Empat Puluh : Boy Friend or Boyfriend?

6.2K 1.2K 335
                                    

Now Playing: Cool - Aloha

***

"Mulai hari ini, kita pacaran."

***

Kalau dipikir-pikir pasti ada alasan mengapa Alwan selalu berhasil menempati puncak. Baik itu disekolah ataupun perlombaan di luar, Alwan selalu bisa membawa dirinya menjadi sosok yang tak terkalahkan. Ia jenius, semuanya tau hal itu. Namun jenius saja jelas tak cukup untuk memenangkan banyak lomba. Harus ada ketenangan agar apa yang dipersiapkan tidak hilang dalam ingatan.

Kemampuan spesial Alwan, bisa dibilang 'senjata' rahasia mengapa Alwan tidak terkalahkan. Ia sering kali tahu terlebih dahulu akan hasil dari perlombaan. Jika hasilnya menang, ia akan lebih tenang lagi dalam perlombaan. Jika tidak pun, ia sudah mempersiapkan diri akan kekalahan sehingga seburuk-buruknya hasil. Alwan masih bisa meraih peringkat kedua.

Sayangnya baik Tama ataupun Bagas melupakan fakta yang satu ini. Rencana mereka untuk membakar 'api' cemburu di dalam diri Alwan terbongkar terlalu cepat. Coba saja ada Nindi, mungkin mereka bisa mengutarakan alasan-alasan bodoh yang menjadi keahlian gadis itu. Tidak terjebak di depan Alwan yang diam seribu bahasa, namun berhasil membuat keduanya merinding sendiri.

Diamnya Alwan selalu punya makna ganda. Ambigu, tidak menggambarkan jelas apa yang ada di dalam pikirannya. Terkadang diamnya itu bisa saja berarti baik, namun bisa juga berarti buruk. Benar-benar buruk.

"Sebenarnya tanpa kalian bikin gue cemburu, gue udah sadar kok sama perasaan sendiri." Alwan memulai pembicaraan, bersikap seolah tak acuh dengan fokus pada ponselnya. "Emang gak keliatan ya, gue lagi deketin dia?"

"Enggak." Bagas yang pertama kali menjawab, tak lagi terlihat takut. Ia lantas tersenyum kecil, memajukan badannya sedikit ke arah Alwan. "Ya gue akuin lo sama dia terlihat lebih dekat. Ya kayak teman biasa jatuhnya, gak keliatan kayak lo berdua jatuh cinta sama gue."

Ucapan Bagas, dibalas anggukan setuju oleh Tama. Pemuda itu mencomot keripik kentang milik Alwan lantas berekspresi seolah ia pakar 'cinta' sejati. "Cara pendekatan lo tuh mendadak, gak ada kesan romantisnya. Masa nembak di  dapur, ada gue lagi. Romantis dikit dong Wan!"

"Gak usah sok nasehatin gue, kalau lo aja masih suka kesusahan ngadepin gebetan lo." Ucapan Alwan berhasil menusuk Tama tepat pada egonya. Pemuda itu terbatuk, lantas memaki pelan pada sosok sahabatnya. Baru saja ia mau membalas, matanya tanpa sengaja menatap sosok Sesil yang baru saja memasuki kantin bersama beberapa temannya.

"Gue duluan, doi gue datang." Tama berucap heboh meneguk habis minumannya, sebelum bergegas pergi dengan wajah berbunga-bunga. Menghampiri Sesil, gebetannya dari kelas Altair.

"Sebenarnya gue setuju sama ucapan Tama." Bagas berucap, mengalihkan pandangan Alwan kembali padanya. Cowok itu meraih bungkusan lain keripik ubi, lantas mengunyahnya pelan. "Lo digantung sama Ochi kan? Coba lo tembak dia sekali lagi, tapi lebih romantis gitu."

"Kayaknya Ochi bukan tipikal cewek yang suka hal-hal romantis deh," balas Alwan mengingat-ingat bahwa Ochi cenderung merasa geli sendiri melihat hal romantis di depannya.

"Yaudah, coba lo pikiran aja deh. Santai aja Wan, waktu lo sama Ochi banyak kok."

"Ya, tapi ada sesuatu yang harus gue kejar sekarang."

***

Ochi menatap takjub kafe yang ada di depannya. Bau khas roti menguar, dan berhasil membuat perutnya keroncongan mendadak. Rasa-rasanya ia tidak menyesal diajak Alwan pergi cukup jauh dari area rumahnya, meski ia hanya ingin pulang dan tidur. Ujian yang berada di depan mata, benar-benar membuatnya belajar keras. Setidaknya ia harus keluar dari lingkaran, peringkat terakhir yang biasa menghantuinya.

Recallove [Tamat]Where stories live. Discover now