SURVIVED | 18

2.2K 246 82
                                    

‼️Jangan lupa vote dan comment sebanyak-banyaknya‼️

Previous chapter:
"Dilarang mengumpat di depan calon anakku." Vally menyela ucapan Jimin sambil mengelus penuh perasaan sayang pada perutnya yang buncit. Sementara Jimin mendengus kasar. 

"Anak kita." Jimin mengoreksi.

***

Setelah selama 8 hari dirawat, akhirnya Vally diperbolehkan pulang dengan syarat selalu memperhatikan tiap makanan yang ia konsumsi. Tepat di sore hari, usai membereskan barang dan meletakkannya di mobil, Jimin membimbing Vally untuk masuk ke mobil dan segera menuju rumah mereka.

Gerbang megah beserta ukiran di sekitarnya yang menambah kesan mewah terbuka secara otomatis saat kendaraan dengan lambang hewan jaguar bertengger di bagian depan datang, memasuki pekarangan rumah yang luas. Terdapat air mancur tepat di depan rumah, dimana mobil tersebut berhenti.

Tak lama kemudian, supir berseragam rapih keluar, membukakan pintu mobil untuk sang tuan. Tampak seorang Jimin dengan gagah menapakkan kakinya keluar seraya membenarkan kemeja yang dipakai. Tubuhnya kembali menunduk masuk ke mobil dengan tangan yang dijulurkan. Dengan cepat Vally meraih tangan tersebut yang membawanya keluar dari mobil. Di waktu yang bersamaan, dengan penuh perhatian, tangan Jimin yang lain digunakan untuk memegang bagian sisi atas pintu mobil—mengantisipasi jika kepala Vally tidak sengaja terbentur.

Perhatian bentuk kecil tersebut yang membuat Vally jatuh hati sangat dalam pada sang suami.

Dengan lengan yang merangkul pundak Vally, Jimin menggiring tubuh itu masuk ke dalam rumah. Baru saja pintu utama dibuka, Vally disambut oleh para pelayan yang berjejer rapih membentuk barisan di sebelah kanan dan kiri.

Melihat Tuan juga Nyonya mereka, tubuh mereka membungkuk sopan. "Selamat datang kembali, Nyonya." Kata Bibi Hana.

Tubuh Vally membungkuk sedikit sebagai balasan lalu tersenyum. "Wah, aku tersanjung sekali dengan perlakuan kalian. Terimakasih." Ucapnya tulus.

"Kau tahu, Bibi Hana sedih sekali selama kau dirawat." Sahut Jimin menatapnya. Bibi Hana yang merasa diadukan hanya tersenyum malu-malu.  Vally menatap balik Jimin dengan wajah bertanya-tanya. Jimin mengangguk, "Bibi Hana sedih karena rumah terasa sepi sekali tanpamu."

Bibi Hana menggaruk tengkuknya meski tidak gatal, pelayan yang lain juga menatapnya. "Benar, rumah sebesar ini sangat se——pi sekali saat tidak ada, Nyonya." Jujurnya malu-malu. "Seperti sayur tanpa garam." Lanjutnya terkekeh.

Memang benar, pasalnya hanya Vally lah yang bisa membangkitkan suasana rumah. Berbeda dengan kepribadian Jimin yang lebih kaku dan pendiam kecuali dengan orang terdekatnya.

Suara tawa kecil terdengar dari mulut Vally, "ya sudah, kalian kembali bekerja. Kami akan istirahat." Ujar Jimin yang dibalas anggukan semua pelayan.

"Baik, Tuan. Nyonya, segera panggil saya jika anda membutuhkan sesuatu." Jawab Bibi Hana sebelum membungkukkan tubuhnya dan disusul dengan yang lain lalu kembali bekerja masing-masing.

"Ayo," ajak Jimin untuk ke kamar mereka.

Sesampainya mereka di kamar, Vally dibuat terperangah oleh balon-balon helium yang melayang bebas di langit-langit kamarnya. Jangan lupakan beberapa kotak kado yang berada di atas ranjang. "Kau menyiapkan ini untukku?" Tanyanya terkagum. Matanya memandang wajah Jimin dengan tak percaya.

SURVIVED [end]Where stories live. Discover now