Douchebag #32

10.8K 628 54
                                    

Writing this chapter since: 17 April 2015


Hahahai kembali lagi deh aku setelah satu tahun lamanya hahaha. Maaf ya gaes. Terima kasih yang udah setia nunggu. I love you all. Maaf ya kalau kalian nantinya nggak puas dengan chapter ini. Cuma ini yang bisa kukerahkan.

Question: Setelah baca bab ini, kalian akan mendukung Yessa-Roland atau Yessa-Julian ?

_________________

Douchebag #32

(Not edited)

_________________

YESSA


Diam.


Itu adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan saat ini setelah mendengar cerita panjang dari Wendy. Aku ingin sekali berteriak, aku ingin menangis, aku ingin marah -- tapi entah kenapa aku tidak ada kekuatan untuk melakukan semua itu. Entah apa aku harus mempercayai cerita Wendy atau tidak, aku juga tidak tahu apakah dia jujur. Tapi dia pasti bercanda dengan ceritanya, bukan? Dia pasti ingin membuatku memutuskan hubunganku dengan musuh bebuyutannya itu. Atau, apa dia berkata jujur?

Pikiranku kembali membanding-bandingkan momen-momen kebahagiaanku bersama Roland selama ini dengan ketika Jerry masih hidup. Perasaanku bercampur aduk membuat dadaku menjadi sangat sesak. Tapi jika itu benar jika Roland yang sengaja menabrak Jerry, apa yang harus aku lakukan? Mengakhiri hubungan kami? Atau memaafkannya?

Tidak, aku tidak akan pernah memaafkan hal yang telah ia lakukan. Selama ini ternyata dia adalah orang yang merenggut kebahagiaanku, tetapi tanpa sepengetahuanku... dia mengembalikan lagi kebahagiaan itu dengan kebahagiaan yang dia miliki. Dia yang sudah mengisi kekosongan hariku, membuatku melupakan Jerry, dan memasang senyuman di wajahku hampir setiap harinya.

Roland, Roland, Roland

Apa aku telah jatuh cinta padanya?

Sialan. Tentu saja aku telah jatuh cinta padanya.

"Yessa, kau baik-baik saja?"

Suara Wendy membuatku kembali dari lamunanku. Aku menatap matanya dalam-dalam, diam-diam aku berharap Wendy mengatakan cerita tadi hanya sebuah lelucon. Tetapi apa yang kudapat, dia menatapku balik dengan tatapan prihatin. Dia tidak berbohong.

Aku tidak tahu apa yang kulakukan saat ini. Yang aku tahu aku segera menyambar kunci mobilku dan meninggalkan Wendy yang sedari tadi berteriak memanggil namaku. Aku mengemudikan mobil secepat mungkin, menangis sekencang mungkin, dan berteriak selantang mungkin. Yang ingin kulakukan sekarang tak ada hal lain selain menembak kepalaku sendiri. Aku tak sanggup menanggung semua beban pikiran menyakitkan yang sekarang terus berputar di kepalaku.

Kenapa Wendy harus menceritakan hal itu padaku? Kenapa aku mendengarkannya? Kenapa dia tidak membiarkanku saja merasa bahagia bersama Roland tanpa harus mengetahui tentang masa lalu itu?

Segera kuinjak rem dan keluar dari mobil tanpa menguncinya, bahkan aku sudah tidak peduli dimana mobilku terparik sembarangan di area rumah itu. Tubuhku berlari sekuat mungkin mencoba agar cepat sampai ke rumah dan bertemu dengannya.

Sejenak aku melihat dari kejauhan dia sedang berdiri di depan rumah hendak memasuki mobilnya, tetapi setelah dia melihatku dia menghentikan dirinya. Aku kini berdiri di depannya dengan seluruh tubuhku yang bergetar menahan emosi, mataku menatap tajam tepat ke mata cokelatnya yang menatapku balik dengan heran.

"Yessa kau kenapa? Aku baru saja ingin mengunjungimu."

"Sialan, kau Roland! Bangsat! Kenapa kau melakukannya? Kenapa kau melakukannya?" Aku menangis histeris sambil menghujani tubuh Roland dengan tinjuan yang kudaratkan sekuat tenagaku, walaupun sebenarnya aku tahu itu tidak mempengaruhi apa-apa padanya.

Mr. & Ms. PopularWhere stories live. Discover now