Quality Time (MarkGun)

475 36 1
                                    

Quality Time © Claire Chevalier

.

.

.

"Fungsi motoriknya sudah membaik. Pindaian CT scan-nya juga normal. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi."

Sepenggal kalimat itu mungkin terdengar biasa saja, tapi dengan sepenggal kalimat itu pulalah senyum lega langsung terkembang di bibir sepasang suami istri di hadapannya. Ekspresi lega terukir jelas di guratan wajah paruh baya mereka. Rangkaian ucapan terima kasih terus dihadiahkan padanya sebelum ia mengundurkan diri.

Mark Siwat, 30 tahun, salah satu dokterfellow rumah sakit besar di Bangkok, baru menyelesaikan shift paginya yang sebenarnya sudah lama berakhir setelah memastikan keadaan pasien terakhir yang dioperasinya. Ia menghela napas berat di sela-sela langkahnya menuju ruang kerjanya. Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 00.25 dini hari. Langsung pulang ke apartemen dan merebahkan diri di ranjang empuknya sepertinya akan menjadi penutup hari yang sangat tepat, tapi Mark punya rencana lain karena hari ini ia tak sendirian lagi. Senyum tipis langsung terukir di bibirnya begitu mengingat sosok yang mungkin sedang menunggunya di apartemen mereka.

"Mark!"

Mark menghentikan langkahnya sesaat untuk mencari sumber yang memanggil namanya. Di belakangnya ia bisa melihat sesosok pria berambut pirang acak-acakan berlari kecil menghampirinya.

"Kau sudah mau pulang?" Boun, rekan sejawat Mark sekaligus seniornya di rumah sakit yang lebih tua dua tahun darinya itu berjalan dengan wajah sumringah di sampingnya.

"Ya. Shift-ku sudah selesai daritadi, tapi aku harus memastikan keadaan pasienku dulu." Sepasang mata Mark tak sengaja mendarat di leher Boun. "P'Boun,seharusnya kau memakai kemeja dengan kerah yang lebih tinggi," ucapnya dengan senyum licik.

Boun spontan menutup lehernya. "Eh, masih kelihatan? Padahal aku sudah melarang Prem untuk tidak melakukannya di leherku." Kepala Boun melihat ke kanan-kirinya, menerka-nerka apakah tadi ada orang yang menyadarinya selain Mark.

Melihat wajah setengah panik Boun tentu saja menjadi hiburan tersendiri bagi Mark. Ia terkekeh pelan, "Aku bercanda! Tadi itu aku hanya memancingmu saja, P'Boun."

"Tch! Sialan kau!"

"Kau pasti langsung menerkam P'Prem begitu kalian sampai di rumah tadi siang, 'kan?"

Boun melipat tangannya, menggelengkan kepala dan menghela napas panjang. "Kaupikir, setelah sebulan penuh kami tidak bertemu, siapa duluan yang akan menyerang?"

"Pfft!" Mark menahan tawanya. "Aku lupa. Tentu saja P'Prem."

"Tepat sekali! Aku hanya bisa pasrah saja menerima serangan cinta darinya."

Kali ini Mark mamasang wajah jijik. "Tolong jangan berkata seperti itu, terdengar sangat menjijikkan."

Boun tertawa dan menepuk-nepuk pundak Mark. "Kau juga akan mengalaminya sebentar lagi." Gantian Boun yang memamerkan senyum licik khas miliknya.

"P'Gun bukan tipe 'garong' seperti P'Prem."

"Kalau begitu kau yang akan menyerangnya."

Mark mengendikkan kedua bahunya. "Siapa yang tahu."

Boun tertawa lagi. "Kau benar-benar juniorku, Mark!" Ia tertawa bangga. "Baiklah, kalau begitu selamat bersenang-senang," Boun berkata sebelum mereka berpisah di persimpangan koridor menuju IGD dan ruangan para dokter.

Mark tak membalas, hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum tipis. Ia melanjutkan langkah ke ruangannya, tak sabar ingin segera berberes dan pulang ke apartemennya.

Drables Thai CoupleWhere stories live. Discover now