SWEET (MarkGun)

682 49 0
                                    

SWEET © Moon Waltz

Mark Siwat. 25 tahun. Penulis. Obsesif terhadap segala hal yang manis, Gun misalnya (—utamanya).

"Kau sudah menunggu lama?"

Gun menolehkan kepala ke arah sumber suara. Ditelitinya sosok yang sudah sangat familiar itu dari ujung kaki hingga puncak kepala seraya menjawab pertanyaan yang baru saja diajukan dengan gelengan singkat.

Pria itu tersenyum kecil melihat rona merah mewarnai hidung Gun. Mungkin sudah lebih dari setengah jam ia berdiri menunggu kehadirannya.

"Maaf. Meeting-nya tak berjalan selancar yang aku kira."

"Tak apa. Aku belum menunggu lama." jaket dieratkan, kebohongan kecil sekali lagi diutarakan.

Kalau tidak berada di pinggir jalan yang sedang dilalui banyak orang, mungkin Mark telah memeluk erat pemuda itu sekarang.

Mereka melanjutkan jalan bersisian ditemani langit senja yang bersinar temaram. Keduanya terdiam, bukan karena tak tahu ingin berbicara apa, tetapi lebih karena ada hal-hal tertentu yang memenuhi benak masing-masing.

" Sudah makan?" Mark yang pertama kali mengakhiri kesunyian.

Tapi itu pertanyaan bodoh, tentu saja. Malam saja belum dimulai, bagaimana mungkin lelaki yang berjalan di sisinya itu sudah makan.

"Belum," dijawab juga pertanyaan itu olehnya.

"Mau makan di tempatku?" tawar Mark.

Gun terdiam sepersekian detik sebelum mampu menganggukan kepala.

"Hei?"

Gun menatap pria itu, "ya?"

"Kau lebih diam dari biasanya."

"Aku selalu seperti ini dari dulu," mengeratkan jaketnya lagi.

"Hm... ya, ada benarnya, sih," Mark melipat kedua tangannya ke depan dada, "jadi?"

"Apa?"

"Itu pertanyaanku, Gun. Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?"

Gun tidak langsung menjawab pertanyaan itu, membuat pria di sebelahnya semakin penasaran. Bukannya mereka tidak pernah janjian pulang bersama, hanya saja bisa dikatakan ini pertama kalinya Gun yang mengajak duluan. Tentu saja Mark senang akan hal itu. Tapi karena di luar kebiasaan, pasti ada sesuatu. Dia sangat yakin akan hal itu.

"Bagaimana progress novel yang sedang kau kerjakan?"

"Novelku? Lumayan, lebih dari setengahnya sudah selesai kukerjakan dan—tunggu dulu, kau tidak sengaja mengajak pulang bersama hanya untuk bertanya itu, kan?" Mark memperpendek jarak di antara keduanya, mengamati baik-baik ekspresi Gun yang tersembunyi.

"Semacam itu."

"Hei, kau meremehkan kemampuan P'Mark, rupanya. Aku pasti bisa menyelesaikan novel ini, tenang saja. Kau kan sudah pernah menyaksikan sendiri ketika aku berhasil merampungkan novel sebelumnya yang kupersembahkan untukmu."

Mark tak sempat menghindar dari hantaman tas yang mendarat di punggungnya. Beruntung bagi Gun, jalan yang dilalui mereka sudah jauh lebih sepi dari sebelumnya sehingga tak ada saksi mata yang melihat tindak kekerasan barusan.

"Jangan menyebutnya begitu, bodoh!"

"Lho, itu kan kenyataannya. Aku bahkan sempat mau menuliskan namamu di kata pengantarnya juga la—hei, oke, aku menyerah. Aku tak akan menyebutnya begitu. Jangan pukul P'Mark lagi, oke?" Mark mengangkat kedua lengannya pertanda menyerah untuk menggoda Gun lebih lanjut.

Drables Thai CoupleWhere stories live. Discover now