Crying?

331 26 3
                                    

"Orang kelaperan malah lo kasih origami!" aku bersungut-sungut.

Onigiri makanan ringan tapi mengenyangkan, kalau makannya lebih dari satu, yang banyak dijual di mini market.
Plastik pembungkusnya harus dibuka sesuai aturan yang tertera agar nasi didalamnya terbungkus nori atau rumput laut kering begitu plastiknya terbuka.

Nasi kepal dibungkus dengan seni melipat kertas seperti origami itu menurut orang yang lagi kelaparan tingkat dewa, mengesalkan!

Untung onigiri tuna pedasnya enak, beneran enak bukan karena aku makan sambil melihat gambar steak tebal berlemak di atas hotplate yang rasanya pasti aduhai di indera pengecapku itu.

Steak rasa onigiri, onigiri rasa steak...oishii semua deh.



Oke...fix, kelinglungan ini disponsori oleh perut keroncongan.

Dalam sekejap onigiri sudah habis dan perutku masih meronta.

"Eh Sontoloyo, gue masih lapar!"
Aku berdiri hendak membeli makanan lagi.
Dia menarik tanganku hingga kuterduduk kembali.
"Siapa Sontoloyo?!" tanyanya sambil sedikit melotot.

Oops!

Aku kelepasan omong, kututup bibirku rapat.

Kuperhatikan wajahnya dari samping. Rahangnya mengeras, bibir semu merahnya terkatup rapat, alis lebatnya bertaut di pangkal hidung bangirnya, cocok dengan rambut bergelombangnya yang turun di dahi.

Hmm...lumayan kece lah.

"Untung lo cewek!" Dia mengulurkan tangannya.
Aku otomatis bergeser menjauh.
"Mau ngapain lo!?" radar waspadaku on lagi.
"Kayaknya lo jadi salah paham sejak kita ketemu di acara waktu itu." Dia menghela napas berat.

Aku mengingat kembali acara welcoming party dimana dia datang terlambat dan tiba-tiba sok akrab padaku.

"Nama gue Arsienna Bramasta. Orang yang dekat ama gue sih manggil gue Ari. Kalau di sini populernya Sienna," katanya.

What...populer?

Kukorek kupingku sedikit takut salah dengar.
Entahlah dia bicara apa, sementara mataku kembali terpaku menatap gambar daging steak semok di jendela toko depan kami.

Entahlah dia bicara apa, sementara mataku kembali terpaku menatap gambar daging steak semok di jendela toko depan kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya kan?" tanyanya kepadaku dengan wajah nyaris nempel ke wajahku.
"Woaahhh!!!" aku menjerit kaget serta menjauh dan tanganku refleks menampar wajahnya.

Beberapa orang yang lewat dekat kami, sampai menoleh sejenak.

"Lo tuh-"
Omongannya terhenti ketika hp ku berdering.
Video call dari Aji langsung kuterima, seketika wajah Aji memenuhi layar.

"Hai hun, kamu di mana?" tanyanya.
Aku berjalan menjauh dari si Sontoloyo.
"Masih di Mitsui, pertokoan seberang stasiun itu loh."

Aku memperlihatkan sekelilingku, tentu saja si Sontoloyo kulewati.

"Kamu di mana ini?" aku balik bertanya.
"Masih di jalan, mau ke daerah Kuningan dulu. Kamu udah makan, hun?"
"Belooomm!" rengekku manja dengan suara mehe-mehe.

Wek, kelaparan bisa menyebabkan perilaku abnormalku muncul.

"Terus ngapain aja daritadi?"
"Lihatin ini aja," kuarahkan hp ke jendela bergambar steak tebal berlemak nan menggoda.

Aji tertawa keras, lesung pipi imutnya timbul tenggelam seiring derai tawanya.

"Cepet pulang dong daripada bengong liatin gambar daging. Nanti aku vidcall lagi ya. Muach!" Aji menutup sambungannya setelah aku balas ciuman virtualnya.

Alih-alih berjalan ke stasiun, kakiku malah membawaku menghampiri lagi si Sontoloyo yang masih duduk ditempatnya.

Heran, kenapa makhluk ini gue samperin lagi, sih.
Eh iya dia udah baik ama gue seharian ini.

Satu sisi diriku mengingatkan kebaikan dirinya, jadi aku akan berusaha baik juga padanya kali ini.
Dimulai dengan meminta maaf karena tadi tak sengaja menamparnya.

"Ehm...maaf ya tadi gak sengaja."

Dia diam tidak menyahut.

"Nama gue siapa?" tanyanya tiba-tiba setelah diam beberapa saat.

Hah! Mana gue tau.

Aku terdiam menyadari kalau aku memang gak ngeh sepanjang dirinya berbicara tadi.

"Lo ga nyimak, kan?"

Aku menangkap sedikit nada kecewa di suaranya. Dia menunduk dengan tangan menutupi wajahnya.
Karena merasa tak enak, aku duduk kembali disebelahnya.

Bahunya berguncang pelan.

Aku harus bagaimana ini.
Masa sih makhluk tengil ini bisa nangis?

(Not) Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang