TIGA PULUH

145 4 0
                                    

Jam istirahat di sekolah, kali ini Pandu mulai dekat dengan Ria. Dia tak peduli anggapan orang lain tentang dirinya yang memberanikan diri mendatangi meja Ria dan duduk di samping Ria. Ria pun santai dan justru senang, akhirnya Pandu mulai mendekatinya. Meskipun saat berkumpul bersama Pandu lebih banyak diamnya namun itu lebih baik. Secara tidak langsung Pandu mulai menerima kehadiran Ria dan itu awal yang baik untuk ke depannya. Tak jarang Amar sering membuat lelucon dan diakhiri tawa Ria, Mita dan Dani, namun tidak dengan Pandu. Mungkin memang dasarnya cuek, lelucon lucu yang diberikan Amar pun tak membuat Pandu tertawa.

Saat pulang sekolah, Pandu sudah didepan kelas menunggu Ria keluar. Kelas mereka bersebelahan, saat pulang Ria pasti melewati kelas Pandu. Jadi Pandu cukup menunggunya di depan kelasnya. Tatapan memuja para murid perempuan yang lewat pun tak dipedulikan oleh Pandu. Sementara Amar yang baru keluar justru membalas para murid perempuan itu dengan siulan. Saat Ria keluar kelas, bibirnya langsung tersenyum tak kala melihat Pandu yang menatap ke arahnya. Meskipun ekspresi Pandu datar, tapi Ria yakin Pandu pasti telah menunggunya. Mereka pun berjalan beriringan ke parkiran.

Di parkiran Pandu tetap bersama Ria. Bahkan saat motor Ria tak bisa di starter dengan tangan, Pandu sendiri yang menstarter dengan kakinya. Hal sederhana yang dilakukan Pandu namun membuat Ria bahagia.

Malam harinya Ria yang berada dijalan berniat mencari makanan langsung terhenti tak kala melihat Pandu sedang berantem dengan beberapa orang. Ria langsung turun menghampiri mereka. Pandu begitu emosi terhadap mereka dan tak jarang adu tonjok. Ria yang tak suka perkelahian langsung melerai mereka.

"Stop.." Teriaknya kencang.

Alhasil membuat mereka berhenti.

"Urusan kita belum selesai, cabut.." Ujar salah seorang dari mereka.

Tinggalah Pandu yang memegang wajahnya dengan beberapa luka memar.

"Kok bisa sih Ndu." Ucapnya cemas dan berinisiatif menyentuh luka Pandu.

Pandu langsung menangkis tangan Ria.

"Ya udah, kamu pulang ya." Lanjut Ria.

Pandu tetap diam, Ria memperhatikan sekitar dan tak ada motor Pandu.

"Aku antar pulang. Ayo.." Tutur Ria akhirnya.

Pandu menurut. Saat Ria hendak duduk dibagian depan, Pandu langsung mendudukinya. Ria tersenyum kecil, akhirnya Ria duduk dibagian belakang. Untuk pertama kalinya Ria dibonceng Pandu, bukan main senangnya. Dia ingin berpegangan, tapi dia urungkan karena tidak terbiasa berpegangan dengan orang lain. Alhasil dia mencari aman dengan tangannya bersedekap.

Tibalah mereka didepan rumah minimalis. Pandu langsung masuk sambil mencabut kunci motor Ria. Ria yang tak mengerti hanya bisa membuntuti Pandu. Sesampainya didalam Ria dibuat terpukau dengan kesan isi rumah Pandu. Dari luar terlihat minimalis, tetapi begitu masuk kesan mewah langsung terasa. Ria hanya tersenyum-senyum melihat desain dan interior rumah Pandu. Hingga akhirnya ia sadar tujuannya masuk adalah untuk mengambil kunci Pandu. Pandu yang hendak menaiki tangga langsung terhenti ketika seorang wanita paruh baya datang dari dapur.

"Habis dari mana kamu?"

Langkah kaki Pandu langsung terhenti di anak tangga pertama.

"Biasalah Oma." Jawab Pandu santai.

"Iya, luka seperti itu memang terbiasa buat kamu. Lanjutkan saja sampai kamu lelah. Sampai papa kamu benar-benar bosan menghadapi anaknya yang seperti apa dan memilih jarang pulang ke rumah." Kata oma dengan nada menyindir.

Pandu tak menjawab dan langsung menaiki tangga. Nenek Pandu langsung menangkap kehadiran Ria disana. Sang nenek tersenyum ramah dan Ria membalasnya.

"Maafkan cucu saya jika membuat kamu repot."

"Tidak oma, tidak sama sekali." Balas Ria sopan.

Sang nenek berjalan mendekati Ria.

"Kalau dia nakal jewer saja telinganya. Oma izinkan."

"Terima kasih. Tapi senakal-nakalnya Pandu sepertinya aku tidak tega untuk menjewernya." Jawab Ria.

Entah kenapa jawaban terkesan lucu hingga membuat nenek tertawa. Namun semua itu tak berselang lama. PRANGGGG... Seperti suara kaca yang pecah atau dibanting. Baik Ria ataupun nenek langsung melihat lantai dua.

RIA LOVES PANDUWhere stories live. Discover now