SURVIVED | 16

2.6K 214 33
                                    

Previous chapter:
Rasa cemas di hatinya berkurang sedikit saat tahu bahwa Vally baik-baik saja. Tapi bagaimana dengan anaknya? Jimin menghembuskan napasnya dengan kasar, membuang semua pikiran negatif yang muncul di dalam otaknya. Kemudian mengikuti langkah dokter yang menuju sebuah ruangan.

***

"Sayang, bangun..." Jimin terus berucap meski Vally tidak mendengarnya. Vally belum tersadar juga dan Jimin sedari tadi hanya menggenggam tangan Vally tanpa berpindah posisi sedikit pun. Ia merasa gagal menjaga Vally sehingga istrinya itu terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan mata terpejam.

Tampilan Jimin sudah kacau, kemejanya tampak kusut tak terkecuali wajahnya. Matanya menatap sendu Vally yang tak kunjung bangun. Dokter berkata bahwa Vally keracunan—berasal dari makanan yang ia konsumsi lalu sekarang sedang diselidiki lebih lanjut bagaimana makanan tersebut bisa meracuni Vally. Saat itu juga seakan seribu jarum menancap pada tubuh Jimin, ia sama sekali tidak bisa melihat wanita yang ia cintai tersakiti.

"Maafkan aku tidak bisa menjagamu dengan baik," lirihnya sambil menempelkan dahinya pada punggung tangan Vally. Tiba-tiba ponselnya berdering, ia segera merogoh kantong celananya dan melihat nama yang tertera lalu segera memencet tombol berwarna hijau.

"Hallo."

"Ya Tuhan, akhirnya kau mengangkat telfon eomma! Ada apa dengan Vally, Jimin?!" Cecar So Hee. Jimin memijat pelipisnya beberapa detik kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju jendela yang menampilkan taman rumah sakit. "Tadi eomma menghubungi Pak Kang dan katanya Vally masuk rumah sakit, istrimu baik-baik saja 'kan?"

Jimin menghela napas setelah melirik Vally sebentar, "Vally keracunan."

"APA?!" So Hee berteriak di seberang sana membuat Jimin menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya. "Bagaimana bisa?" Lanjutnya dengan suara panik. "Lalu bagaimana keadaannya sekarang? Ya Tuhan, eomma dan appa akan segera ke Seoul juga!"

Sepertinya telfon dari sang ibu membuat Jimin tambah pusing. "Tidak perlu eomma, ini sudah malam. Vally sudah baik-baik saja, tapi belum sadar." Ucapnya setenang mungkin. "Aku akan menjaganya dengan baik, jangan khawatir, ya eomma?"

"Jangan khawatir katamu? Menantuku masuk rumah sakit dan kau menyuruh eomma jangan khawatir?!" Lagi-lagi Jimin hanya menghela napas dengan kasar mendengar ocehan ibunya yang tidak membantu. Namun indera pendengerannya menangkap suara lain—sebuah lenguhan kecil.

Sontak Jimin menoleh ke arah ranjang, Vally sedang mengerjapkan matanya dan berusaha duduk dari posisi berbaringnya. "Aku akan menghubungi eomma nanti, Vally baru saja tersadar." Jimin langsung memutus sambungan telfon begitu saja menghiraukan ibunya yang berteriak memaki dirinya.

Ia langsung menggapai tubuh Vally agar kembali seperti semula, "tetaplah berbaring." Tangan kanan Jimin memegang tangan Vally sementara satu tangannya yang lain mengelus surai Vally dengan lembut, "kau membutuhkan sesuatu?"

Vally tidak menjawab, tangannya beralih menunjuk tenggorokannya, "kau ingin minum?" Beruntung Jimin paham dengan yang dimaksud. Tenggorokannya terasa sakit sekali dan perih. Vally mengangguk dan Jimin segera menyodorkan gelas berisikan air berwarna bening.

Jimin membantu memegang gelas, dengan susah payah Vally minum meski tenggorokannya sakit saat menelan walau hanya sebuah air. Sementara itu, Jimin memencet sebuah tombol khusus untuk memanggil dokter agar memeriksa keadaan Vally sekarang.

SURVIVED [end]Where stories live. Discover now