4. Dia Tersenyum.

39 10 0
                                    

Aku turun dari motor lalu berjalan masuk ke sekolah. Ya, aku diantar.

Bukan diantar oleh Yoga.

Tapi oleh saudaraku.

Aku berjalan menuju kelas. Di perjalanan, aku bertemu Yoga.

Iya, Yoga. Pria yang beberapa hari terakhir ini membuatku tak fokus pada pelajaran.

Dia tersenyum padaku. Aku takut kalau aku salah tangkap. Jadi, aku tak membalas senyumnya. Aku segera berlalu menuju kelas.

Kenapa aku harus bertemu dengannya pagi-pagi begini? Itu membuatku berdebar.

"Raa, tungguin!" aku menghentikan langkahku, yap sudah ku duga bahwa yang memanggilku adalah Meli.

"Kamu chatan sama Yoga?" tanyannya penasaran.

"Hmm," jawabku.

"Gimana perkembangannya?" tanyanya lagi dengan wajah minta ditonjok.

"Perkembangan apa coba?" tanyaku malas.

"Ya perkembangan hubungan kamu sama Yoga lah," ucapnya antusias.

"Jangan keras-keras!"

Meli tersenyum kikuk.

"Dia nyogok kamu pake apa sih sampe sampe kamu ngasih nomor aku ke dia? Jangan bilang dia nyogok kamu pake bolpoin satu pack?" tanyaku curiga padanya.

"Yee, emangnya aku itu Glen sama Rian di cerita Mariposa apa?" tanyanya.

"Aku kan baik hati dan tidak sombong, jadi aku kasih deh nomor kamu ke Yoga. Seneng ngga chatan sama dia?" sambungnya.

"Apaansih biasa aja tau!" jawabku kesal.

"Kok kamu ngga seneng sih?" tanyanya khawatir.

"Lain kali kalo ada yang minta nomor aku kamu tanya dulu ke aku boleh ngga," omelku padanya.

"Iya iya, maaf ya."

"Hmm, iya ngga papa."

#

Jika saja aku tau itu adalah senyuman pertama dan terakhirmu untukku, pasti aku akan membalasnya.

Aku menyesal tidak membalasnya.

Karena sampai detik ini, kamu masih tidak menunjukkan senyum itu padaku lagi.

My Beloved Brother |tamat|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang