32. Romantis (?)

163 17 2
                                    

Gazebo kecil pada halaman belakang rumah tampak ramai karena dipenuhi oleh gelak tawa yang saling bersahutan. Bungkusan serta kulit kacang tampak sedikit berserakan. Keripik kentang serta tempe goreng juga belum sempat dihabiskan. Anehnya, kini keempat anak muda itu malah beralih pada pop mi yang Rania dan Kayla hidangkan dari dua menit yang lalu.

Suasana malam ini tampak meriah. Walau hanya berkumpul di rumah Elang dengan menyantap makanan sederhana. Baiknya, semua dari mereka terlihat menikmatinya. Diam-diam Elang bersyukur dalam hati. Ternyata idenya Kayla sama sekali tidak buruk. Selain menambah keakraban, dia, Fiki, dan Rania pun bisa sepenuhnya berbaikan.

Fiki mengusap keringat di sekitar dahinya. Lelah tertawa, ditambah dengan mi yang panas, membuatnya mau tak mau harus mengipasi wajah dengan tangan. Di sampingnya, Kayla masih tertawa kecil karena guyonan lucu yang baru saja Elang ceritakan. Kedua pasangan remaja itu duduk saling berhadapan. Hanya dipisahkan oleh meja kayu berbentuk persegi panjang.

"Btw, Ran," Kayla membuka obrolan setelah menelan habis mi yang barusan dikunyahnya, "gue gak nyangka kalau lo bisa seberani itu sama Raka. Raka, lho, ini. Dia itu cukup disegani di sekolah. Selain pernah menjadi ketua OSIS, dia juga sampe sekarang jadi kapten basket."

"Gue gak segan tuh. B aja," celetuk Elang acuh tak acuh. Saat ini laki-laki itu menarik bungkusan keripik kentang hingga mendekati dadanya. Mengambil satu-satu, lalu memasukkan ke dalam mulut hingga penuh.

"Ya wajar kali, Lang. Semua orang di sekolah juga tau kalau kalian musuhan," sahut Kayla agak kesal. Kemudian, manik yang ditamengi oleh dinding kaca itu kembali membidik ke arah Rania. Tersenyum tipis seraya mencondongkan kepalanya ke arah Rania. "Gimana reaksi Raka pas lo nampar dia? Kaget? Marah? Atau syok?"

Rania tampak berpikir selama tiga detik. Dan pada detik berikutnya, gadis itu memilih menjawabnya dengan menaikkan kedua bahu secara bersamaan. "Entahlah, Kay. Gue juga gak terlalu merhatiin tadi. Mungkin ... kaget," jawab Rania yang seketika memancing Kayla untuk bertepuk tangan ria. Aneh, Rania yang berhadapan dengan Raka, tapi Kayla yang tampak bahagia.

"Tapi lo bener-bener berani. Gue salut. Orang kaya Raka emang harus digituin, sih. Biar jera. Iya gak, Kay?" Fiki menoleh ke samping. Begitu mendapati Kayla mengangguk semangat, ia pun tersenyum lebar sambil mengacak-ngacak rambut pacarnya sejenak.

"Pendapat lo gimana, Lang?"

Merasa terpanggil, Elang yang tadi sibuk mengunyah keripik itu pun mengangkat kepala. "Seneng," jawab Elang singkat.

"Iyakah? Tapi mukanya kenapa datar-datar aja kaya badan Rania?" Mendengar itu, sontak Rania melotot. Ia mencubit lengan Kayla, memberinya tatapan tajam. Tapi sialnya Rania melupakan bahwa Kayla bukanlah gadis penakut. Si kacamata yang memakai baju kuning bergambar kartun spongebob itu malah tertawa lebar. Sedangkan Fiki dan Elang, memilih untuk mengembuskan napas pelan ketika melihatnya.

Di atas sana, bulan terlihat indah dengan bentuk bulat sempurna. Beberapa bintang tampak bertebaran. Elang pamit sebentar. Katanya mau ke kamar mandi. Sepeninggal laki-laki cuek itu, Fiki berinisiatif untuk memainkan gitar miliknya. Fiko namanya. Dia menyanyikan sebuah lagu yang sejatinya memang ditujukan untuk Kayla. Yakinlah Aku Menjemputmu yang dipopulerkan oleh Kangen Band, mengalun indah dari bibir Fiki. Kata per kata yang ia nyanyikan, tampak terlihat begitu sungguhan. Manik Fiki tak mau lepas dari Kayla yang tak dapat lagi menahan senyumnya sejak tadi. Sialnya, bukan hanya Kayla yang bahagia, tapi Rania juga. Gadis itu bahkan sempat berandai-andai bahwa dirinyalah yang saat ini tengah dinyanyikan. Bukan oleh Fiki, tapi Elang.

Hingga di tengah-tengah acara romantis itu, lengan Rania mendadak ditarik oleh seseorang. Rania kontan menoleh dan mendapati Elang yang mengajaknya untuk pergi dari gazebo. Tanpa sempat pamitan, Rania pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti Elang. Dia sempat menoleh, tapi sialnya Fiki dan Kayla sama sekali tidak terlihat terganggu akan kepergiannya dari sana.

Masih merasa kesal hingga akhirnya Elang melepaskan tangan Rania tak jauh dari gazebo. Halaman belakang rumah Elang memang luas, dan saat ini keduanya tengah berada di tengah-tengahnya. Sedikit jauh dari Fiki dan Kayla.

Kening Rania berkerut bingung sewaktu melihat Elang langsung menjatuhkan badan pada hamparan rumput. Laki-laki itu juga tampak menggunakan kedua tangan sebagai bantal. "Kenapa berdiri aja? Gak mau tiduran?" tanya Elang begitu menyadari bahwa gadisnya masih mematung pada tempat terakhir ia melepaskan tangannya.

Rania menggeleng pelan seiring dengan menjatuhkan bokong pada tempat kosong di sebelah Elang. "Enggak. Takut rambut kena tanah nanti."

Elang mencibir dalam hati. Sok bersih, begitu katanya. Tapi Elang bersyukur karena Rania masih mau duduk bersamanya. Tak bersikeras dengan dalih ingin menonton Fiki bernyanyi. Bukan apa, hanya saja Elang sedikit kasihan kepada Rania. Waktu dilihat, pacarnya itu tampak seperti obat nyamuknya mereka.

"Kita ngapain di sini, Lang? Enakan di gazebo. Nonton Fiki nyanyi."

Ah, sepertinya Elang hendak menarik kalimatnya barusan. Percuma dia mengasihani Rania kalau begini juga ujungnya. "Maksud lo nonton mereka pacaran, huh?" tukas Elang balik menatap Rania yang tersenyum lebar, "enakan di sinilah," lanjutnya tak santai.

"Sama aja, sih, padahal. Di sini kita juga nontoin bulan sama bintang pacaran, 'kan?"

"Salah. Yang bener bulan dan bintang yang bakalan nontoin kita."

Mendengar jawaban Elang, Rania hanya bisa menggeleng kepalanya dengan pasrah. "Lang, kamu gak ada niatan buat belajar main gitar gitu?" Angin bertiup pelan, tapi tetap saja membuat Rania kedinginan. Padahal kemeja yang ia kenakan bukanlah kain berbahan tipis. Dia semakin menarik lutut hingga mengenai dada, memeluknya seerat yang dia bisa.

"Ngapain?"

"Ya buat suka-suka aja."

"Gak, ah. Gak suka."

Rania tersenyum kecut. Jawaban Elang yang terlalu jujur itu sedikit membuatnya merasa kecewa. Padahal jika Elang mau, Rania akan dapat memastikan bahwa dialah orang pertama yang akan mendukung niat Elang. Rania sangat menyukai laki-laki yang jago bermain gitar. Romantis menurutnya. Namun, jika Elang telah mengatakan tidak, maka mustahil untuk Rania memaksanya.

"Kenapa? Lo suka kalau gue bisa main gitar?" Spontan saja Rania menganggukkan kepalanya. Bahkan tanpa sadar senyum kecut yang tadi telah menghilang. Digantikan dengan guratan penuh kebahagiaan.

"Suka banget. Romantis soalnya," ujar Rania sekilas menoleh ke arah Elang.

Namun siapa sangka jika jawaban yang Rania beri malah menuntun Elang untuk menegakkan tubuhnya. Seolah menyadari satu hal, Elang pun menciptakan gelombang-gelombang kecil pada dahinya. Tanpa Rania sadari, kedua mata Elang telah berubah tajam. "Jadi maksud lo selama ini gue gak romantis? Gitu?"

* * *

EPIPHANYWhere stories live. Discover now