PART 6 - MENIKMATI KEKOSONGAN

91 22 10
                                    

Seo Chan Young betul-betul tak membuka barnya selama dua hari berturut-turut. Meski Yoon Myeong Ju sudah kembali bertugas, tak ada niatan baginya membuka bar untuk sementara. Ia hanya berdiam diri di rumah dan sesekali menikmati kekosongan. Beberapa kali Chan Young masuk ke kamar kedua orang tuanya. Kamar itu tampak rapi dengan berbagai pigura foto yang menghias dinding-dindingnya. Foto-foto itu berjajar mulai dari foto pernikahan ayah dan ibu, kebahagiaan keluarga kecil Chan Young, foto kelulusan, hingga potret sang ayah yang hanya berdua dengan pemuda itu. Ternyata tak ada beban dan kebahagiaan semenyenangkan memutar ulang memori kebersamaan dengan orang-orang terkasih.

Chan Young juga menyempatkan diri menengok kamar Yoon Myeong Ju. Gadis yang tinggal bersama keluarganya usai insiden mengerikan itu bahkan diberikan kamar sendiri. Barang-barangnya banyak yang ditinggalkan di sana. Myeong Ju tak lagi tinggal di rumahnya sendiri pascainsiden pembunuhan keluarga Yoon. Rumah itu dikosongkan dan dijual. Sebagai anak perempuan penyendiri, tak ada hal menarik yang membuat penasaran kecuali benda-benda dalam ruang tertutup: laci meja, langit-langit kolong tempat tidur, dan balik pigura. Iseng, Seo Chan Young ingin merasakan kehadiran Yoon Myeong Ju si penyendiri dalam kamar itu. Ia memejamkan sepasang matanya, memindai dinding-dinding dan balik pigura dengan telapak tangan—barangkali ada sebuah surat tertinggal—meraba langit-langit kolong tempat tidur, dan mengecek laci meja.

Hanya ada tiga benda yang terserak di dalam laci: buku kosong, bolpoin yang sudah tak bisa digunakan, dan sebuah cermin. Chan Young kemudian berpikir, jika itu adalah Yoon Myeong Ju yang pendiam, maka seharusnya di dalam laci hanya ada buku-buku dan beberapa alat tulis. Cermin? Selama Myeong Ju tinggal bersama keluarganya, meski tergolong gadis remaja, ia tak pernah bersolek untuk menarik perhatian siapapun. Jadi, cermin untuk apa?

Cermin kecil itu dibolak-balik oleh Chan Young. Di bagian belakang terdapat sebentuk lembaran karet pipih yang diisolasi dan tampak sengaja ditempelkan di sana. Seo Chan Young membawa benda kecil itu dekat dengan cahaya. Ia berusaha membaca bilangan dan campuran huruf yang tertera di situ. Ya. Ada beberapa angka yang timbul dan tenggelam di permukaan karet pipih.

GL:37.5657,GB:126.978/37033'570U,126058'410T/00A

"Mwoya ige? Apakah ini semacam pesan yang ditinggalkan oleh Myeong Ju?" Chan Young bertanya pada dirinya sendiri dan terus menebak antara ya dan tidak, kemudian berakhir meletakkan kembali cermin itu di dalam laci tanpa menyimpulkan jawaban.

***

Chan Young duduk di kursi tinggi, menikmati whiskey dingin yang tersaji dalam gelas, mengamati orang-orang yang sibuk tertawa dan bercerita di masing-masing meja yang sudah dipesan, mendengar musik populer yang baru-baru ini menjadi candu, sekaligus sibuk memainkan pemantik api di tangannya. Tepat dua hari ia menutup barnya. Hari ini ia bertekad membuka bar dan melayani beberapa tamu sendiri. Namun, karyawan-karyawan kepercayaannya justru tak membiarkan Chan Young bergerak, menuntutnya untuk tetap duduk di kursi tinggi, serta menikmati sajian whiskey dan beberapa potong buah segar di meja.

"Seo Sajangnim, kau duduklah di situ. Kami akan melayanimu. Ini gratis." Kang Han Soo, karyawan terlama sejak zaman ayah Chan Young menjadi pemilik bar, mempersilakan pemuda yang hendak beranjak dari tempatnya untuk tetap duduk.

"Hyung, sebenarnya apa sih yang kau lakukan? Waeyo? Kenapa melakukan ini? Aku masih ingat beberapa hari lalu mengatakan padamu untuk libur selama seminggu dan menyerahkan kendali bar padaku. Kau tak ingat? Ini baru lima hari dan kau tiba-tiba muncul di bar sekarang. Ah, aku frustasi." Chan Young tak percaya Han Soo melakukan itu padanya. Kang Han Soo memiliki keluarga kecil. Chan Young beberapa kali menyesal telah menyusahkan laki-laki itu ketika barnya sempat mengalami defisit. Ia hanya ingin memberi kesempatan Han Soo berkumpul dengan keluarganya. Hanya itu. Ia sudah bekerja terlalu keras untuk sekadar membantu Seo Chan Young dan usahanya tetap berdiri.

"Kudengar kemarin kau berkelahi dengan orang-orang mabuk," katanya. Han Soo menanggapi sambil terus bekerja.

"Ah, itu... waeyo? Itu wajar. Mereka mabuk..." sanggah Chan Young.

"Kau sengaja menutup bar selama dua hari, tapi justru terlibat perkelahian dengan mereka. Auh, bodohnya. Jika lelah, kau seharusnya tidur di rumah atau setidaknya menikmati pemandangan pasangan-pasangan yang mabuk cinta di dekat Sungai Han. Kenapa malah berkelahi? Dasar gila." Han Soo menyajikan beberapa gelas cocktail di meja tinggi. Gelas-gelas itu akan diantar ke meja nomor 9.

"Itu terjadi begitu saja. Lagi pula, kebetulan juga polisi patroli muncul. Ah, karena itu kau kemudian datang ke sini sekarang?" tanya Chan Young.

"Geurae! Geurae! Wae? Dasar kau brengsek. Anak nakal. Aku sangat menghormati ayahmu hingga jadi seperti ini. Berhentilah membuatku khawatir, eoh. Seo sajangnim sudah sangat banyak membantuku. Hanya ini satu-satunya caraku membalas kebaikannya. Jadi, kumohon..." Pria itu menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap Seo Chan Young dengan sungguh, kemudian menunggu tanggapan dari pemuda itu.

"A... araseo-yo. Aku tidak tahu kalau hyung begitu peduli. Maaf. Aku tidak akan membuatmu khawatir lagi..." Chan Young menunduk dan mengusap bulir-bulir air di permukaan sloki whiskey-nya.

"Dasar. Omong kosong. Mana pernah kau berhenti membuatku khawatir. Aigoo..." Han Soo mencibir. Chan Young dibuatnya tersenyum. Tentu saja, pemuda itu tak pernah berhenti membuat Han Soo khawatir.

Sejak kepergian Tuan Seo, Han Soo mengambil tanggung jawab untuk membantu Chan Young meski gajinya tak seberapa. Baginya, Tuan Seo dan keluarga kecilnya itulah yang sudah menerima segala kekurangan dan ketidakmampuan Han Soo bodoh. Mereka membuatnya mendapatkan kembali kepercayaan diri sebagai manusia yang memiliki hak. Barangkali, hal ini bukan apa-apa bagi Tuan Seo dan keluarganya. Namun, bagi Han Soo, saat-saat itu adalah momen yang tak bisa ia lupakan.

"Hyung, aku sungguh akan duduk terus di sini? Tidak bisakah aku membantu? Bar sangat ramai."

"Kau sibuklah membuka hati. Ini sudah berapa tahun sejak saat itu. Chan Young-ah, jangan terlalu sibuk bekerja hingga melupakan..."

"Myeong Ju kemarin lusa ke mari," potong Chan Young.

"Myeong... Ju? Yoon Myeong Ju??!!!" Han Soo tertegun. Ia sudah sangat lama tidak mendengar nama itu. Sudah lebih dari lima tahun.

Seo Chan Young mengangguk.

"Dia datang ke mari? Ke tempat ini? Eottohge? Ani, kenapa kau tidak menghubung... tidak, tidak. Apakah ini alasanmu menutup bar selama dua hari? Yoon Myeong Ju, astaga..."

"Aku bersyukur dia baik-baik saja. Aku sungguh... bertemu dengannya kemarin. Kami bahkan pergi mengunjungi ayah. Dia berubah, tapi masih Myeong Ju yang kita kenal."

"Kau gila? Bagaimanakah bentuk seseorang yang berubah tapi masih sama? Ah, ini gila. Pokoknya, bagaimanapun itu, kau sungguh baik-baik saja? Kau tak tanya mengapa ia pergi seperti itu? Apa yang sudah terjadi padanya?" Han Soo penasaran. Ia adalah salah satu orang yang mengkhawatirkan keadaan mental Myeong Ju kala pertama kali gadis itu bergabung dan tinggal bersama keluarga Chan Young.

"Aku sudah mengonfirmasi semuanya. Tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, Hyung..."

"Geurae? Lalu, di mana dia tinggal sekarang?" Chan Young mendongak. Ia menatap Han Soo, kemudian tersenyum. Hanya itu. Tidak ada jawaban tentang tempat tinggal Myeong Ju. Chan Young tahu, tapi ia sedang enggan membicarakannya. Ia hanya... enggan. Pemuda itu lalu mengalihkan perhatian dengan memeriksa pemberitahuan di layar ponselnya: Kabar terbaru. Tiga diplomat dari Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat, Indonesia, dan Iran dijadwalkan tiba di Seoul, Korea Selatan, pada 3 Januari 2020.







(TBC)











Note:
Uwuwuwuwu weekend gaes. Enak ya Chan Young bisa nongki di bar. Kita mah kagak wkwkwkwk stay save semua. Yang ga ada keperluan ke luar, mending di rumah aja 💕 see you tomorrow

[2020] LET ME WIPE YOUR TEARS ☑️Where stories live. Discover now