O7; greatest fall

131 17 55
                                    

What is the greatest fall in life?
It's fall in love.

*

"Jun, lo tuh! Jangan ilang-ilangan mulu dong!"

Gerutuan Tari menyambut Ajun yang baru saja kembali dari mengambil minum. Yang diomeli hanya tertawa kecil setelah selesai membasahi kerongkongannya. Ia kemudian ikut duduk di sisi teman wanitanya itu.

"Kenapa, sih?" tanya Ajun. "Kan, yang penting salaman sama pengantinnya udah. Sisanya, gue bebas dong mau ke mana?"

Tari memutar bola matanya.

"Tolong inget lo di sini sebagai apa?"

"Sebagai pendamping kondangan lo. Siap, Tuan Putri Mentari," balas Ajun sembari mendengus. Tari terkikik pelan.

Duduk bersisian, keduanya saling diam sambil memperhatikan sekitar. Memperhatikan hiruk-pikuk tamu undangan yang tidak mereka kenali. Tidak lama, karena setelahnya, Ajun kembali buka suara.

"Mau balik kapan?" tanyanya, sambil kemudian menutup mulut akibat kuap.

Mata Tari menyipit. "Udah selesai nginspeksi semua stall?" balas gadis itu sinis.

"Udah, dong," sahut Ajun, terdengar bangga. Lengkap dengan senyum semringahnya.

Gadis di depannya lantas mencibir. "Enggak sekalian lo bungkusin, tuh, buat adek lo."

"Ide bagus!"

"Ajun!"

Ajun tertawa kecil. Kepalanya lalu mengedik ke arah salah satu stall di sudut ruangan. "Lo udah nyobain siomainya, Tar? Enak banget, sumpah. Gue udah nambah dua kali."

"Ajun, ih! Malu-maluin gue aja!"

Makian tertahan yang disertai cubitan dari Tari nyatanya mampu membuat Ajun mengaduh. Namun, tidak cukup untuk menghapus gelaknya. Lelaki itu masih tertawa pelan sebelum kemudian menguap sekali lagi.

"Ngantuk banget, bos?" sindir Tari dari sisinya.

"Lumayan," jawab Ajun. "Lo sih, mengambil kemewahan hari Sabtu gue. Sabtu, tuh, harusnya gue bangun siang!"

Serta-merta, tangan Tari terjulur demi mendorong bahu Ajun. Menyebabkan lelaki berisik itu nyaris jatuh dari duduknya.

"Ini udah jam satu siang, Ajun Askara. Masih ngantuk aja, lo biasa bangun siang jam berapa, jam dua?!" omel Tari.

Di tempatnya, Ajun berdecih tidak terima. "Ya, kan, lo minta gue jemput dari jam tujuh pagi?!"

Tari meringis, menggumamkan satu maaf yang nyaris tidak terdengar. Gadis itu lalu memasang wajah tanpa dosa. "Iya, iya. Maaf, dong, Ajun ganteng."

"Penjilat."

"Dih, gitu banget."

"Pokoknya gue minta bayaran sebagai pendamping kondangan."

Lekas, Tari menatap sengit rekan sekantornya itu. "Boleh," ketusnya. "Tapi, lo muntahin dulu, ya, semua makanan yang udah lo makan di sini!"

Beautiful Us✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum