Dua Puluh Satu: Help Me

7.3K 1.3K 120
                                    

Now Playing: Big Mama - Forsake

***

"Ibu berkata: 'Seseorang yang menganggapmu berharga, takkan pernah membuat dirinya berada di posisi untuk kehilanganmu.'

Kemudian aku kehilanganmu karena paksaan semesta. Apa itu tetap sama?"

***

"Kami tunggu di mobil aja Pi."

Hanan yang baru saja keluar dari dalam mobil, langsung menoleh ke arah kedua kakaknya itu. Memberi isyarat tak setuju membiarkan dirinya saja yang menemani sang ayah. Tapi, Illio dan Rayna jelas takkan mendengar Hanan.

Sadar kalau anaknya gugup, Aldi mengacak rambut Hanan sesaat lantas menyodorkan buket bunga lili putih ke dalam pelukannya. "Pegang erat-erat, jangan sampai jatuh," pesan Aldi mulai melangkah memasuki area pemakaman. Langkahnya lebar-lebar, mengejar waktu dengan langit yang jelas ingin menumpahkan isinya. Meski ia sudah membawa sebuah payung dalam genggaman.

Hari ini, Aldi memutuskan mengajak anaknya mengunjungi pemakaman sahabat baiknya. Indra. Sekaligus mengingatkan putranya akan sosok paman yang selalu bermain dengannya saat kecil dan tak pernah ia ceritakan perihal kepergiannya. Kepergian Indra jelas kesedihan untuk siapa pun, sosok itu terlalu baik kepada siapapun. Malang, kebaikannya tak membuat semesta lantas beramah tamah pada hidupnya.

"Kamu inget Om Indra gak sih?" tanya Aldi seraya menapaki jalan penuh kehati-hatian, tidak ingin menginjak makam orang lain tanpa sengaja. Salah satu tangannya menggengam tangan Hanan begitu kuat, seolah menjaga anaknya yang sudah kelas 10 itu untuk tidak berjarak cukup jauh darinya. Meski badan Hanan cukup besar untuk anak seusianya, di samping ayahnya dia tetap terlihat kecil.

"Kata Mama Alda, sering ngirimin aku hadiah tiap ulang tahun." Hanan menjawab, samar-samar teringat seorang laki-laki yang sering berkunjung ke rumahnya dengan bingkisan besar. Terkadang sendirian atau berdua dengan istrinya, yang sekarang akan menjadi ibu barunya.

Mendengar nama kakak iparnya, Aldi diam-diam tersenyum kecil. Sedikit senang karena kakak iparnya itu sedikit memberi pengetahuan soal Indra kepada Hanan sebelum mereka berkunjung seperti ini. Walau dia tau, Hanan jelas mengingat sosok sahabatnya samar-samar. 

Langkah Aldi terhenti ketika dia tepat berjarak beberapa makam dari makam sang sahabat. Perasaan dingin langsung melingkupinya ketika matanya bersitatap dengan salah satu pelayat makam Indra. Kakak pertama Indra. Seolah tak cukup memberinya tatapan tajam, sosok itu menepuk pundak seorang wanita tua yang awalnya tak henti mengelus nisan. Nyonya besar keluarga Kusuma, ibu dari Indra.

"Beraninya kamu mengunjungi makam anak saya,"ucapnya dingin setelah berdiri tegak dibantu kedua anaknya. Matanya sarat akan ketidaksukaan. "Mau apa kamu? Meminta izin untuk menggantikan posisinya di keluarga kecilnya?"

Aldi tak menjawab, dia hanya memasang senyum menyapa meski menyadari anaknya menatapnya penasaran. Tak mengerti akan apa yang terjadi. "Senang bisa bertemu dengan kalian, keluarga dari Indra sendiri."

"Tidak tau diri sekali kakak ipar, kita tidak menerima kekasihnya. Lantas menyuruhnya mendatangi makam kakak." Salah seorang perempuan, yang Aldi yakini adik dari Indra menyahut. Seingat Aldi keluarga Indra adalah sosok keluarga yang sudah lama berjaya dalam kekuasaan bisnis. Etika dan segala sopan santun ditekankan jelas pada setiap darah mereka. Tapi bagaimana bisa mereka memulai pertikaian di depan makam Indra yang baru saja mereka doakan?

Recallove [Tamat]Where stories live. Discover now