XIII - Saudade

155 17 1
                                    

***

"Ngapa muka lo kusut banget?" Tanya Amanda saat berjalan beriringan dengan Aurel.

"Nggak, kok." Aurel menunjukkan senyum manisnya pada Amanda yang terlihat sedang mencurigai sesuatu.

"Yakin? Tumben juga lo gak bareng Kak Alano. Kalian ribut?" Amanda bertanya dengan tatapan menyelidik pada Aurel.

"Nggak, kita baik-baik aja."

Amanda mencoba menahan rasa penasarannya, mungkin Aurel butuh waktu untuk berbicara dengannya. Sebelum mereka benar-benar sampai pada kelasnya, tiba-tiba beberapa kaum hawa berteriak histeris saat gerombolan sosok berparas tampan melewati kelas X IPA-1.

"Nah, Kak Alano sama temen-temennya, tuh! Yuk, samperin!" Amanda berteriak antusias seraya memukul pundak Aurel dengan cukup keras.

Aurel berhenti, tanpa mendengarkan protesan Amanda yang mengajaknya untuk cepat pergi ke kelas. Sedangkan Alano sendiri, hanya melirik Aurel yang tak jauh darinya, membuat Amanda berteriak kegirangan.

"Huaaah! Barusan Kak Alano ngelirik gue, Aurel!" Amanda berteriak histeris, menyangka jika Alano melirik dirinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Huaaah! Barusan Kak Alano ngelirik gue, Aurel!" Amanda berteriak histeris, menyangka jika Alano melirik dirinya.

"Yaudah! Lo udah kerjain tugas Seni Budaya, belum?" Aurel mengalihkan pembicaraan mereka saat melihat Alano dan teman-temannya telah melewati kelasnya.

"Duh, lupa! Yuk, gue nyontek punya lo! Ntar bisa di semprot sama Bucin!" Amanda segera menarik lengan Aurel untuk memasuki kelas. Bucin yang dimaksud adalah Bu Cintya, guru mapel Seni Budaya yang sangat cerewet, jika mengetahui ada yang tak mengerjakan tugas.

Akhirnya Aurel bisa sedikit lega, saat Amanda berhenti membahas tentang Alano. Sebenarnya, Aurel sedikit kecewa atas sikap Alano kepadanya. Sejak terakhir mereka bertemu, Aurel tak pernah mendapat pesan dan telepon dari Alano. Bahkan, saat mereka bertemu seperti tadi, Alano hanya meliriknya sekilas.

Sepertinya mereka mulai kembali menjadi orang asing. Memang, apa yang Aurel harapkan dari hubungan tidak jelasnya dengan Alano? Tidak ada. Aurel saja yang terlalu berharap!

***

"Maaf." Ucap sosok yang berhadapan dengan Aurel seraya menundukkan kepalanya, merasa bersalah.

"Hmm." Aurel hanya mengangguk, mengiyakan.

"Makasih, udah mau ngasih kesempatan buat aku jelasin semuanya."

Aurel mengangguk kembali, membiarkan sosok yang ada di hadapannya menceritakan kejadian yang sebenarnya tak ingin ia ingat lagi. Namun, apa salahnya jika semuanya jelas?

"Waktu itu, aku harus ikut Papa buat pindah ke luar negeri. Aku udah nggak punya siapa-siapa lagi, jadi mau gak mau harus ikut Papa pindah tugas." Elvano menjelaskan tentang dirinya yang harus pergi dengan tiba-tiba saat Aurel menghadapi masa terpuruknya--kedua orang tuanya meninggal.

SaudadeWhere stories live. Discover now