sambil memegang kedua tangan Vally yang menempel pada dadanya, mengecup kedua punggung tangan itu bergantian.

Kepala Vally mengangguk pelan, "kau sudah makan?" Tanyanya yang dibalas anggukan juga oleh Jimin, "ya sudah, sekarang bersihkan dirimu lalu langsung tidur, hm?" Vally berjalan untuk menyiapkan pakaian tidur Jimin, sebelum mendaratkan kecupan singkat pada pipi Jimin.

Sebetulnya, Vally sedikit kesal oleh kesibukan Jimin. Tapi apa boleh buat? Suaminya itu memang sangat sibuk dengan segudang urusan kantor yang tidak mudah, terlebih tanggung jawabnya bukan main-main. Sekali saja Jimin memilih keputusan yang salah, sama saja ia mempertaruhkan seluruh pegawai yang bekerja, juga kepercayaan semua orang.

SURVIVED [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang