Empat Puluh Satu: All For You

5.8K 1.2K 224
                                    

Now Playing: OST Reply 1997 ver - All For You

***

" Akan kupastikan, apapun yang terjadi nanti takkan ada yang mengakhiri kisah kita."

***

Berubah, Ochi paham betul seberapa banyak Alwan berubah dari kali pertama mereka bertemu lagi. Rasanya pemuda itu kembali terasa akrab disisinya. Tak ada perasaan asing yang sempat menggerogotinya di kala pertama kedua manik mereka bertemu. Tak ada lagi dingin dalam setiap kerjap matanya, tak ada lagi senyum pedih yang selalu terselip dalam senyumnya. Alwan berubah menjadi lebih cerah.


Seolah ada beban yang terangkat dari pundaknya, Alwan mulai mengejar kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Mencoba berdamai pada rasa bersalahnya akan sang ayah yang takkan pernah hilang. Mencoba membahagiakan kembali ibunya yang paling terkasih melalui hal-hal kecil. Mencoba meraih kebahagiaan-kebahagiaan lain yang sempat ia lewatkan, dengan Ochi yang senantiasa mengenggamnya.

Setidaknya Alwan menyadari. Kalaupun dia akan terjatuh oleh kejamnya dunia, akan ada 4 pasang tangan yang sigap untuk menariknya berdiri kembali. Namun akan ada sepasang tangan yang akan terus ia genggam, ia sayangi, dan pastikan takkan terlepas dari genggamannya lagi.

Ochi tak ingat, kapan terakhir kali hatinya menghangat hanya karena seorang laki-laki. Ia juga tak ingat kapan terakhir kali ia merasa disayang sedemikian rupa, dengan tangan yang menggengamnya sedemikian erat. Ia juga tak ingat, kapan anak kecil yang selalu membuatnya kebingungan akan diamnya kini menjadi penyebab hatinya menghangat. Merasa disayang hanya dengan gerak-gerik sederhananya.

Tangan Ochi perlahan terangkat, menyentuh beberapa helai rambutnya dengan senyum perlahan melebar. Kembali ingat bagaimana Alwan mengusak rambutnya setelah mengantarkannya pulang. Mengingat bahwa mulai hari ini, mereka sama-sama melewati garis tipis bernama pertemanan itu.

"Jadi lo berdua beneran jadian?"

Ochi hampir melemparkan barang terdekat ke asal suara yang memecahnya dari lamunan. Ia memutar kursi, lantas mengernyitkan dahi menemukan Tama yang berdiri di ambang pintu kamar dengan senyum miring. Sepupunya itu langsung mendudukkan diri di atas kasur, setelah meletakkan sepiring cheese cake di meja belajar. Tak memperdulikan protes Ochi karena seenaknya makan di atas kasurnya.

"Lo ngapain disini sih?" tanya Ochi kesal, menyuap sepotong besar kue ke dalam mulutnya. "Ganggu orang aja."

"Gangguin lo mikirin Alwan?" ejek Tama yang berhasil dibalas tatapan tajam oleh Ochi. Pemuda itu terkekeh pelan, lantas melahap kuenya kembali. Dari sepasang matanya, jelas ada tanya yang ragu-ragu untuk diucap. "Lo beneran gak jadi ikut audisi?"

Kunyahan Ochi sontak terhenti, ragu yang belakangan ini ia sembunyikan perlahan terlihat dari kedua bola matanya. Separuh hatinya tak ingin melewatkan pernikahan tante kesayangannya, namun separuh hatinya juga tak ingin melewatkan kesempatan emas di depan mata. Belajar untuk ujian akhir semester, adalah cara terbaiknya untuk melupakan permasalahan ini. Mencoba meredam keinginannya untuk ikut.

Ochi tak bisa menampik, ada malam-malam dimana ia berakhir tak tidur. Dihabiskan waktunya memandangi amplop di tangan, belum lagi layar ponsel yang menunjukkan profil perusahaan yang menawarinya kesempatan emas ini. Di lain malam, kadang Ochi mendapati dirinya menonton berbagai video belajar bahasa korea. Pikirannya memang menolak tawaran itu, namun tidak dengan hatinya.

"Ikut aja, Tante Naya pasti paham kalau lo gak ada di pernikahannya nanti." Tama berucap tenang, jelas berusaha memposisikan diri sebagai sepupu Ochi. Bertahun-tahun ia selalu di sisi Ochi, dalam tawa atau tangisnya. Memposisikan diri sebagai sahabat bahkan kakak untuk Ochi. Mungkin jika ditanya siapa orang yang paling mengenal Ochi, Tama akan percaya diri menjawab ialah orangnya.

Recallove [Tamat]Where stories live. Discover now