Douchebag #16

32.9K 1K 9
                                    

Writing this chapter since: 15 Januari 2014

Terima kasih telah menunggu sampai 2 minggu pembaca yang menawan, love you<3
(Ulangan nggak ada perubahan, nilai ulangan paling tinggi di 10 pelajaran adalah IPA: 65 </3)

Song of this chapter: Kiss The Girl - Ashley Tisdale

_______________

Douchebag #16

(Not edited)

_______________

YESSA

"Adawwww!" Roland menjerit kesakitan untuk yang ke 19743567542986 kalinya! (um, kira-kira sudah berapa digit itu?). Tidak, tidak, bukan sebanyak itu. Seingatku ini sudah yang ke 9 kalinya! "Bisakah kau melakukannya lebih keras lagi?" katanya sarkastik lalu memutar bola mata cokelatnya. Sesuai permintaannya, aku mengelap dengan paksa pelipis Roland yang sedari tadi tak bisa berhenti mengucurkan darah segar.

"Yessa! Ouch!" Dia menjerit lagi sambil memegang pelipisnya lalu melotot ke arahku. Aku menjulurkan lidahku sebagai balasannya. Hey! Aku tidak salah, dia sendiri yang memintanya, bukan begitu?

Sekarang aku sedang berada di kamar Roland (jangan berpikir macam-macam!) sambil membersihkan mukanya yang sedari tadi sudah dilumuri darah. Dia jadi sedikit terlihat seperti Hellboy, hanya saja yang satu ini tanpa tanduk yang dipotong. Mata kanan Roland sudah hitam dan bengkak sekali akibat tonjokan super dari Julian. Kira-kira apa kabar Julian ya? Ah, semoga saja dia baik-baik saja dan nggak mengamuk saat aku tiba di rumah nanti deh.

Saat aku dan Roland sampai di 'asrama'-nya, ternyata rumahnya sudah kosong. Kata Roland ini adalah malam para tim football keluar buat 'bersenang-senang' tapi sayangnya gara-gara ayahnya Roland memaksanya untuk ikut makan malam bersamanya, Roland tidak jadi ikut dengan teman-temannya. Grr, seharusnya biarkan saja dia bersama anggota lain, pasti situasi tidak jadi seburuk ini. Malah mungkin mereka berantam karena mempermasalahkanku? Ah, aku mulai kegeeran. Tapi siapa tau saja itu benar.

"Kenapa kau tidak bantu saja si brengsek itu?" sindir Roland dengan dingin, matanya menolak untuk menatapku dan dia memilih buang muka. Dasar anak kecil.

Aku menghela napas berat, tidak menyangka akan mengatakan semua ini. "Bagaimana juga aku ini kan pacarmu. Kau juga sudah membelaku tadi, dan lagian Julian juga menyebalkan sekali." Jelasku panjang lebar yang hanya dibalas senyuman miring dari Roland.

"Tsk. Ya, ya, ya, dia menyebalkan sekali. Sampai kalian akan tidur bersama malam ini, bukan begitu... Yeshie?" Roland makin menyindir dan kali ini aku merasa darahku sudah mendidih dan dia juga memanggil sebutan namaku yang diberikan Julian! Argh, sebenarnya kenapa sih sama dia? Apa Julian menonjoknya terlalu fatal? Kalau iya, berarti yang disalahkan adalah Julian!

Pipiku terasa memanas mendengar perkataannya kemudian aku mendengus sebal, "Hey! Siapa bilang aku setuju buat tidur satu ranjang dengannya? Tidak akan! Gini-gini aku bukan tipe yang cepat lupa dengan pacarnya," bentakku jengkel, dan kini giliranku yang membuang muka. Roland benar-benar tidak asik, bukannya membuat lelucon atau apa, malah mengungkit masalah si Julian lagi.

"Yessa..." Roland memanggilku dengan lembut. Sebenarnya aku ingin membalas tapi kurasa akan lebih menyenangkan jika kudiami saja dia. Pasti nanti dia juga sebal biar bisa merasakan apa yang kurasakan sekarang; jengkel dan sebal.

"Yessa, aku minta maaf." Ya, ya, kau memang harus meminta maaf karena sudah menambah persen kesialan untukku hari ini, Julian dan Roland, sama saja. Tapi Julian lebih buruk.

"Aku tidak seharusnya menyebutkanmu sebagai kenalan di depan orangtuaku tadi. Seharusnya aku akui saja kau adalah pacarku.."

Kata-kata ini langsung membuat kepalaku tersentak dan berputar ke arahnya. Apa... apa yang barusan kudengar itu keluar dari mulut Roland? Ah, ah, tidak mungkin. Pasti teman-temannya sudah pulang. Tunggu, tapi aku mendengarnya jelas sekali bahwa itu adalah suara pacarku, Roland! Aku benar-benar bingung sekarang.

Mr. & Ms. PopularTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang