In Laboratorium

346 30 7
                                    

Begitu melihat dia lagi, antara penasaran dan pengen marah, aku menarik tangan tapi tidak berhasil, genggamannya lebih kuat dari tenagaku yang berdiri canggung di tangga.

“Lepasin!”
“Lo cakep kalo marah!” gombalnya sambil nyengir lebar.
“Lepasin! Gue ditungguin di bawah, tau!” desisku menahan marah.
“Mintanya baik-baik dong, kalau gue lepasin langsung lu bakal ngeguling, mau?” masih usaha aja ni orang.

Aku berpikir cepat, kugigit tangannya kuat-kuat.
“Aw! Shit!” otomatis dia lepaskan tanganku.
Thank you!” sindirku dengan sinis.
Kuturuni anak tangga dengan cepat. Sekilas aku sempat melirik ke arahnya, tapi dia sudah tidak ada.

Kuatur napas untuk menenangkan diri sambil melangkah menuju meja Hideki dan Tomoko.
What happened?” tanya Tomoko melihatku terengah.

Tak heran gadis manis berambut cepak ini bisa bicara bahasa Inggris. Dia pernah ikut program pertukaran pelajar ke Amerika. Orang Jepang jarang sekali yang bisa bahasa Inggris, kalau bukan untuk keperluan sekolah atau pekerjaan, mereka tidak mau bicara selain bahasa nasionalnya.
Makanya aku dan Aji mengandalkan GPS daripada diberi jawaban yang tak kumengerti artinya.

Nothing…em…just somebody up there,” aku menunjuk ke lantai atas.
“Oh, up there is Sienna’s favorite space, hahaha,” Tomoko mengibaskan tangannya.

Sienna…, samar aku ingat sewaktu acara malam itu, dia menyebutkan namanya.
Tamura sensei mendatangi kami, “I think enough for today and tomorrow you must be here ten a.m sharp.”
Aku menunduk mengiyakan, Tamura sensei keluar dari ruangan.

Aku melihat lagi ke atas, tapi Sienna benar-benar tidak ada. Aku ingin bertanya pada Tomoko namun kutahan, ngapain juga sih nanyain orang itu, bisa ke-gr-an dia, ih pait pait.
Kulihat Hideki sudah sibuk kembali dengan laptopnya dan Tomoko mengambil sampel fluida yang ditata rapi dengan label berwarna-warni.

“Tomoko, sorry, where is Izzah and the guy from Philipine?” kusadari mereka berdua tidak ada di sini.
They have another experiments in other lab, maybe. I don’t know.”
Oke, berarti benar dari obrolan di kantorku, kebiasaan orang Jepang salah satunya enggak kepo ama urusan orang.

Karena kegiatanku efektif mulai besok, kuputuskan untuk menghabiskan waktu sore ini bersama Aji.
Kutelepon Aji dan langsung diangkat, “Ji, di mana?”
“Hmm…gak tau, hahaha,” aku menyadari kebodohanku dengan gondok, ya mana dia tau dia di mana, tulisannya keriting semua.

“Emm…gini deh, kamu deket kampus gak?”
“Kamu udah beres?”
“Udah sih, aku mulai efektif besok, jadi sekarang mending balik aja. Senseinya udah gak ada juga.”
“Oke, aku jalan ke kampus.”
Kututup telepon dan terkejut dengan kehadiran Sienna yang tiba-tiba sudah ada di belakangku.

“Ya Lord! Ngapain lo di sini? Nguping lo ya!” tanyaku sengit.
“Seneng bener nuduh orang.” Sienna terkekeh.
Sinyal waspadaku menyala, screen optik otomatis meneliti penampilannya dari atas sampai bawah.

Kasual biasa aja, topi putih dengan bordir kecil Bart Simpson, t-shirt hitam longgar yang memamerkan dada bidangnya, leher jenjang dan kokohnya berhiaskan kalung kayu, ripped jeans biru pudar membalut kaki panjangnya, dan sepatu converse putih belel menggenapi ciri kasualitas cowok ini.

Aku menghela napas panjang, harus kuakui manis juga sih

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku menghela napas panjang, harus kuakui manis juga sih.

“Gue tambahin infonya nih. Di bawah lebih seringnya dipake buat eksperimen fluida, makanya ada ruang di atas yang bisa dipake buat nulis paper sama istirahat.”
Mataku mengikuti gerak tangannya.
“Oke, makasih udah dikasih tau.”

Aku berlalu darinya dan menghampiri Tomoko.
“Tomoko, see you tomorrow and thanks ya,” demi kesopanan yang terjaga di negeri orang, aku pamit dengan membungkukkan badan.
Tomoko tertawa dan membalas dengan membungkukkan badan juga.

Aku berjalan keluar laboratorium tapi lagi-lagi Sienna menghadangku.
“Mau apa lagi, sih?!” tanyaku dengan nada tinggi.
“Ini!” Sienna menunjukkan bekas gigitanku ditangannya.
“Terus kenapa? Lo duluan cari gara-gara!”
“Lo tuh hobi banget nuduh sih!”
“Gue gak ada waktu ngeladenin lo!”

Setengah berlari kumenjauh darinya.
Sienna mengejar dan menarik tanganku tepat ketika Aji datang menjemputku.


(Not) Only YouWhere stories live. Discover now