Empat: Ichi Ocha

9.2K 1.7K 132
                                    

Now Playing: Up10tion- Candyland

***

"Kenapa sih gue punya temen gak normal semua?"

***

"Wan kayaknya gue hamil deh."

"Hah? Enggak mungkin lah."

"Seriusan Wan, dari semalam ini gue muntah terus. Badan gue lemes, kepala-"

Alwan yang semula fokus dengan tugas kimia di depannya menghela nafas, membanting pelan pulpennya ke atas meja. Tatapan matanya menajam ke arah Bagas yang berpura-pura lesu di sampingnya. "Gas, lo cowok."

"Tapi serius Wan, sekarang gue ngidam mangga depan rumah lo juga. Belum lagi daritadi gue mual," elak Bagas mengerjapkan matanya polos. Rasanya kalau tak mengingat guru yang sedang duduk di depan, mungkin Alwan sudah menendang sahabatnya itu hingga terjatuh dari kursi.

"Gas, lo palingan cuman keracunan mie kadaluarsa." Nindi yang duduk di depan mereka, membalikkan badan. Tak tahan juga akan celetukan bodoh yang selalu dikeluarkan sahabatnya itu. Bahkan ia mendaratkan satu pukulan keras menggunakan pulpen ke kepala Bagas.

"Mending lo keluar paskib deh. Sering kena panas, jadi otak lo ikutan nguap," komentar Alwan pedas yang dibalas Bagas dengan desisan.

"Lo tadi diomongin anak IPS loh," ujar Nindi memberitahukan, memutar tubuhnya ke belakang seraya membawa buku tulis kimianya. Memulai acara gosip meski tau, kedua sahabatnya tak pernah tertarik. "Katanya lo pernah mojok sama Ochi anak cheers ya?"

"Hah? Ochi? Siapa tuh? Kok gue gak kenal anak cheers yang namanya itu?" Bagas berseru kebingungan, pasalnya dia tuh social butterfly DHS. Dekat sama siapa saja, apalagi anak cheers yang memang kebanyakan terkenal.

"Ituloh Gas, yang kalau tim cheers selalu bagian ngangkat orang. Yang rada berisi dibanding anak cheers," seru Nindi khas seperti penggosip ulung. "Yang suka dikeluhin Devina ke orang-orang."

"Emangnya kenapa dia di keluhin?"

Pertanyaan dari seorang Alwan, sontak membuat Nindi dan Bagas menatap cowok itu kaget. Terutama Nindi yang awalnya mengira kabar yang ia dapat dari anak IPS tadi, hanyalah hoaks belaka. Tapi, melihat reaksi dari seorang Alwan sepertinya dia benar.

"Lo tau kan kalau anak cheers tuh tiap mau perform pasti diet ketat? Nah si Ochi ini badannya sedikit lebih berat dibanding yang lain, jadi selalu dapat bagian yang ngangkat dan nangkap orang gitu. Padahal dia sama Yona berperan aktif bikin koreo. Tapi ya gitu, suka ngelanggar diet. Jadi berat terus, makanya anak cheers suka protes."

"Gue sebagai penyuka makanan, kadang kasihan melihat orang dilarang makan seperti itu." Bagas berucap prihatin, meraih pulpennya dan mulai mengerjakan.

Sementara itu Alwan dibuat terdiam, dia memainkan pulpen di jemarinya beberapa kali. Ia menghela napas, kini mengacak rambutnya frustasi. Bisa gak sih, otaknya berhenti mikirin hal lain selain pelajaran?

Menyebalkan.

***

"Duh laper."

Ochi bergumam pelan, bersandar pada salah satu pilar di dekat ruang cheers. Hujan yang mengguyur Jakarta sore itu semakin membuat perutnya keroncongan minta ampun. Sudah 2 hari ini, anak-anak cheers menjaga ketat pola makannya. Mulai dari selalu mengecek bekal yang ia bawa, hingga mengawasi apa saja yang masuk ke dalam mulut gadis itu. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Devina. Entahlah, setiap jadwal 'diet ketat' Devina selalu paling banyak mengeluh soal berat badannya. Sesuatu yang bahkan pelatih mereka saja, tak terlalu dipedulikan. Rasanya Ochi mau mundur aja jadi anggota cheers.

"Belum pulang?"

Suara berat yang menyapanya itu, sukses membuat Ochi terpekik kaget. Ia menolehkan kepalanya mendapati Alwan yang bersandar pada pintu ruang debat yang memang bersebelahan dengan ruang cheers. Merasa tak yakin, kalau ia yang diajak bicara Ochi menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun hasilnya nihil tak ada orang sepanjang koridor tempat dimana ruangan para ekskul berada.

"Gue ngomong sama lo," ucap Alwan berjalan mendekat. Menatap lurus kearah tetesan air hujan yang tak henti mengalir deras. Menikmati suasana tenang dan segar yang selalu menenangkannya itu. "Kenapa belum pulang?"

"Tadi ada rapat cheers bentar," jawab Ochi singkat meremat jaket abu-abu yang sedang dikenakannya. Sedikit tidak nyaman akan kehadiran cowok yang bisa dibilang tak ia kenal itu. Walau faktanya siapa anak DHS yang tak mengenal cowok yang dijadikan panutan seluruh guru untuk murid-muridnya. "Waktu itu kenapa lo nangis liat gue? Saking jeleknya gue ya? Hahaha."

Alwan mengangkat sebelah alisnya bingung, merasa aneh karena Ochi menjelekkan dirinya sendiri sembari tertawa. Ia memilih diam, tak menjawab pertanyaan perempuan itu. Membuka kantong plastik berisi 2 botol teh ichi ocha dalam genggamannya. "Mau?"

"Eh, lo gak mau bius gue kan?"

Pertanyaan yang entah kelewat polos atau bodoh itu membuat Alwan berdecak, heran kenapa spesies sejenis kedua sahabatnya itu sangat banyak. "Yaudah kalau gak-"

"Mau kok mau, haus soalnya."

Dengan cepat Ochi meraih botoh teh yang diulurkan Alwan. Menempelkan botol dingin itu ke pipinya. Sebuah kebiasaan kecil Ochi. "Lo belum jawab pertanyaan gue tadi loh,"

"Memangnya kalau gue bilang alasannya lo bakal percaya?" tanya Alwan balik dengan tenang. "Yakin otak lo nyampe?"

Merasa tersindir akan ucapan Alwan, Ochi menoleh cepat. Matanya membulat dengan bibir mengerucut lucu. "Dih, emang gue sebego apa-"

Ucapan Ochi terhenti ketika Alwan dengan cepat mengatupkan kedua bibir Ochi menggunakan tangannya. Cowok itu mendengus, menatap Ochi penuh ejekan. "Orchidia Alena, peringkat 3 dari belakang sejurusan IPS dan peringkat ke 5 dari belakang secara keseluruhan." Ujarnya seraya melepaskan tangannya.

"Cih mentang-mentang juara umum. Orang pinter emang udah pasti sombong ya?"

"Gue gak sombong, tapi itu faktanya." Alwan menunjukkan senyum miringnya, menegak sedikit tehnya. Ponselnya yang bergetar, menandakan ada pesan masuk membuatnya terdiam sejenak. Pesan dari pembina ekskulnya yang sudah berada di auditorium. "Duluan ya, gue mau ada rapat."

"Eh, tunggu. Lo belum cerita ya ke gue," tahan Ochi karena rasa penasaran yang terus melingkupinya selama beberapa hari ini. "Kenapa lo nangis ketika lihat gue?"

"Suatu saat gue bakal cerita," ucap Alwan tenang menatap lekat mata Ochi beberapa saat. Setelahnya entah apa yang lucu, tapi cowok itu tiba terkekeh geli. Menimbulkan kerutan di dahi Ochi yang mengerut kebingungan. "Hati-hati jangan sampai kepleset di halte, malu-maluin."

Setelah berucap seperti itu Alwan beranjak pergi. Meninggalkan Ochi yang ternganga akan ucapan cowok itu. Dia berdecih, semakin mengukuhkan bahwa cowok yang dieluk-elukan satu sekolahnya itu tidak normal. Bahkan otak liarnya berpikir bahwa kecerdasan Alwan yang diluar batas, salah satu bentuk ketidaknormalannya.

Sejak kapan sih cowok pintar dan panutan tuh menjelma kayak sosok aneh seperti Alwan?

***

a/n: Halo semua ketemu aku lagi di senin malam yang kian kelabu :V. Apa kabar semuanya? Pasti baik-baik aja kan? Udah bahagia belum? Ayo-ayo cari kebahagiaannya ya, soalnya itu penting banget buat jalanin hari-hari :v

Aku sengaja buat cerita Recallove ini sedikit santai karena rencananya konfliknya gak bakal terlalu berat. Aku lebih suka nulis hal-hal yang ringan, dan familiar di lingkungan kalian. Jadi jangan protes ya, kalau ceritanya rada lambat. Santai aja kita sayang,hehehe

*p.s: Kalau kamu mau tau kisahku yang lain bisa cek di akun (Athiyah_29 ) atau kalau mau kehidupan real life ku bisa cek akun ig (@aath_onge).

*p.s.s: Cerita Guess My Feeling udah update loh hari jumat kemarin. Udah baca chapt penyelesaiannya? Nanti akan ada beberapa tokoh muncul disini juga loh


Recallove [Tamat]Where stories live. Discover now