Dua Puluh Empat: Reach a Happiness

7.5K 1.3K 58
                                    

Now Playing: The Overtunes - Takkan Kemana

***

"Setiap hari kamu memiliki kekuatan untuk memilih, termasuk mengenai kebahagiaan." 

***

Ada banyak alasan mengapa Tama dan Ochi tak pernah mencari Alwan. Janji dari Tante Naya salah satunya. Mereka sebenarnya tak pernah tau kalau dilupakan, bagi mereka Alwan hanya menunggu waktu yang tepat untuk bersua kembali. Sebuah kesalahpahaman yang membawa mereka dalam penantian tidak berujung.

Malam dimana kecelakaan itu terjadi, adalah malam perpisahan ketiga sahabat ini. Baik Ochi ataupun Tama terpaksa harus meninggalkan Jakarta mengikuti orang tua mereka ke Palembang. Seharusnya malam itu mereka habiskan dengan bermain kembang api semalam suntuk, ataupun berceloteh ria seperti biasanya. Seharusnya.

Ketika kecelakaan itu terjadi, Tama dan Ochi pun benar-benar tak tau kalau Alwan berada dalam ambang kematiannya. Di usia 7 tahun, mereka jelas saru akan konsep kematian dan segala hal bernama takdir. Tapi, melihat bagaimana sosok paman tersayang mereka dibenamkan ke dalam tanah dengan ribuan tangis mengiringi. Jantung mereka berdenyut dengan cara yang sama. Sesak dan amat menyakitkan.

Seminggu. Keluarga mereka menunda selama seminggu kepergian, mendukung Ibu Alwan yang jelas harus menghadapi kemarahan keluarga suaminya. Selain itu fakta bahwa mereka melihat langsung, bagaimana kedua binar yang selalu memancarkan kebahagiaan kini terpejam erat juga menahan mereka untuk tak pergi. Setidaknya ucapan pamit itu harus diucapkan secara langsung, dan Alwan jelas begitu terlelap dalam tidurnya.

Seminggu penuh, baik Tama dan Ochi berusaha membangunkan sang sahabat dengan segala cerita. Segala cerita yang entah di dengar Alwan dalam tidurnya atau tidak. Selama itu pula, mereka selalu duduk di sofa, saling menundukkan kepala dan merapal doa. Mereka masih amat dini untuk tau doa-doa apa saja yang harusnya di rapalkan, hingga beberapa kali Tama ikut-ikutan menyelipkan doa makan kala itu. Niat mereka begitu besar untuk ukuran anak kecil.

Tapi sebagaimana takdir memutar keadaan dalam sekejap mata, ia tiba-tiba menyeret ketiga anak kecil itu dalam permainannya. Waktu mereka selesai, tanpa Alwan membuka matanya. Perpisahan itu dilakukan ditemani isak dan bisik janji. Tanpa mereka ketahui, tepat ketika mobil mereka melaju meninggalkan rumah sakit Alwan membuka matanya. Melupakan mereka tanpa disadari siapapun.

Di dalam ingatan Tama dan Ochi, Alwan adalah sosok cerewet yang sukar menunjukkan perasaan terdalamnya, senyum kecil selalu menjadi andalannya. Ia lebih sering menunjukkan perasaan terpendam dengan kata-kata yang bahkan terdengar begitu asing untuk anak seusianya. Ia kelewat cerdas hingga lebih sering dicap aneh ketimbang jenius bagi yang tak begitu mengenalnya.

Ochi merasakan beban yang ada di pundaknya terangkat, ketika Alwan memeluk ibunya begitu erat. Wajahnya sudah amat berantakan, begitupun Tama. Dada mereka sesak karena tangis yang begitu banyak ditumpahkan, tapi di satu sisi mereka merasa lega. Akhirnya Alwan kembali, Nav mereka kembali.

Setelah melepas rindu, Ibunya kini mengajak Alwan berbincang mengenai kabar satu sama lain di ruang tengah. Bagaimana keluarganya setelah mereka berpisah, kabar Tante Naya dan juga keadaan Alwan saat ini. Jika Ochi selalu mendengar Alwan tak pernah menyunggingkan senyum lebar di sekolah, maka ia berhasil menjadi salah satu yang melihat tawanya.

"Udah lama banget gak liat Alwan kayak gitu."

Gerakan Ochi yang membuka laci, sedikit terhenti. Ia menarik senyum tipis, membiarkan Nindi mendekatinya yang berinisiatif membuatkan teh hangat untuk 'tamu' tak terduga rumahnya. Tanpa aba-aba, Nindi meletakkan telapak tangannya ke dahi Ochi seolah memeriksa suhu tubuhnya.

Recallove [Tamat]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum