20. Cuma Kangen.

19 4 0
                                    

Bel pulang sekolah yang sedari tadi aku tunggu kini berdering. Sorak ramai sekelompok murid mulai terdengar. Aku bergegas dari tempat dudukku menuju keluar kelas.

"Aku duluan, ya!" pamitku pada Meli dan Ani. Mereka mengangguk sambil tersenyum. Aku pun berjalan pergi meninggalkan kelas.

Aku menunggu jemputan. Hampir dua puluh menit aku menunggu, akhirnya Kakakku datang dengan tampang tak berdosanya setelah membuat Adiknya menunggu. Aku memang tidak suka menunggu terlalu lama. Aku naik ke atas motor lalu motorpun melaju dengan kecepatan rata-rata. Aku tak mendengarkan suara Kakakku yang sepanjang jalan tak berhenti berbicara.

Setelah sampai di rumah, aku langsung masuk ke kamar. Karena memang rumah sedang sepi. Orang tua ku pasti belum pulang. Iya, mereka berdua sedang jalan-jalan di mall tanpa mengajak kedua anaknya. Biarkanlah mereka merasa masih berpacaran.

'Tingg'

Aku menoleh ke arah ponsel yang tengah dicharger di atas meja belajar. Sial! Pasti aku lupa untuk mematikan data. Ah, entah tinggal berapa paketan data yang ku punya sekarang. RIP untuk paketan dataku yang terbuang sia-sia selama tujuh jam ini.

Aku melepas kabel data dari ponselku lalu segera membuka aplikasi Whats**p. Aku sedikit terkejut melihat list chat paling atas adalah Yoga. Dengan ragu aku membuka pesan darinya.

Yogaa

Asalamu'alaikum

Wa'alaikumsallam. Kenapa, Kak?

Baru pulang?

Iya, Kak. Kenapa? Ada apa?

Ga papa, cuma kangen.

Aku tersenyum. Rasanya ada kupu-kupu terbang di hatiku, seolah membuatku lupa akan luka dan kecewa yang dulu Yoga berikan. Aku membalas pesannya dengan bahagia seakan melupakkan kenyataan tentang mana nomor Yoga yang asli.

#

'Kau selalu saja bisa membuatku bingung. Lihat? Bahkan sekarang kau lupa bahwa kau mengirimiku pesan lewat nomor Yoga yang baru bukan nomor yang dulu pernah ada di list kontakku dan dengan gampang mengatakan kata kangen, seakan mengakui bahwa kau adalah Yoga yang dulu.'

My Beloved Brother |tamat|حيث تعيش القصص. اكتشف الآن