Epilog

11.7K 1.4K 468
                                    

Now Playing: Kahitna - Untukku

***

"Jarak hanyalah angka yang memisahkan raga, tapi tidak dengan hati."

***

Seoul,3 tahun kemudian.

Suara decitan sepatu yang beradu dengan lantai, suara ketukan musik mewarnai ruang latihan di sebuah agensi hiburan ternama korea. Belasan raga yang menggantungkan harap pada setiap gerak, nyanyi dan ekspresi berusaha sebaik mungkin memuaskan seseorang di ujung ruangan. Seseorang yang menatap setiap gerak dengan mata elangnya.

"Alena-ssi, someone is looking for you right now. (Alena, seseorang mencari mu saat ini.)" Pintu ruang latihan tiba-tiba dibuka, menampakkan pelatih lain yang berhasil membuat para trainee dalam ruangan menghela napas lega. Entah kenapa tegang sendiri karena performa mereka yang sedang tidak baik.

"Who?" tanya Ochi  menatap rekannya itu penasaran. Tak butuh waktu lama hingga ada seorang pemuda yang menyembulkan kepalanya di ambang ruang latihan. Tersenyum lebar seraya menunjukkan sebuah kantung plastik berwarna putih. "Gue bawa rendang pesanan lo."

"Go girl, let me take this session. (Pergilah, biar aku yang ambil alih sesi ini.)" Jung Hwan, salah satu pelatih senior mendorong Ochi untuk segera pergi. Ochi tertawa, langsung bergegas meraih jaket nya dan bergegas keluar.

"Ah, i forget it." Langkah Ochi terhenti tepat di ambang pintu, kemudian memutar badannya kembali ke arah para peserta pelatihan. "Fighting! I will treat you all something delicious later! (Semangat! Aku akan menraktir kamu semua sesuatu yang enak nanti.)"

"Gamsahamnida, Alena Ssaem!(Terima kasih, Guru Alena!)"

***

"Gue masih suka ketawa denger anak-anak manggil lo Alena."

Ochi mengangkat bahu tak peduli, menatap bahagia kotak-kotak berisi makanan khas Indonesia. Mulai dari rendang, sambal, hingga biskuit-biskuit yang tak bisa ia temui di sini. Di depannya Mini masih mengigil seraya memainkan hot pad pada kedua tangannya. Sudah 3 tahun, tapi Mini masih belum beradaptasi akan dinginnya korea apalagi di musim dingin seperti ini. Ia lebih menyukai dibuat mandi keringat akan panasnya Indonesia daripada mengigil seperti ini.

"Mereka lebih gampang manggil gue, Alena." Ochi menyesap pelan kopi hangatnya, lantas menatap Mini antusias. Siap mendengar kisah yang dibawa pemuda itu, yang baru saja pulang dari tempat asal mereka. "Yang lain apa kabar?"

"Udah pada setengah gila," jawab Mini menggelengkan kepala prihatin. "Mereka semua stress ngadepin skripsi, Nindi apalagi tes akhirnya udah di depan mata."

Dibandingkan dengan Mini yang rajin sekali pulang, Ochi belum sekali pun kembali setelah 3 tahun minggat dari kota asalnya. Alasannya karena kedua orang tuanya, bahkan Tama lebih senang menghampirinya langsung ke Seoul. Lagipula, pulang pun tak ada ia yang sedang menyibukkan diri di Amerika sana.

Alwan sukses masuk ke MIT, tanpa merasa kesulitan. Berhasil membuat para murid DHS dibuat ternganga lebar akan percapaiannya. Bahkan setelah lulus, Alwan tetap membuat takjub orang-orang DHS. Uniknya saat pengumuman pun, Alwan malah mengabaikan email yang masuk karena sedang asik tanding game bersama Hanan. Om Aldi lah yang pertama kali berseru senang, menyadarkan pemuda itu bahwa ia melewatkan pengumumannya. Ya, Alwan akan tetap menjadi sosok jenius yang sesantai itu.

"Katanya pacar lo buat program yang buat satu dunia heboh ya?" tanya Mini menunjuk layar ponselnya yang menampilkan sebuah berita dengan foto Alwan tercetak jelas. Anak bangsa yang berhasil membuat suatu aplikasi yang sedang menjadi rebutan para perusahaan di Eropa dan Amerika. Jangan lupa kalau pemuda itu masih berstatus mahasiswa di MIT.

Recallove [Tamat]Where stories live. Discover now