O8; dry talk

117 17 21
                                    

"Permisi, food delivery."

Dengusan Danar terdengar kasar kala suara tadi berhasil diterjemahkan otaknya. Tanpa menunggu ia merespon, si pengganggu sudah masuk ke ruangannya, lalu duduk manis di kursi di hadapannya.

"Soto kudus deket kontrakan gue, enggak pake jeruk nipis, sambelnya dibanyakin. Bonus Vanilla Latte dari Under Cover, soalnya lagi promo buy one get one free." 

Selesai mengabsen bawaannya satu-persatu, Ajunㅡsi penggangguㅡmenyesap isi gelasnya sendiri melalui sedotan, lalu tersenyum menyebalkan ke arah Danar.

Yang diganggu berakhir menggeser laptopnya ke samping. Mengabaikan soto kudus pesanannya, Danar justru lebih tertarik pada minuman gratisan yang tidak ia pesan. Tangannya buru-buru menancapkan sedotan pada tempat yang disediakan lalu mengisap isi gelas tersebut. Kemudian, matanya memicing ke arah Ajun.

"Yang ini free service?"

"Kan udah gue bilang, buy one get one free. Satu buat gue," Ajun menepuk gelasnya sendiri. "Gratisannya buat lo," lanjutnya, mengedik pada gelas lain di tangan Danar.

Danar angkat bahu. "Tumben baik."

Ajun tidak menanggapi. Hanya cengiran yang kemudian terbit di bibirnya. Bukan tanpa alasan Ajun bersikap sebaik ini pada Danar. Dulu, ketika masih sama-sama berkuliahㅡtepatnya ketika Ajun masih menjabat sebagai ketua himpunan jurusan mereka, menginap di sekretariat himpunan hampir setiap malam kala digandrungi rangkaian program kerja yang membuat sakit kepalaㅡDanar adalah satu yang begitu setia membawakan makanan serta memeriksa keadaan Ajun agar tetap waras dan hidup.

Berbeda dengan Ajun yang tinggal sendiri dan jauh dari orang tua selama kuliahㅡsebelum Chanif menyusul berkuliah di kampus yang sama, tiga tahun kemudianㅡrumah Danar yang dekat dengan kampus membuatnya bisa membantu Ajun secara logistik dalam banyak hal, termasuk memenuhi suplai makanan. Kebaikan hati itulah yang membekas bagi Ajun. Membuatnya tidak berpikir banyak ketika tadi Danar mengirimkan satu pesan singkat berbunyi,

"Jun mampir ke studio kek lo bawain soto kudus."

Tentu saja, Ajun membalas pesan itu dengan penuh kata makian, serta hujatan. Tapi, pada akhirnya, ia tetap memenuhi permintaan Danar dengan sukarela. Malahan, ditambah menyempatkan diri mampir ke Under Coverㅡsatu kafe favorit Danar.

"Anggep aja gue lagi menebar budi," balas Ajun. "Nanti kalo butuh, bakal gue tuai."

Danar mencibir tidak peduli, sudah terlalu terbiasa dengan omong kosong Ajun.

"Lagian, lo jadi temen emang enggak ada adabnya banget ya." Ajun lanjut mengomel, sembari menciprati Danar dengan sisa-sisa embun dingin di gelasnya yang sudah mencair. Menciptakan seruan gusar dari Danar. "Seenak jidat minta bawain makan. Kenapa enggak lo aja yang main ke kontrakan kalo emang lagi pengen soto?"

Danar nyengir. "Lagi deadline gue, Jun," katanya, mengedikkan bahu pada laptopnya yang masih terbuka.

Ajun mendengkus. "Heran gue. Orang-orang kenapa hobi banget ngeganggu gue pas weekend. Kemaren anak kantor, minta temenin kondangan. Sekarang lo, minta bawain makanan."

Bukannya mendebat, Danar justru tersenyum simpul. "Jangan nyalahin orang-orang yang hobi ngeganggu lo, Jun. Salahin diri lo sendiri, kenapa selalu mau diganggu."

Kalimat itu dimaksudkan Danar untuk membuat Ajun sadar, bahwa caranya memperlakukan orang lain sering kali terlalu baik. Tapi, Ajun hanya terkekeh pelan di tempatnya, mengabaikan Danar yang cuma bisa geleng-geleng kepala.

Sungguh, Danar sudah tidak mengerti bagaimana cara memberitahu kawan baiknya itu. Terkadang, sikap Ajun seperti lilinㅡrela membakar dirinya sendiri demi menerangi orang lain. Tentu saja Danar tidak akan menggunakan frasa sekeren itu di hadapan Ajun. Tapi dalam hati, Danar mengakui, kalau frasa keren tadi memang cocok untuk mendeskripsikan sahabatnya.

Beautiful Us✔Where stories live. Discover now