Sebelas: A Piece Of Memory

9K 1.4K 93
                                    

Now playing: Chen - Hold You Tight

***

"Kenapa dilupakan? Mungkin karena lo memberi luka kepada orangnya, atau memang tidak berhak untuk selalu diingat."

***

Kegelapan menyapa Alwan, ketika ia membuka matanya. Butuh waktu beberapa saat sampai ia menyadari, bukan atap kamarnya yang sedang ia lihat. Tapi beberapa pepohonan rimbun di dekatnya. Tanpa sadar napasnya memberat, bersamaan dengan rasa pening yang terasa di kepalanya. Untuk kesekian kalinya Alwan berhadapan kembali dengan mimpi buruknya. Tidak, lebih tepatnya ingatan yang datang melalui mimpi.

Walau ini hanya mimpi, tapi Alwan seolah bisa merasakan betul rasa sakit yang terasa sekujur tubuhnya. Rasanya masih sama dengan rasa sakit yang ia ingat, meski sudah hampir 10 tahun berlalu. Peristiwa kecelakaan yang menewaskan ayahnya, dan ia masuk sebagai korban.

Dengan kaku, Alwan memutar lehernya ke arah lain saat ia merasa sebuah tarikan napas samar terdengar. Ia terdiam, menyadari bahwa ayahnya masih berada dalam mobil yang separuhnya sudah hancur. Matanya terpejam dengan darah memenuhi wajah dan tubuhnya. Tapi Alwan tau ayahnya masih berjuang di sana. Entah apa yang dipikirkan ayahnya ,hingga melemparkan ia keluar dari mobil tepat sebelum mereka berdua remuk di dalamnya. Walau itu bukan solusi yang baik pula, karena beberapa tubuh kecil Alwan mati rasa.

Kepala Alwan bergerak ke atas, menatapi pinggiran jurang di mana ia berada. Napasnya tercekat, menatap dua orang berpakaian rapi dengan warna gelap berada di atas sana. Menatapi mereka dengan datar tanpa ada niatan menolong.

Kemudian suara ledakan terdengar, berasal dari mobilnya yang langsung membakar habis badan mobil. Bersamaan pula dengan kerlap-kerlip kembang api yang memenuhi langit. Membuat Alwan seharusnya bisa melihat wajah mereka, namun tak pernah terjadi. Alwan selalu terbangun tanpa mengenali wajah-wajah itu.

"Mah?" panggil Alwan dengan suara parau tepat ketika matanya terbuka lebar. Pandangan pepohonan langsung berganti dengan atap kamarnya yang berwarna putih. "Mah?!" jerit Alwan panik.

"MAMA!"

Jeritan itu disusul dengan pintu kamar Alwan yang terbuka. Menunjukkan seorang pria dengan kemeja garis-garis memasuki kamar dengan ekspresi panik. Apalagi ketika tubuh Alwan tanpa sadar menjadi kaku, reaksi akan ketakutannya. Napas Alwan tersengal-sengal, seolah dia tak tau bagaimana caranya bernapas.

"Alwan, tenang. Disini ada Om Aldi," ucap pria itu mencoba menenangkan Alwan setelah sebelumnya menyuruh pekerja rumah Alwan mengambil tas kerjanya di ruang tengah. Dengan tenang, ia membuka laci nakas. Meraih satu buah inhaler lantas memakaikannya pada pemuda itu. "Alwan sadar nak, dengerin suara om Aldi. Keluar dari peristiwa yang alam bawah sadarmu buat."

Napas Alwan perlahan lebih tenang. Tubuhnya yang semula kaku, perlahan memelas. Tangannya terhenti terkepal, namun ekspresi datarnya lenyap. Ketakutan terlihat jelas di wajah bahkan matanya. "Om," ucap Alwan parau.

Aldi tak mengatakan apa-apa, tangannya bergerak mengusak rambut Alwan. Memberi perasaan menenangkan pada pemuda yang menjadi pasiennya ini.

Bukan hanya pasien, tapi calon anaknya.

***

"Lo ngapain sih nempelin Alwan?"

Recallove [Tamat]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ