EMPAT PULUH TIGA

96 8 0
                                    

Hari demi hari berganti, Ria kali ini sudah berteman baik di kelasnya. Berita tentang Siska dikeluarkan karena penyekapan terhadap Ria dan ulah Siska yang memfitnah Ria sejak kelas sepuluh yang berimbas Ria tidak bisa memiliki teman sudah terdengar. Ria pun senang karena pada akhirnya teman sekelasnya mulai menganggapnya. Begitu pula Ranti dan Ayu, teman setendanya dulu merasa simpati terhadap Ria. Ria pun mulai berbaur dengan teman sekelasnya dan mereka langsung menilai jika Ria orang yang baik. Bahkan tak jarang Ria membuat lelucon dan membuat mereka yang bergabung tertawa bersama. Ria tersenyum karena hal itu. Setidaknya dia dapat mengobati hatinya yang galau karena Pandu.

Saat jam pelajaran berlangsung, kelas Ria dibentuk beberapa kelompok yang ditugaskan untuk melakukan pengamatan diluar kelas untuk pelajaran biologi. Setelah sudah terbentuk mereka keluar kelas. Di kelompok Ria beranggotakan 4 orang, Rani, Andi, Bagas dan Ria sendiri. Kali ini Bagas mengajak mereka melakukan penelitian di pinggir lapangan basket sambil memperhatikan tanaman yang ada disana. Ria yang kurang hati-hati membuat jarinya terkena duri tanaman yang ada disana. Sontak Bagas yang saat itu didekatnya langsung memegang jari Ria yang sedikit mengeluarkan darah dan segera mengelapnya. Ria berterima kasih untuk hal itu. Tanpa sepengetahuan Ria, ada Pandu dan teman sekelasnya yang sedang dilapangan basket karena jam pelajaran olahraga. Entah kenapa emosinya muncul begitu saja dan langsung melempar kasar bola yang ia pegang. Hal itu mengundang kemarahan Pak Bani selaku guru olahraga.

Kebersamaan Ria tak cukup sampai disitu, dia mengajak teman-temannya makan dikantin dan Ria yang mentraktirnya. Mereka mengambil meja yang berada di sudut kantin dan menggabungkan dua meja. Alhasil ada sekitar 10 orang lebih yang mengelilingi meja itu. Saat sedang asyik-asyiknya saling bercerita, salah satu teman Ria datang dengan membawa mi ayam yang diletakkan di nampan besar. Menaruh satu persatu dan diakhiri gombalan untuk Ria dan dibalas tawanya. Hal itu yang sedari tadi diperhatikan Pandu. Entah kenapa melihat Ria tertawa dengan lelaki lain membuatnya kembali emosi. Gelas yang ia pegang ia letakkan kasar hingga menimbulkan bunyi nyaring dan mengundang perhatian sekitar. Ria yang ikut mendengarnya dan itu berasal dari meja Pandu hanya menatap sekilas lalu kembali memperhatikan teman-temannya.

Tak cukup sampai disitu Pandu emosi karena Ria. Saat pulang sekolah Ria berjalan bersama beberapa temannya lalu berpisah di parkiran, namun Ria bersama teman lelaki menghampiri motor Ria. Tangan Pandu mengepal erat saat melihat teman Ria berada didepan dan Ria membonceng dibelakang. Meskipun Ria tak berpegangan, namun Pandu dibuat kesal melihatnya. Amar dan Dani yang sadar akan perubahan Pandu langsung ikut melihat arah pandang Pandu. Benar saja, ada Ria bersama temannya dan itu sukses membuat Pandu emosi untuk kesekian kalinya.

Malam harinya Ria dan Mita makan bersama di salah satu warung tenda di pinggir jalan. Hal itu memang kebiasaan mereka jika jalan keluar dimalam hari. Saat sudah selesai dan hendak keluar, entah kebetulan atau tidak Pandu dan genk motornya berhenti didepan tenda itu. Pandu cukup kaget mengetahuinya. Dia segera turun dan menghampiri Ria. Melihat kedatangan Pandu, Mita memilih menjauh dari mereka dan bergabung dengan Amar serta Dani yang kebetulan ada disana.

"Hai.." Sapa Ria dengan senyum kecilnya.

Pandu diam tak membalas, dari senyum Ria sudah terlihat jelas bahwa dibalik senyum itu ada rasa kecewa. Namun Ria berusaha tetap tenang dengan senyum palsunya.

"Kok diam aja, gak ada yang mau diomongin ya? Kalau gitu aku pulang dulu." Lanjut Ria berniat pergi.

Pandu langsung mencekal pergelangan tangan Ria dan membuat Ria mengurungkan niatnya. Ria berusaha setenang mungkin agar tidak terbawa perasaan yang nantinya akan terlihat menyedihkan.

"Aku.." Ucap Pandu menggantung

"Aku apa?" Tanya Ria sambil memasang senyum kecilnya.

Satu kata yang baru terucap dan membuat tenggorokan Pandu tercekat karena tak mampu melanjutkan kalimat selanjutnya.

"Kalau gak ada yang diomongin ya udah. Lagi pula aku udah ikuti apa mau kamu kan." Lanjut Ria dan kembali melangkah meninggalkan Pandu.

Ria memanggil Mita untuk segera pulang dan Mita menurut. Pandu yang saat itu hanya bisa diam dan selalu memperhatikan Ria hingga Ria melenggang pergi dengan motornya. Barulah dia mengacak-acak rambutnya dan menendang beberapa kerikil yang ada disana untuk pelampiasan. Teman-teman Pandu hanya diam dan tak mau mendekat, karena disaat emosi Pandu seperti ini dia bisa berbahaya.

Kali ini kelas Ria ada jam pelajaran olahraga. Seperti biasa mereka berada di lapangan basket untuk memulai pemanasan dan dilanjut bertanding antar kelompok. Saat bel istirahat sebentar lagi berbunyi para murid diminta kembali ke kelas untuk beristirahat. Berbeda dengan Ria yang memilih masih disana dan asyik dengan memasukkan bola ke ring basket. Dia kegirangan saat tembakannya tepat sasaran. Saat Ria ingin melempar kembali dan bola sudah berada di atas kepalanya, mendadak bola itu tidak bisa dia lempar karena ada sesuatu yang menahannya. Saat Ria berbalik dia dikejuatkan dengan keberadaan Pandu didepannya. Ria yang tadinya senyum langsung memudar berganti dengan ekspresi datar.

"Ada apa?"

"Cukup kamu melakukan ini sama aku." Kata Pandu.

"Melakukan apa?" Tanya Ria tak mengerti.

"Berhenti melakukan hal yang semakin membuat aku terluka dan sakit hati secara bersamaan melihat kamu menghindar dan bersama lelaki lain.

"Apa gak salah? Kamu yang memintaku untuk pergi. Disini aku yang tersakit, kenapa justru kamu yang merasa disakiti?" kata Ria dengan kilatan amarah.

Pandu diam seribu bahasa.

"Gak bisa jelasin kan? Jangan buat aku semakin muak dengan keadaan ini. Dengan caramu memintaku untuk menjauh, semoga kamu bisa sadar apakah ada rasa dari kamu buat aku yang selama ini berjuang sendirian." Tutur Ria lalu pergi dari sana setelah melempar bola basket asal.

Pandu hanya menatapi kepergian Ria dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Dia kembali merasa bersalah untuk kedua kalinya.

RIA LOVES PANDUDove le storie prendono vita. Scoprilo ora