Getting Closer

442 41 0
                                    


Kekesalan dan kelelahanku sedikit memudar berkat toblerone putih pemberian Aji, aku mulai fokus dengan isi obrolan kami.
"Jadi kamu tuh Aji si anak ajaib itu, ya?" aku bergumam sendiri.
"Apa?...Anak ajaib apaan?" Aji menimpali cepat.
"Enggak...bukan apa-apa kok. Eh, kamu kok bisa ke sini lagi, dulu kamu pindah rumah, kan?" cecarku mengalihkan perhatiannya.

"Tunggu dulu...jawab dulu yang tadi. Anak ajaib apaan?" tanya Aji lagi penasaran.
Aku tertawa melihat ekspresi wajahnya, capek, sedikit berminyak, baju kusut, dan topi yang miring.

"Nanti saya ceritain, ya, sekarang kita pulang dulu," tutupku mengakhiri obrolan kami karena sudah sampai di jalan depan rumahku.
"Minta nomor telepon kamu, dong," kata Aji.
"Udahlah besok aja ketemu lagi", pungkasku dan berpisah di jalan depan rumah.
_______

Kamar ternyaman sedunia
(versi di rumah)

"Leaaa!" teriak mama dari ruang depan.
Terdengar suara langkah kakinya mendekat.
1...2...yak, mama datang! Aku berhitung dalam hati.

"Euleuh-euleuh...kamu bukannya siap-siap mau pergi jauh, teh?!" mama kumat keselnya melihatku leyeh-leyeh.

"Udah, Ma. Mama tenang aja, Lea kan ke Jepang mau sekolah dan bakal lama di sana, ya gak perlu bawa banyak baju lah, di sana bisa beli."

"Kudu hemat, Lea, jangan boros kitu, ah!"

"Kan nanti bajunya harus nyesuaiin sama musimnya atuh, Ma. Gak bakal boros, janji!" Aku menjawab sambil memasang dua jari, swear.

Mama masih memandangi kamarku, koporku, dan aku bergantian. Kelihatan sanksi banget anaknya ini bisa hidup mandiri dan jauh dari keluarga.

Biasanya kalau sudah begini pasti sebentar lagi keluar kalimat andalannya yang selalu sukses bikin aku homesick bahkan sebelum aku berangkat!

"Azalea si Lucu Pinter, nanti di sana harus bisa jaga diri. Kalau kangen langsung hubungi Mama, ya. Lea kalau kenapa-kenapa Mama sedih," mama mulai terisak.

"Sama kayak waktu kamu kecil suka nangis pengen pulang kalau nginep di rumah sodara. Sekarang kamu pergi jauh dan Mama gak bisa langsung datang," lanjut mama sambil berlinangan air mata.

Aku tahu mama cuma akting aja, tapi sukses bikin aku berkaca-kaca dan meluk mama.

"Mama sih gitu, kan Lea sekolah, Ma. Iya, Lea bakal kangeeeenn, huaaa...," aku nangis dipelukan mama.

Adegan sinetron aja kalah kayaknya dan kemesraan ini harus cepat berlalu karena hp ku berbunyi.

"Angkat tuh," kata mama sambil melepaskan pelukannya dan keluar kamar.

Aku ambil hp di atas tempat tidur.
"Cay, jam berapa mau ke sini?" sahutku tanpa melihat siapa yang menelepon, sibuk ngelap air mata.

"Ya, nanti pulang kerja gue ke rumah," jawab suara berat di seberang sana.

"Eh, elo Ji, ya gue tunggu juga deh sekalian ama si Acay. Tu orang katanya mau bantuin gue packing. Kalau ada elo juga jadi makin rame yang bantuin, hahaha."

"Iya, entar gue telepon lagi, ya," Aji menutup teleponnya.

Aku berdiri meluruskan punggung dan pinggang yang pegal sedari tadi duduk terus.
Kubuka laci meja belajar dan mengambil diary yang sudah agak lama tak kusentuh.

Bukan official diary sih, tapi semacam notes hadiah dari pembelian t-shirt ocean pacific. Waktu itu aku beli t-shirt bareng si Acay, dapet free t-shirt apa aja asal harganya dibawah t-shirt yang dibeli plus dikasih notes keren. Nah free-nya aku kasih ke Aji dan notesnya buat aku.

Kubuka lembar demi lembar, gak banyak tulisan tapi banyak tempelan bersejarah, seperti potongan tiket nonton Harry Potter bareng Aji, foto lagi naik kora-kora dengan ekspresi muka ajaib bareng Syilla, dan yang aku suka potongan tiket vip nonton konser Dewa 19 live!

Bukan karena band-nya yang aku suka tapi duduk di kursi vip itu yang wow banget, hahaha...norak emang. Mungkin sejak saat itu aku jadi lumayan suka nonton konser, tapi mesti duduk.



(Not) Only YouWhere stories live. Discover now