PROLOG

262 33 5
                                    

Perbatasan Seoul, 19 Desember 2006.

Gadis itu masih menutup mulut rapat-rapat sambil duduk gemetaran di dalam almari kayu usang. Kedua matanya sibuk menyaksikan tiga orang laki-laki berbadan besar menyembelih kedua orang tua yang begitu ia sayangi. Entah dari mana mereka datang, yang pasti malam ulang tahun itu benar-benar kacau. Tidak ada lilin yang ditiup dan doa-doa hangat yang membubung ke langit. Tidak ada damai. Tidak ada ucapan selamat.

Dari balik pintu almari itu, si gadis bahkan tak hanya menyaksikan pembunuhan kedua orang tuanya. Kakak perempuan yang sedari tadi meringkuk di samping mesin cuci diseret masuk ke dalam kamar tempat jenazah kedua orang tua mereka didudukkan dan dipajang. Seluruh pakaian yang dikenakannya dilucuti. Ia telanjang. Lalu tangan-tangan kotor para lelaki besar itu bergantian menjamah permukaan kulit, menyentuh wajah, dan menjambak rambut sang kakak. Mereka mengikat kedua tangannya dengan kain, menyumpal mulutnya dengan beberapa pasang kaus kaki, memaksanya terlentang sambil menekuk lutut, membuka lebar-lebar kedua belah paha dengan paksa, lalu peristiwa menjijikkan itu sukses terekam dalam ingatan gadis di balik pintu almari.

Tiap erangan yang menggema di seantero ruangan serasa menghujam batin si gadis. Kepalanya penuh. Mendadak tubuhnya kedinginan. Terakhir kali, ia sungguh melihat sang kakak mati mengenaskan dengan kelopak mata yang terbuka, pinggul remuk, lebam di sekujur tubuh, serta darah mengucur deras dari sela-sela paha. Orang-orang besar yang tampak puas dengan hasil karya mereka ini kemudian menutup kembali resletingnya, kemudian beranjak pergi meninggalkan si gadis yang pucat pasi dalam sebuah almari.

"Eonni... Eonni..."

Setelah satu jam berlalu, gadis itu hanya bisa berucap beberapa kata. Ini sama halnya seperti kau tiba-tiba kehilangan kemampuan bicara setelah seluruh memorimu terkunci pada kejadian hari ini. Ia, Yoon Myeong Ju, sama sekali tak mengeluarkan air mata. Tak pernah ada yang tahu seberapa dalam kesedihan itu hingga air matanya bahkan enggan jatuh.

Myeong Ju memutuskan keluar dari almari meski kakinya masih gemetaran. Ia tak sedikitpun menghampiri jenazah-jenazah keluarganya di situ. Kedua matanya memandang satu jalan keluar—pintu. Dengan tertatih, ia menginjak genangan darah yang ada di lantai, terus melangkah hingga jejak merah kakinya tertinggal di situ, lalu betul-betul keluar dari rumah dan berjalan menuju sebuah bar di ujung jalan setapak yang jauhnya kira-kira satu kilometer.

"Myeong Ju? Kenapa kau berdiri di luar? Sebentar lagi hujan turun. Masuklah!" Seorang laki-laki paruh baya dengan dandanan trendi yang hendak menutup pintu bar menyapa Myeong Ju yang berdiri dengan tatapan kosong di seberang bar. Tak kunjung mendapati reaksi dari gadis itu, laki-laki ini kemudian menghampiri.

"Yoon Myeong Ju? Apa yang terjadi, hm?"

Belum juga pertanyaan terjawab, gadis yang dipanggil Myeong Ju ambruk tepat di sisi jalan. Laki-laki paruh baya itu hendak membawa Myeong Ju ke rumah sakit, tapi ia menahan diri sejenak setelah mendengar sirine polisi makin dekat ke arah bar.

"Appa? Mengapa masih di sini? Bukankah..." Seorang remaja laki-laki menyapa dari arah berlawanan. Ia datang mendekat. Di tangannya terjinjing beberapa botol soju.

"Sssshh..." Sang ayah memberi kode agar anak itu memelankan suara.

"Apa? Apa yang terjadi? Ini... Myeong Ju? Kenapa dia ada bersama Appa?" tanyanya lagi. Ia masih tak mengerti dirinya tengah berada di situasi macam apa.

"Chan Young-ah, appa pikir ada sesuatu yang terjadi dengan Myeong Ju. Kau dengar suara sirine itu? Mereka muncul setelah beberapa saat anak ini tiba dan pingsan di bahu jalan. Tolong bantu appa, hm? Letakkan soju-soju itu di sini..." Chan Young mengangguk mengerti. Buru-buru ia meletakkan botol-botol sojunya di situ. Meski ia tak paham betul apa yang dimaksud ayahnya, ia tetap menuruti kata sang ayah.

Chan Young dan ayahnya pergi menuju klinik terdekat. Punggung keduanya tampak mengecil seiring dengan bertambah jauh jarak yang mereka tempuh. Sementara itu, dari balik dinding bar, enam pasang mata mengintai, menatap ayah dan anak yang tengah membopong tubuh Myeong Ju, kemudian menghilang dalam kegelapan.




(TBC...)












Note:
First update!
Prolog pendek ini semoga bisa bikin penasaran. Ditunggu komentarnya, Guys 💕

[2020] LET ME WIPE YOUR TEARS ☑️Where stories live. Discover now