Distraction (MarkGun) 17+

678 41 10
                                    

Distraction © liaprimadonna

Alarm berbunyi.

Lapisan tebal selimut yang membungkusnya ditarik terbuka. Gun menggeliat dan sengaja tak membuka mata. Tubuhnya meringkuk, tangan memeluk diri sendiri. Dingin. Matanya terus tertutup seumpama ditempeli lem. Tapi ia sudah bangun sejak ranjang berderit di belakangnya dan dingin mencucuknya. Ia hanya tak ingin pagi indahnya terganggu.

Plok!

Gun membuka mata hingga urat di sekitar matanya menegang. Ia merasa diremas sesuatu. Di bagian bawah, dan ia selalu benci dengan sensasinya. Ia seperti pernah mengalaminya, jauh dalam dirinya. Maka ia menoleh, secepat kilat melihat dua bongkahan yang menungging miring dengan sebuah tangan di sana. Bergerak-gerak meremas.

"Selamat pagi, Sayang."

Disusul sapaan serak menyebalkan merusak telinganya. Ia tersadar lagi bahwa titik lemahnya tengah dijamah.

Ia bangun.

"Mark," suaranya mengecil. "Kenapa kau meremas bokongku?"

"Aku rindu dengan benda empuk ini."

Gun membiarkan tangan Mark di sana. Tubuhnya dipaksa berbaring lagi meski jantung berdetak keras. Otaknya memenggal beberapa memori, menjadikannya kabur di dalam kepala. Gun mengernyit, antara desah dan bingungnya.

Gun sadar. Paginya memang riuh.

Ia merutuknya meski ia sudah siap di dapur dengan kopi dan susu.

Dengan tenaga berlebih sendok diputar dalam genangan air hitam dalam gelas. Dua gula batu masuk melebur di dalamnya. Asapnya mengepul, tanda bahwa air sangat panas. Sepanas hati Gun. Seperti hari biasanya, Minggu ini juga kacau. Jauh-jauh hari ia sudah punya agenda untuk Minggu pagi tenangnya; minum kopi sambil membaca surat kabar harian. Rencana itu tak terlaksana akibat perbuatan senonoh pacarnya;

Mark Siwat.

Mark bukan pria tampan. Mark pemarah, tidak suka ditentang dan suka melakukan sesuatu sesuai keinginannya sendiri. Gun sering menjadi korban. Mark menyebutnya korban cintanya. Sebab pria itu punya nafsu yang besar hanya padanya. Mereka tidak pernah mengklaim hubungan ini sebagai pacaran, tapi Mark selalu menganggapnya seperti itu. Lagipula Gun juga suka makanya mereka berhubungan.

Jangan tanya bagaimana pria itu memerlakukan Gun saat di ranjang. Pria itu menjadi sangat ganas apalagi saat keinginannya tidak terpenuhi. Ia memiliki tenaga yang besar hingga Gun tak mampu menandinginya.

Ia dominan. Kuat. Ganas.

Tanpa sadar Gun meraba bekas gigi yang masih membekas di leher kanannya. Tidak terasa sakit, pada saat kejadian darahnya seperti tersedot ke titik itu. Ia berdarah. Melenguh kesakitan terus menerus dan Mark tidak peduli. Gun ingat bahwa bekas gigi itu digigit lagi beberapa hari kemudian. Sakitnya berlipat. Darahnya berdesir. Namun rasa gigi itu berbeda, lebih besar dan tajam. Beda dengan Mark.

Bukannya Gun tidak suka. Ia hanya merasa satu keping dalam hatinya hilang.

"Kenapa kau marah, Sayang?"

"Berhentilah merusak pagiku."

Yang dilirik hanya mencebik. Tangan memeluk pinggangnya dari samping. Gun tak memberontak.

"Aku tegang. Sampai sekarang masih. Layani aku!"

"Sepagi ini?"

"Nafsuku tidak kenal waktu."

Gun melirik jam dinding dapur. Pukul sembilan pagi. Terlalu pagi untuk bekerja keras di ranjang. Ia menguap lagi. Bagus. Semalam ia begadang karena otaknya terdistraksi oleh memori lain. Pikirannya termanipulasi. Ada seseorang dalam dirinya, yang memanggilnya keluar. Jadi saat ia berniat menghabiskan waktu untuk bersantai, paginya justru dikacaukan. Pacarnya benar-benar perusak mood sejati.

Drables Thai CoupleOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz