28; don't come closer

62 10 0
                                    

Kenanga selepas magrib selalu riuh dan ramai. Menjadi lokasi kuliner kelas menengah yang diapit kompleks ruko serta gedung perkantoran, Kenanga kerap disinggahi para pencari nafkah di jam-jam makan malam seperti sekarang. Menyadari tiap meja di tenda-tenda penjual telah terisi penuh, Alika memutuskan untuk lekas memesan dan membawa pulang makanannya saja. Toh, malam ini ia sedang tidak berkawan. Dan lagi, makan sendirian di antara orang-orang asing seperti ini juga tidak terlalu menarik minatnya.

Maka setelah memesan seporsi nasi dan soto, gadis itu duduk di salah satu meja dekat gerobak penjual. Beberapa pembeli yang hanya memesan untuk dibawa pulang seperti dirinya turut duduk di sana dan menanti. Alika memandang sekeliling. Malam ini, Kenanga seolah lebih penuh dari yang biasa ia ingat.

Kala memejam sejenak demi mengendurkan otot-otot tubuhnya, gadis itu mendadak mendengar suara yang ia kenali. Yang serta-merta membuat kedua matanya terbuka. Alika lantas menolehkan kepala.

"... Edgar juga tadi nge-chat gue, nanya gue di mana. Gue bilang aja gue udah sampe lampu merah Pancoran."

Senyum Alika terbit tanpa bisa dicegah. Sosok lelaki yang tengah memunggunginya di meja belakang itu rupanya memang seseorang yang ia duga. Pemilik suara yang ia kenali.

Ajun.

Malam ini mungkin bukan kebetulan.

Sore tadi, lelaki itu sempat mengirim pesan padanya, berisi ajakan makan malam bersama di Kenanga. Namun, mempertimbangkan bakeri yang sedang ramai serta ketidakhadiran salah satu rekan shift-nya hari itu, Alika lantas membalas pesan Ajun dengan penolakan. Ia akan pulang sedikit lebih larut malam ini. Dan ia tidak ingin membuat lelaki itu menunggu.

Sungguh sebuah kejutan yang unik bahwa ternyata lelaki itu juga masih ada di sini.

Tanpa sadar Alika melongok sedikit, melihat piring kosong di meja di hadapan Ajun. Lelaki itu sudah menandaskan makan malamnya. Tersisa gelas es tehnya yang masih terisi setengah. Niat Alika untuk menyapa terpaksa ia urungkan kala matanya menangkap sosok seorang perempuan di sisi Ajun. Perempuan itu baru saja selesai tertawaㅡ menertawakan ucapan Ajun sebelumnya.

"Ya, lagian lo. Ada-ada aja. Gue kira, lo tadi bilang mau balik duluan, tuh, beneran mau balik. Enggak tahunya malah minta disusulin ke Kenanga," balas si perempuan yang tampak masih sembari menyantap makanan.

Diam-diam, Alika merasa tidak enak karena telah mencuri dengar percakapan keduanya tanpa ijin. Namun, dalam jarak yang tidak seberapa jauh seperti sekarang, ia jelas bisa mendengar setiap tutur kata keduanya bahkan meski ia tidak ingin. Alika menoleh sekilas, mempelajari figur sosok teman perempuan Ajun. Terlihat tidak asing. Mungkin, perempuan ini juga ada dalam rombongan Ajun tempo hari, hari di mana Alika memerhatikan lelaki itu diam-diam.

"Tadinya gue mau ngajak makan orang," terdengar Ajun terkekeh. "Tapi orangnya enggak bisa. Jadi, ya, enggak jadi."

Alika menahan napas. Ia tidak salah sangka, kan, jika mengira orang yang dimaksud Ajun itu adalah dirinya?

"Dih, sok misterius lo!" sungut teman perempuan Ajun. "Mau makan bareng siapa emang, sampe enggak mau ketahuan anak kantor? Cewek?"

Tawa Ajun berderai. Lelaki itu mengambil jeda demi menyesap isi gelasnya. Tersadar sudah terlalu lama memerhatikan, Alika menggeleng perlahan lalu lekas mengalihkan pandangannya dari sepasang manusia itu agar tidak terlalu kentara.

"Cewek mulu pikiran lo!" sahut Ajun dalam suara jenaka.

"Ya, abis lo jomlo."

"Sialan!"

Alika menahan satu dengkus tawanya. Percakapan ini lucu. Rupanya, Ajun memang selalu seramah dan sehangat itu pada orang-orang di sekitarnya.

"Tapi serius, Jun. Ada apaan lo sampe minta gue ke sini tapi enggak boleh bilang anak kantor? Mau curhat?"

Beautiful Us✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang