Tiga Puluh Dua: Bukan Hanya

5.6K 1.2K 172
                                    

Now Playing: Pelukku Untuk Pelikmu - Fiersa Besari

***

"Kamu menghancurkan aku. Menghancurkan semua yang aku cintai, dan sekarang aku akan memperlihatkan kepadamu bagaimana duniamu akan berubah. Menjadi suatu dunia, yang bahkan akan kau sesali hidup di dalamnya."

***

Ochi menghela napas, lantas berpandangan dengan Tama yang sama terdiamnya. Mereka menatap lurus ke satu arah, ke Alwan yang masih bungkam di depan jendela besar. Pemuda itu menolak di dekati siapapun, bahkan dengan sang Mama. Meski begitu, tetap saja keduanya memilih untuk tetap di lantai 2. Selain menjaga Alwan takut-takut melakukan hal aneh, mereka enggan melihat kekacauan di lantai bawah. Kekacauan yang bukan karena tindakan fisik melainkan mental.

Tepat setelah Alwan menghajar Dikta yang jelas membuat semuanya terkesiap, Aldi dengan cepat mengambil alih. Alwan memang tak mengatakan apapun apa yang ia lihat selama terdiam tadi, namun dari reaksinya siapapun akan tau bahwa Dikta juga terlibat. Seseorang yang mungkin akan paling minim dicurigai terlibat pula. Paman yang amat sangat dipercaya Alwan dari anggota keluarga lain dari pihak ayahnya. Nyatanya, takdir begitu kejam untuk menyembunyikan tindakan kejam Dikta dalam topeng baiknya.

Tak lama beberapa polisi datang, berhasil membuat Nyonya Kusuma hampir pingsan melihat kedua putranya digiring masuk ke mobil polisi. Sementara itu, Ina hanya bisa terduduk masih kaget akan apa yang ia ketahui. Benar-benar tak menyangka bahwa kedua kakaknya lah yang menghabisi nyawa saudara mereka sendiri, lantas menudingnya ke Naya.

"Gue angkat telpon dulu ya," pamit Tama setelah ponselnya bergetar, menunjukkan panggilan masuk dari ayahnya. Ia menghela napas, menepuk pundak Ochi seolah menyuruhnya untuk segera mendekati Alwan. Tindakan yang  hanya dibalas anggukan ragu-ragu dari Ochi.


Ketika Tama berbalik menjauh, Alwan membalikkan badan menatap Ochi sekilas dengan tatapan datar. Jenis tatapan yang pertama kali pemuda itu perlihatkan semenjak mereka menyadari mereka adalah sahabat kecil. Pemuda itu tak mengatakan apa-apa, melirik sekilas lantas menghela napas berat dan kembali menatap ke luar. Tindakan yang membuat Ochi mau tak mau mendekat.

"Kenapa?" tanya Ochi setelah dirinya berhasil mendekat, Alwan tak lagi menolak secara defensif. Namun Ochi menyadari masih ada sisa sisa kemarahan di dasar hati Alwan. "Lo hebat hari ini, udah berhasil mengungkap kematian ayah lo. Sekarang kita tau, kecelakaan itu kesalahan siapa."

Alwan tak menjawab, membiarkan Ochi mengusak rambutnya pelan.Helaan napas kembali keluar dari celah bibirnya, tangannya mendadak mengepal seolah luapan emosi itu kembali namun berusaha keras ditahan Alwan.

"Boleh lihat luka lo dari kecelakaan itu gak?"

Pertanyaan Ochi berhasil membuat Alwan mengalihkan atensi. "Luka?" tanyanya tak paham akan maksud perkataan Ochi. Sahabatnya itu mengangguk, semakin membuat dahi Alwan berkerut bingung. "Tapi, kenapa?"

"Gue mau lihat berapa kali lo butuh kami, tapi kami tidak ada disana." Ochi menarik senyum miris, berhasil membuat Alwan terdiam. Pemuda itu menegakkan badan berhadapan dengan Ochi, ragu-ragu tangannya terangkat ke poni yang selama ini menutupi keningnya.

"Gue cuman bisa ngelihatin- Eh, kenapa nangis?"

Alwan panik, ketika Ochi mendadak meneteskan air mata ketika melihat lukanya. Lantas luka panjang yang tergurat jelas di kening Alwan kembali tertutup poninya. Ochi menggeleng, seolah memberi tanda bahwa ia baik-baik saja ketika menyadari tatapan kebingungan Alwan. Ia hanya merasa sedih, teringat bagaimana kondisi Alwan setelah kecelakaan itu. Terbaring di ranjang rumah sakit, dengan kondisi yang teramat parah.

Recallove [Tamat]Where stories live. Discover now