Tiga Puluh Sembilan: a Special Thing

5.7K 1.2K 319
                                    

Now Playing: GFriend - Navillera

***

"Kenapa suka sama gue?

Ya suka aja."

***

Alwan ingat betul bagaimana hal spesialnya ini pertama kali muncul. Di sela-sela terapinya, Alwan mendapat kesempatan untuk masuk ke ruang bermain. Ruangan yang membuat dirinya penasaran setengah mati, karena hampir semua gelak tawa yang ia dengar di lantai tempat ia dirawat berasal dari sana. Pertama kalinya, Alwan kembali diajak untuk bersosialisasi setelah sekian minggu ia habiskan dengan teriakan dan berakhir tertidur.

Ketika kursi rodanya di dorong memasuki ruang bermain, Alwan disambut oleh suara gelak tawa dan celotehan yang memberisikkan indra pendengarannya. Ia sempat terperangah, menatap takjub bermacam-macam mainan yang di masukkan dalam kotak besar. Belum lagi banyak hiasan-hiasan lucu yang jelas tak dapat ia lihat di kamarnya.

Om Aldi lah yang mengalihkan atensi semua orang di ruang bermain kala itu. Suaranya ringan dan terkesan ramah hingga semua pasien anak-anak langsung berhamburan mendekatinya. Beberapa dari mereka lantas mengacungkan gambar, mainan ataupun makanan. Apapun yang bisa diberikan kepada dokter yang menjadi primadona bangsal anak itu.

Alwan menunduk, memainkan jemari mungilnya pada ujung pakaiannya. Menghindari tatapan beberapa anak yang sesekali meliriknya penasaran. Ia hampir berteriak kaget, ketika ada tangan mungil yang meletakkan sebuah robot mainan di pangkuannya. Ketika ia menaikkan pandang, ia bertemu dengan anak laki-laki yang sepertinya seumuran dengannya.

Wajah anak itu tenang, sebelum mengeluarkan lolipop dari mulut lantas memberikan senyum lebar kepada Alwan. Seolah tak memperdulikan teman-temannya yang lebih memilih mendekat pada sosok dokter Aldi. Tak juga memperdulikan tatapan aneh Alwan yang tertuju lekat pada wajah pucatnya. Di hari ke 6 Alwan baru mengetahui namanya adalah Bagas. Pasien kelainan jantung bawaan.

"Alwan, kamu gak makan dulu?" Tante Naya menahan badan putranya yang sudah mau turun dari ranjang setelah Dokter Aldi melepas perban di kepalanya. Untuk pertama kalinya Alwan terlihat tidak sabaran untuk kembali ke ruang bermain. Ia sudah tak sabar membawa sekotak besar mainan robotan yang baru diberikan Dokter Aldi, untuk ditunjukkan pada Bagas.

"Gak bisa sambil main Mah?" tanya Alwan memasang wajah memohon. Ekspresi yang berhasil membuat sang Mama tersentak. Merasa senang bisa kembali melihat ekspresi berbeda dari Alwan, setelah apa yang terjadi pada mereka.

Belum sempat Naya menjawab, suara ketukan di pintu berhasil mengalihkan atensi ketiganya. Terlihat dari kaca rendah ada sekelebat kepala menyembul. Setelah diberi izin, Bagas membuka lebar pintu kamar Alwan. Sedikit kaget mendapati Alwan tidak sendirian, ia lantas menyapa mereka dengan senyuman di wajah.

Alwan baru saja hendak membalas sapaan Bagas, tiba-tiba ia merasa dirinya ditarik oleh sesuatu. Sekejap kemudian, yang ia lihat bukan lagi kamar rawatnya. Ia mengernyitkan dahi ketika menyadari ia berdiri di ujung koridor. Banyak orang yang mengenakan pakaian hitam, dan beberapa menangis tersedu-sedu. Ada nama Bagas yang samar-samar diucapkan lirih oleh orang-orang yang menangis itu.

Ia semakin dibuat kaget, saat tiba-tiba Om Aldi lewat dengan ia dalam gendongan. Ia jelas paham apa yang terjadi di depannya, namun ketika ia baru mau melihat foto pada papan di depan ruangan. Sesuatu kembali menariknya, mengembalikannya pada kondisi sekarang. Sekejap mata ia kembali melihat kamar rawatnya, dengan Bagas yang berusaha menaiki tempat tidurnya.

"Wah besar banget robot nya!" Bagas berseru girang, memegang kotak besar di pangkuan Alwan. Matanya berbinar penuh rasa penasaran dan takjub. "Ini yang kamu bilang hadiah itu?" tanyanya kini menatap Alwan dengan mata bulatnya.

Recallove [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang