DUA PULUH DUA

133 4 0
                                    

Pandu yang tak menjawab jawaban langsung mengedarkan pandangan sekitar. Amar yang merasa ada yang aneh langsung mengambil es jeruk milik Ria dan meminumnya sedikit. Dia langsung menyipitkan matanya saat rasa yang ia dapat hanya rasa kecut.

"Kamu coba deh." Kata Amar sambil memberikan gelasnya.

Pandu meminumnya dan merasakan kecut di mulutnya.

"Siapa yang udah kasih cuka kedalam minumannya Ria?" Tanya Pandu dengan nada tinggi.

Tak ada yang menjawab atau bahkan yang merespon. Pandu yang tak membuang waktu langsung menaruh gelasnya kasar dan duduk menghadap Ria.

"Ke UKS ya.." Ajaknya.

"Perih Ndu." Keluh Ria karena rasa yang rasakan.

Tanpa banyak tanya Pandu langsung membopong Ria.

"Orang macam apa kalian, ada orang sakit diliatin. Apalagi dia yang udah mencampur cuka sama minuman Ria. Aku cuma mau bilang, bodoh banget jadi orang." Kata Pandu sambil mengedarkan pandangannya.

Pandu pun memilih pergi dari sana diikuti Amar dan Dani.

Setiba disana Pandu langsung membaringkan Ria diranjang kosong. Amar dan Dani setia disana. Ria masih mengeluh perih di bagian perutnya. Tidak ada petugas yang berjaga disana. Pandu yang bingung mau berbuat apa terlihat kesal dan menendang salah satu kursi disana.

"Sabar Ndu." Dani menenangkan.

"Jam segini masak gak ada orangnya." Kesalnya.

Pandu kembali mendekati Ria yang terbaring.

"Biasanya minum obat apa?" Tanyanya.

"Apa aja boleh yang penting buat maag. Tapi aku juga mau makan, dari tadi pagi aku belum sarapan." Jawab Ria sambil merintih kesakitan.

"Kalau punya penyakit maag kenapa gak sarapan." Kata Pandu dengan nada tingginya.

Pandu kesal mendengarnya, Ria langsung memejamkan matanya karena tidak mau melihat Pandu marah. Pandu hanya bisa menjambak kasar rambutnya.

"Amar, kamu ke kantin minta air hangat terus dimasukin ke botol dan beli roti. Dani, kamu ke apotik depan beli obat maag." Perintah Pandu.

Amar dan Dani segera pergi dari sana. Tinggalah Pandu dan Ria disana. Pandu mengambil kursi dan duduk disebelah ranjang Ria. Dia hanya memperhatikan Ria yang masih kesakitan.

"Bisa gak sih gak buat aku khawatir." Kata Pandu.

Ria tak menjawab. Seiring berjalannya waktu dia mulai mengetahui sisi baik dan buruknya Pandu. Dibalik sikap peduli Pandu, tapi ada kalimat tak enak yang harus dia dapatkan.

"Okey, kamu gak mau jawab. Lain kali terus aja bikin aku khawatir." Lanjut Pandu.

"Kalau kamu gak ikhlas bantu aku, mending keluar." Kata Ria.

Pandu hanya menatap kesal, sudah diperhatikan tetapi respon Ria seperti ini.

Menit berlalu hingga akhirnya Amar dan Dani tiba membawa barang yang diminta Pandu. Ria menaruh botol itu diperutkan sambil menggerakkan-gerakkan. Pandu menyuapi roti dan diterima Ria tanpa ada obrolan sama sekali. Setelah beberapa sobek roti masuk ke perut, Pandu meminumkan obatnya. Suasana masih tetap hening hingga menimbulkan pertanyaan dibenak Amar dan Dani. Tidak biasanya mereka seperti itu.

"Kalau masih ada apa-apa, telfon aja papa kamu." Tutur Pandu lalu pergi dari sana.

Ria hanya menghela nafas, tidak menyangka sikap Pandu akan berubah seperti ini. Sementara Amar dan Dani dibuat melongo melihatnya.

Pulang sekolah Ria langsung menuju parkiran. Dia ingin segera pulang. Memasang wajah juteknya dan mengabaikan tatapan sekitar. Sementara itu Pandu yang baru keluar kelas langsung mendatangi kelas Ria yang tepat bersebelahan dengan kelasnya. Dilihat dari luar jendela sudah tidak terlihat keberadaan Ria. Pandu pun pergi dari sana.

Di tengah perjalanan pulang, tiba-tiba motor Ria dihadang lelaki dengan motor hitamnya. Ria yang sudah mengetahui pemilik motor itu langsung turun dari motornya.

"Ada apa?" Tanya Ria tanpa basa-basi.

"Lama tak bertemu apa kabar?" Tanya Rendi hendak menyentuh dagu Ria.

Ria segera menepisnya.

"Santai donk." Lanjut Rendi.

"Gak bisa." Jawab Ria.

Ria yang tak mau berlama-lama disana berniat pergi, namun tangannya ditahan Rendi.

RIA LOVES PANDUWhere stories live. Discover now