42. Upah Dari Rania

140 14 13
                                    

Dengan tubuh setengah basah, Elang akhirnya berhasil mencapai pondok. Laki-laki itu tersenyum lebar saat menemukan gurat aneh yang Rania tampilkan. Haha, apakah membawa gitar adalah sesuatu yang patut dibingungkan seperti ini?

Lagi, Elang memainkan senar asal hingga Rania sadar dan cepat-cepat menutup mulut yang sempat terbuka. "Ini gitar punya siapa?" Akhirnya, pertanyaan itu muncul juga. "Kamu gak ambil punya orang, 'kan?"

"Sejak kapan orang ganteng kaya gue doyan mencuri, hah?" sungut Elang tak terima. Kemudian, Elang menyamankan cara duduknya dengan melipat kaki secara bersilangan. Seperti kebanyakan gitaris lainnya, Elang pun memeluk gitar yang diletakkan di pangkuan, lalu memposisikan jari tangan di depan senar.

"Lo cuma perlu diam, dengar, dan jangan banyak komen. Biar malam ini pacar lo melakukan tugasnya dengan baik."

Rania mengerutkan kening, spontan bertanya, "Tugas apa?"

"Ya nyenengin lo lah. Apa lagi?"

Rania tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya. Elang benar-benar lihai memetik senar gitar hingga menimbulkan irama. Tepat saat Elang mulai mengeluarkan suara untuk bernyanyi, rasa-rasanya Rania ingin berteriak saja. Semua ini bagaikan mimpi. Berjalan dengan semestinya tanpa harus ia kendalikan sama sekali. Di dalam pondok pinggir pantai, dengan tongkol jagung sebagai saksinya, Rania kini mendapatkan semua yang ia inginkan. Elang menjelma menjadi laki-laki romantis menurut definisi Rania.

Entah sejak kapan Elang belajar gitar, Rania tak tahu. Tapi yang jelas, Rania bisa melihat kegigihan dari caranya bermain. Walaupun suara Elang tak sebagus Fiki, tapi Rania sangat yakin bahwa Elang telah berusaha mati-matian hanya demi mempelajarinya.

Bersama deru ombak, Elang tetap mengalunkan lagu yang bahkan membuat Rania lupa bagaimana caranya bernapas. Sepertinya katanya, Rania hanya diam, mendengarkan tanpa banyak komentar. Walaupun diminta, Rania juga telah kehabisan kata-kata.


"Jadi gini rasanya orang dingin bersikap romantis? Jangankan gue, es di kutub pun pasti bakalan meleleh."

Lagu ditutup setelah petikan senar yang terakhir. Sebagai pemanis, Elang tersenyum seraya mendongakkan kepala. Karena semenjak tadi, tatapannya sama sekali tidak mengarah ke arah Rania.

"Sejak kapan, Lang?" Suara Rania bergetar di sela-sela hujan yang mulai reda. Hawa dingin yang menusuk, membuat Rania mengusap-usap telapak tangan hingga hangat, lalu menempelkan pada kedua sisi tubuhnya.

Yang ditanya tak lekas menjawab. Elang lebih dulu membuka jaket dan menyampirkan pada tubuh Rania. Usai memastikan bahwa dingin tak lagi mengusik gadisnya, barulah Elang menjawab, "Dua minggu yang lalu."

"Belajar sama Fiki?" Dan ia mendapat anggukan sebagai jawaban.

Ah, sekarang Rania paham kenapa akhir-akhir ini Elang dan Fiki sering kali menghabiskan waktu berdua. Ternyata 'sibuk' mereka bukanlah karena game atau semacamnya. Melainkan Fiki tengah mengajari Elang cara untuk bermain gitar.

Namun, jawaban Elang masihlah belum cukup untuk mengurangi rasa penasaran Rania. Dia kembali bertanya, "Tapi kenapa, Lang?"

"Lo gak suka?"

Mengetahui bahwa pertanyaannya sedikit menyinggung perasaan Elang dan bisa saja menimbulkan kesalahpahaman, Rania cepat-cepat menggeleng hingga kuncir rambutnya bergoyang. "Aku suka, Lang. Suka banget malah. Cuma ... aku heran aja. Karna setauku kamu itu gak suka kalau disuruh belajar main gitar. Kamu sendiri, 'kan, yang bilang gitu?"

EPIPHANYWhere stories live. Discover now