SEBELAS

155 8 0
                                    

Sehari setelah insiden Ria terluka, Ria sudah sadar dan mulai membaik. Di ruang perawatan Ria sedang bersama papanya. Meskipun papanya ada disana namun tangannya tak lepas dari tablet. Hingga Ria merasa jengah melihatnya.

"Harusnya papa berterima kasih sama Pandu, karena dia akhirnya papa bisa meluangkan waktu papa untuk aku." Kata Ria dengan maksud menyindir.

Om Danu pun langsung meletakkan tabletnya dan menghampiri putrinya.

"Maaf kalau papa selama ini terlalu fokus sama pekerjaan papa. Tapi ingat, sampai kapan pun Ria tetap menjadi putri kesayangan papa." Jelas Om Danu.

"Aku cuma punya, apapun kondisinya nanti mau papa kerja disini atau kerja diluar kota, jangan sampai lupa sama aku. Aku takut karena papa fokus sama pekerjaan papa, aku akhirnya papa lupakan." Kata Ria dengan sedih.

"Tidak akan. Orang tua punya cara masing-masing untuk menunjukkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya."

Ria diam mendengarnya.

"Kalau papa minta kamu jangan dekat dengan Pandu lagi bagaimana?" Lanjut papanya.

"Gak akan. Aku gak bisa." Jawab Ria cepat.

"Kenapa?" Tanya papanya.

"Aku suka sama dia. Meskipun dia belum suka sama aku, tapi biar aku yang berusaha hingga dia sadar kalau aku pantas untuk dia sukai." Jelas Ria.

"Nanti kalau dia tidak suka sama kamu?" Tanya papanya lagi.

"Gak papa, selama dia belum punya istri pantang buat aku berhenti."

Papanya tertawa kecil mendengar putrinya.

"Kamu persis seperti papa, dulu papa memperjuangkan mama kamu mati-matian." Kata Om Danu.

Ria tersenyum mendengarnya.

"Tapi nanti kalau dia menyakiti kamu bahkan membuatmu kecewa, berhenti memperjuangkannya. Tinggalkan dia, kalau dia kehilangan biarkan dia menyesal. Karena dia telah melukai putri papa yang sangat baik hatinya. Biarkan dia yang memperjuangkanmu." Nasehat papanya.

"Apa papa tidak suka dengan Pandu?" Tanya Ria pelan.

Papanya diam tak menjawab, Ria merasa salah mengajukan pertanyaan.

"Maaf kalau aku tanya seperti itu sama papa."

"Bukannya tidak suka, tapi papa belum bisa menerima kalau nanti kamu harus kecewa dengan seseorang yang belum pasti menjadi milik kamu." Jelas papanya.

Ria tersenyum mendengarnya. Papanya begitu hangat dan perhatian hari ini. Biar pun disibukan dengan urusan kantor, tapi papanya masih menemaninya disini. Tanpa mereka sadari, sedari tadi Pandu berdiri di luar rungan. Hendak mengetuk pintu namun dia urungkan karena Ria tampak kesal . akhirnya dia berdiri seorang diri dan mendengar perbincangan mereka dengan sengaja.

Setelah menunggu beberapa menit dan papanya Ria sudah keluar, Pandu memberanikan diri membesuk Ria. Biarlah dikata pengecut karena harus menunggu kepergian Om Danu. Diruangan Ria hanya sibuk memainkan ponselnya.

"Eh Pandu.." Kata Ria yang menyadari kehadiran Pandu disana.

"Sorry gak ketuk pintu."

"Iya gak papa."

"Udah baikan?" Tanya Pandu.

"Alhamdulillah udah. Paling besok aku mau minta pulang, aku gak mau aku disini lama-lama." Jawabnya.

"Maaf soal kemarin."

"Kok kamu yang minta maaf, laki-laki itu cuma kesal sama aku karena aku meneriaki kamu. Dia gagal melukai kamu." Jelas Ria.

Pandu dibuat diam mendengarnya. Entah kenapa dia berfikir bahwa Ria begitu baik. Saat papanya menyalahkan atas kejadian itu, putrinya justru tak menginginkan dia meminta maaf karena beranggapan jika ini bukan salah Pandu.

"Aku mau kamu jangan deket-deket sama aku lagi." Pinta Pandu.

"Lohhhh, kenapa? Salah aku apa?" Tanya Ria.

"Kamu gak salah, aku yang salah." Jawab Pandu.

"Berulang kali kamu memintaku untuk berhenti dekatin kamu, itu gak akan bisa. Selama kamu belum punya pacar, aku bisa dekatin kamu. Bahkan selama ini kamu belum pernah kasih tahu siapa cewek yang saat ini dekat sama kamu." Tegas Ria.

"Kalau kamu sama aku terus, kamu dalam bahaya Ria."

"Bodo amat. Selagi aku senang dekat sama kamu, aku akan terus berusaha supaya buat kamu suka sama aku. Sampai akhirnya kamu yang memintaku untuk berhenti karena kamu udah punya pacar, baru aku akan menjauh." Kata Ria.

Pandu hanya bisa menghela nafas. Tak mampu memberikan kalimat apa lagi untuk Ria.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang