Douchebag #30

19.7K 795 10
                                    

Writing this chapter since: 18 Desember 2014

________________

Douchebag #30

(Not edited)

________________

YESSA

"Mom, aku pergi dulu ya!"

Aku menutup pintu rumahku dan segera berlari ke arah mobil Wendy yang sudah menunggu. Di dalam Wendy ternyata sedang meniup-niup kukunya yang sudah terlukis pattern baru berwarna hijau. Aneh, aku tidak suka warna hijau.

"Bagaimana pendapatmu tentang kuku baruku?" tanya Wendy sambil tersenyum manis. Dia menunjukkan kuku-kukunya yang lentik ke depan wajahku.

"Buruk." jawabku. "Aku tidak suka warna hijau."

Aku bisa melihat Wendy sedang memutarkan bola matanya sekarang, tapi siapa peduli, jika seorang gadis memakai warna hijau itu... akan terlihat aneh. Apalagi warna kuning. Horror.

Wendy segera mengemudikan mobilnya keluar jalanan raya. Minggu ini kami sudah sepakat akan pergi berdua bersama, sama seperti dulu. Sudah lama kami tidak berdua semenjak aku berpacaran dengan Roland. Rasanya sangat tidak enak sekali harus jauh dari sahabat yang sudah kau anggap seperti saudara sendiri, tetapi untung saja hari ini aku dan Wendy ada kesempatan untuk jalan hanya berdua saja.

Berbicara tentang Roland, belakangan ini entah kenapa sikapnya aneh sekali. Jika kami bertemu dia hanya akan berbicara satu atau dua kata, itu pun harus aku yang memulai percakapannya. Dia sering sekali menghindari kontak mata denganku dan selalu saja bertingkah canggung. Oh, dan dia suka berbicara dengan terbata-bata.

Aku jadi khawatir dengan Roland, mungkin saja dia punya masalah keluarga. Aku juga tidak pernah menanyakan kenapa sebenarnya sikapnya belakangan ini aneh, lebih baik aku membiarkan saja dia menyimpan alasannya untuk pribadi. Aku yakin pasti nanti sikap Roland akan pulih kembali dan... entahlah, kami berdua akan kembali bahagia seperti dulu. Ugh, aku mulai kedengaran seperti pasangan yang sudah menikah.

"Oh ya, bagaimana kabarmu dengan Justin?" tanyaku pada Wendy. Aku mendengarnya mendengus sebal.

"Si brengsek itu! Aku sangat membencinya!" teriak Wendy sembari memukul setir mobilnya, menyebabkan klakson mobil berbunyi sangat keras dan panjang, "Dia pikir aku tidak tahu apa tujuannya mencium pacar barunya itu di depanku? Lagian pacarnya itu tidak ada bandingannya denganku, tentu saja aku lebih baik dan lebih cantik!" Sekarang Wendy malah kehabisan napas dan matanya melotot tak karuan.

"Ya kalau begitu kau tunjukkan juga pada Justin kalau kau juga punya pengganti yang lebih baik dan lebih tampan." Aku mengusulkan pada Wendy.

"Semuanya tidak semudah itu, Yessa ku sayang. Mencari pacar baru itu butuh proses."

"Hmm, butuh proses? Kau bilang kau adalah gadis tercantik di dunia ini dan banyak pria yang menginginkanmu, tapi... kenapa kau belum punya pengganti juga sampai sekarang?" Kali ini aku mulai menggoda Wendy dengan mengerlingkan mataku ke arahnya. Wajah Wendy berubah menjadi memerah, kena kau sekarang.

"Ngg, m-maksudku a-aku kan harus mencari p-pria yang cocok denganku!" jawab Wendy terbata-bata. "Kau lihat bagaimana akhir hubunganku dengan Justin?!"

Aku tertawa melihat Wendy yang mulai salah tingkah. Aku sangat merindukan momen-momen seperti ini; saat kami saling curhat tentang semua masalah dan hal yang kami tidak suka, maupun saling mengejek. Aku merasa sudah lengkap, ternyata selama belakangan ini yang membuatku merasa kosong adalah Wendy -- kebersamaan dengan Wendy.

Mr. & Ms. PopularWhere stories live. Discover now