36; after all this time

259 17 32
                                    

Pertanyaan Ajun terjawab tidak sampai dua hari sejak pembicaraannya dengan Danar kemarin. Senin pagi. Lepas beberapa saat dari ia tiba di balik mejanya di kantor. Kala itu, Ajun hanya hendak memindahkan ponsel dari saku jaket ke laci meja. Namun, sebuah notifikasi pesan singkat dari nomor tidak dikenal membuat perhatiannya teralih.

"Pagi, Mas Ajun. Ini saya, Nindi, yang dl kerja di Alma, mudah2an msh inget. Siang ini Mas Ajun ada waktu? Kalau berkenan, bisa dtg ke Alma, Mas?"

Kening Ajun lekas berkerut membaca isi pesan itu. Rasanya, sudah lama sekali sejak terakhir kali ia berurusan dengan Alma Bakery. Tentu saja bakeri itu masih menjadi langganan kantornya tiap kali ada perayaan kecil-kecilan atau ada karyawan yang berulang tahun. Tapi selama dua tahun terakhir, Ajun selalu berhasil meloloskan diri dari setiap keharusan mengunjungi Alma Bakery. Sejak masalahnya dengan Alika, mampir ke tempat itu hanya akan memperparah rasa kecewanya. Karena itu, Ajun memilih menghindar demi menyembuhkan diri.

Tapi pesan yang begitu tiba-tiba ini cukup membuat Ajun penasaran. Hingga lelaki itu lekas mengetik balasan yang menanyakan alasan Nindi memintanya datang.

Balasan dari Nindi datang tidak sampai tiga menit setelah pesan terkirim. Isinya singkat. Namun, cukup membuat Ajun membaca berulang-ulang hingga merasa benar-benar paham.

"Alika mau ketemu."

Ajun tidak bertanya mengapa Alika mendadak ingin bertemu dengannya setelah hitungan tahun atau mengapa perempuan itu merasa perlu menjadikan Nindi sebagai pengantar pesan di antara mereka. Yang ia lakukan hanya menyetujui permintaan Nindi dan di sinilah ia sekarang.

Mendorong pintu kaca Alma Bakery hingga terbuka sembari menghela napas dalam sebagai usaha meredam degup jantungnya yang tidak mau diam. Wewangian khas roti dan kue menyambut Ajun dengan segera, memenuhi seluruh indra penciumannya. Interior Alma berubah sedikit, pun tata letaknya. Dari yang terakhir Ajun ingat, sepertinya tempat itu telah mengalami perluasan.

Hal pertama yang Ajun lakukan adalah mencari sosok Nindi di sepanjang belakang ordering desk. Nindi tidak di sana. Tidak satu pun terlihat wajah-wajah yang familier. Dua tahun Ajun tidak mengunjungi tempat ini, seperti bahkan karyawan Alma pun telah berganti menjadi wajah-wajah baru.

"Mas Ajun."

Sapaan itu disertai tepukan di pundak. Membuat Ajun segera menoleh, menemukan sosok Nindi di belakangnya menyungging senyum tipis. Hal pertama yang Ajun sadari adalah gaya rambut Nindi telah berubah dari yang terakhir ia ingat. Hal kedua, perempuan itu tidak sedang mengenakan seragam Alma Bakery.

"Udah lama, Mas?"

Ajun menggeleng. "Baru, kok. Lagi nyariin Mbak Nindi, kirain masih kerja?"

"Saya udah enggak kerja di sini, Mas. Pindah ke cabang di Tebet," jelas Nindi seraya memberi Ajun isyarat untuk mengikutinya ke arah pintu keluar. "Hari ini kebetulan shift siang. Tadinya ngajak ketemu di sini karena mau ngobrol di sini aja." Perempuan itu lalu melihat sekitar. "Tapi ternyata lagi rame. Kalo ngobrol di tempat lain aja, Mas Ajun enggak pa-pa, kan?"

Kepala Ajun terangguk, masih setengah melamun dan tidak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini. Ia hanya mengekori langkah Nindi dalam diam, meski dalam hati bertanya-tanya karena tidak juga melihat sosok Alika.

"Mas Ajun apa kabar?" tanya Nindi kala mendorong pintu depan Alma.

"Alhamdulillah. Baik, Mbak."

Nindi manggut-manggut. Setelahnya kembali hening. Nindi memimpin langkah mengitari deretan ruko, menuju blok ruko yang lain, berhenti di satu kedai kopi sederhana yang tidak terlalu ramai. Nindi mendorong pintu kedai itu, memasukinya bersama Ajun yang masih mengikuti tanpa mengatakan apa-apa. Kali ini, Ajun tidak mengedarkan pandangan seperti yang tadi ia lakukan di Alma. Lelaki itu justru menyimpan fokus pada untaian rambut sebahu Nindi di depannya, menolak meneliti orang-orang yang berada di dalam kedai.

Beautiful Us✔Where stories live. Discover now