Dua Puluh: Nav or Alwan?

6.8K 1.3K 102
                                    

Now Playing: Baekhyun ft Soyou - Rain

***

"Pada dasarnya menunggu adalah hal tersulit yang pernah ada. Namun lebih sulit lagi ketika kita tidak mengetahui apa yang dinanti, membuat kita terjatuh akan dua pilihan. Tinggalkan atau bertahan."

***

Kabar ada anak baru di DHS, langsung menyebar begitu saja. Begitu cepat hingga mengalahkan koneksi internet rasa-rasanya. Informan berita DHS jelas cukup banyak sampai pedagang kantin ataupun satpam sekolah, langsung tau siapa nama murid baru ini. Terlalu lebay memang, tapi kedatangan murid baru apalagi di pertengahan semester jelas sedikit membingungkan ditambah fakta anak baru ini pindahan dari luar negeri.

Adhitama Elvan Syahreza. Anak pertama dari pasangan diplomat Indonesia untuk Amerika Serikat. Penyuka fotografi. Punya mantan 2. Dan baru-baru ini berduka karena kucing peliharaannya selama bertahun-tahun meninggal dunia. 

Saking tak hentinya Nindi dan Bagas membicarakannya, Alwan langsung hapal fakta-fakta yang dibeberkan satu sama lain. Berlomba-lomba memberi informasi satu sama lain, apalagi kalau bukan untuk melayani murid-murid lain yang haus akan fakta baru ini. Seingatnya, Nindi dan Bagas amat sangat rapi di barisan tapi entah bagaimana mereka langsung tau semua fakta Adhitama tepat ketika upacara selesai.

"Lo berdua bisa berhenti gak sih ngomongin anak baru itu?" keluh Alwan menurunkan tangannya yang semula luwes menggambar di atas kanvas. Seketika menyesal, mengapa ia tetap bersama kedua sahabatnya ketika Bu Myria menyuruh menggambar perkelompok 3 orang. Liat saja bukannya menggambar, keduanya justru asyik bergosip. Seolah lupa kalau guru seni mereka amat sangat menyebalkan.

"Oh iya, katanya lo sama Altair ketemu dia di TU ya? Gimana Wan, kira-kira asyik gak orangnya?" tanya Bagas antusias, tak memperdulikan keluhan sahabatnya semula. Alwan tak menjawab, kembali menggambar mengingat sketsa gambar mereka harus sudah selesai sebelum bel istirahat pertama berbunyi.

"Dih, malah dianggurin. Inilah kenapa kita males banget ngasih gosipan sama lo, cuman di denger tanpa respon." Kini giliran Nindi yang mengeluh, tak terlihat kesusahan meski salah satu tangannya di gips.

"Gue juga gak pernah minta," balas Alwan tak peduli, larut akan gambarnya. Dia menghela napas, ketika melihat sketsa gambarnya yang hampir jadi itu. Ia melirik Bu Myria yang berada di sudut lain ruang seni, dan sedang mengomel tak jelas ke salah satu temannya. Dia hendak mengangkat tangan untuk menanyakan, boleh tidak langsung diwarnai ketika sketsanya usai hingga ia teringat sesuatu.

"Minggu ini kita ke panti kan?" tanya Alwan kembali memutar badannya menghadap kedua sahabatnya itu. "Terakhir kita janji sama anak-anak bakal bawa temen kita yang lain kan?"

"Ah! Iya, gue baru inget!" Nindi berseru panik, menutup mulutnya dengan mata membulat. Dia menatap Alwan tak kalah panik. "Anak band gak bisa ke panti kalau minggu ini, selain karena gak memungkinkan untuk tampil. Kita juga mau nyari pengganti keyboardist karena Kak Intan, udah harus vakum dan fokus ujian."

"Yah, lo gimana sih? Kita udah janji loh sama mereka, soalnya terakhir kunjungan garing banget," protes Bagas kembali mengingat janji mereka untuk membawa teman-teman yang lain agar memeriahkan suasana. Apalagi ada salah satu anak panti yang sedang berulang tahun, dan mereka berjanji akan memeriahkannya ketika datang. Mereka jelas, tak bisa membuat anak-anak itu kecewa setelah menanti lama.

Recallove [Tamat]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt