24. Penipu!

21 4 0
                                    

Aku melirik jam dinding sebentar. Sudah lima belas menit berlalu setelah bel pulang berbunyi. Aku berdiri dari dudukku. Iya, aku memutuskan untuk menemui Yoga.

"Mak, kamu beneran mau ke sana? Kalo dia bohong lagi gimana?" tanya Ani.

"Iya Mak, kalo dia enggak dateng gimana?" tanya Meli.

"Ya, aku pulang," jawabku.

"Naik apa?"

"Jalan kaki,"

"Kita enggak ngizinin. Kamu enggak boleh kecapean," ucap Ani.

"Kita nunggu kamu di kantin depan. Kita kasih waktu tiga puluh menit. Kalo dia enggak dateng, kamu harus pulang," tambah Meli.

Aku mengangguk lalu kami berpisah. Aku berjalan cepat menuju rooftop yang letaknya agak jauh dari kelasku. Iya, Yoga meminta bertemu lima belas menit setelah bel pulang sekolah di rooftop.

Aku membuka pintu rooftop. Sepi. Hanya ada kursi kursi lebihan yang tertumpuk. Aku duduk di salah satu kursi yang terpisah. Tiga puluh menit. Hanya tiga puluh menit tidak lebih tidak kurang. Oke, ayo menunggu.

Aku menunggu bukan karena aku bodoh. Tapi, barangkali dia benar-benar ingin mengatakan sesuatu yang penting.

Dua puluh lima menit berlalu. Lima menit lagi.

Dua puluh enam....

Tujuh....

Delapan....

Sembilan....

Dan tiga puluh menit. Tetap tidak ada yang datang. Apa dia lupa? Tidak mungkin. Dia menelepon Meli lima menit sebelum bel pulang untuk mengingatkan agar aku tidak lupa. Lalu? Sekarang?

'Kriett'

Aku menoleh ke arah pintu. Berharap itu adalah Yoga. Tapi ternyata bukan.

"Ayo pulang, Mak!" perintah Ani.

"Ada saudara kamu yang jemput," tambah Meli.

Aku mengangguk lalu berdiri dan berjalan di belakang mereka. Sejenak menoleh ke belakang, ke arah kursi-kursi yang berantakan. Lalu kembali berjalan setelah menutup pintu rooftop.

#

'Anehnya bukan rasa marah yang aku rasakan. Aku malah merasa khawatir padamu, Ga. Kamu ke mana? Apa kamu baik-baik saja?'

My Beloved Brother |tamat|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang