I - Saudade

251 21 2
                                    

***

Terik sinar matahari yang menyengat, tak membuat sosok laki-laki yang sedang mendribbling bola basket berhenti. Nafasnya mulai terengah-engah, dengan keringat yang bercucuran membasahi tubuhnya.

Gemuruh-gemuruh riuh menyemangati seraya ingin mendapatkan perhatian darinya. Beberapa diantaranya bahkan telah membawakan handuk dan air, namun yang terjadi sosok tersebut tetap menghiraukan.

Sedangkan tak jauh dari lapangan tersebut, berdiri seorang gadis sedang menghormat pada bendera merah putih yang berada di ujung tiang. Matanya menyipit, menyesuaikan cahaya matahari yang masuk melalui retina matanya.

"Aurelia Calysta Aurora," ucap sosok yang berada di samping kanan gadis tersebut, Aurel.

Aurel yang mendengarnya melirik sekilas, tak penting. Baginya saat ini, kapan bel istirahat berbunyi dan penderitaannya berakhir?

"Hallo cantik, mau jadi pacar abang yang ke 999, gak?" Kini giliran sosok samping kiri Aurel yang berbicara.

"Gila," gumam Aurel tak jelas, namun dapat di dengar oleh sosok yang berada di samping kanan dan kirinya.

"Ih, neng. Kok cemberut aja, sih? Senyum dong," goda sosok samping kiri Aurel.

"Neng, piuwit. Senyum dong, neng."

"Neng cantik, senyum dong. Kok jutek banget, sih?"

"Senyum dikit dong, biar cantik."

"Ih, cemberut aja, sih. Senyumnya mana?"

Cukup! Aurel tak kuat lagi mendengar semuanya. Apa hanya dirinya yang berjenis kelamin perempuan disini? Hukuman sialan, jika tak menyangkut dengan surat panggilan, maka Aurel tak akan mau berpanas-panasan begini di terik sinar matahari yang begitu menyengat.

Semuanya menjadi kacau, akibat terlambat bangun. Mulai dari bus yang di tumpanginya mengalami ban bocor, sampai dirinya terlambat dan membuat masalah saat upacara berlangsung. Tepatnya, Aurel menabrak seseorang yang membuatnya berakhir disini sekarang.

"Gak papa deh, pelit senyum. Tapi asal neng tau, meski matahari terbit dari barat, abang akan tetap mencintai Au--"

"Gila, lo! Kalo terbit dari barat, kiamat dong!?" Potong sosok samping kanan Aurel yang dari tadi hanya diam memperhatikan sahabatnya bertingkah.

"Hallah, gue salah nyebut tadi, Nath," cengirnya, berusaha menutupi kesalahan.

"Bukan salah nyebut, lo emang bodoh dari dulu."

"Iye Nath, iye. Emang lo yang paling pinter."

"Dimas, lo--"

"Eh, cabut yuk, Nath! Mumpung Alano asik main basket, gak kelihatan, tuh!" Ajak Dimas seraya menunjuk Alano yang baru saja memasukkan bola basketnya ke dalam ring.

"Yuk, gue haus. Tega benner si Alano ngehukum kita," balas Nathaniel menyetujui.

Sebelum keduanya beranjak meninggalkan lapangan, tiba-tiba sebuah bola basket mendarat di tengah-tengah mereka yang mengarah pada Aurel.

Dugh!

Pening, itu yang Aurel rasakan saat ini. Cuaca yang tadi Aurel rasakan cerah oleh sinar matahari, seketika menjadi buram dan gelap.

SaudadeWhere stories live. Discover now