PART 54 ~Sedih dan Bahagia~

Mulai dari awal
                                    

"Bismillah."

Kubuka amplop itu perlahan. Sebuah kertas kudapati di dalamnya. Tulisan tangan mas Fadlan berjejer rapi. Perkiraanku ternyata tidak benar. Surat ini bukan surat perpisahan, justru surat yang memintaku untuk bertemu lagi dengannya.

Assalamualaikum Najwa

Aku tidak akan menulis banyak hal dalam surat ini. Aku hanya ingin memintamu untuk datang ke taman Cattleya lusa. Jam sepuluh pagi. Ada hal yang ingin aku katakan. Hal yang sangat penting. Aku tidak akan memaksamu. Jika Faiz tidak memberimu izin, maka jangan datang. Aku hanya ingin meluruskan semua masalah kita yang mungkin tak dapat kitaluruskan hari ini. Masalah Alan dan Aika. Masalah Fadlan dan Najwa.

Tanganku refleks menutup mulut. Aku tidak percaya ia akan meminta kami bertemu lagi setelah kejadian tadi. Apa yang sebenarnya mas Fadlan pikirkan? Namun surat itu membuat hatiku tenang. Mas Fadlan ternyata tidak menghilang lagi. Dia tidak pergi dari masalah kami. Pertemuan kami kali ini kuharap akan memperbaiki semuanya. Memperbaiki hubunganku dengan laki-laki itu.

_ _ _

Suasana pagi ini terasa berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Sesuai dengan isi dari surat mas Fadlan tempo hari, pagi ini aku akan bertemu dengannya. Surat yang mas Fadlan tulis juga sudah kuberikan kepada mas Faiz. Dia mengizinkanku pergi. Namun tetap saja aku merasa tidak enak. Aku sudah bertemu dengan mantan suamiku satu kali dan sekarang aku akan menemuinya lagi. Sebagai calon suamiku, mas Faiz terlalu baik. Oleh karena itulah aku juga turut mengajak Zahra. Setidaknya kehadiran sahabatku itu membuat situasi lebih baik. Lagipula pertemuanku dan mas Fadlan hanya sebatas untuk membahas meluruskan kisah kami. Tidak lebih dari itu.

"Aku nggak nyangka lho kamu mau ketemu sama laki-laki itu lagi," ucap Zahra. Kami sekarang tengah berada di dalam mobil. Zahra memang tidak menyukai mas Fadlan semenjak laki-laki itu menghilang secara tiba-tiba.

"Kita ketemu untuk meluruskan masalah kami Ra, bukan karena hal lain."
Zahra meraih tanganku yang masih diperban. Aku meringis sakit kala tangannya menyentuh tanganku yang terluka.

"Tangan kamu bahkan terluka karena pertemuan kalian yang sebelumnya. Entah apa yang akan terjadi setelah kalian bertemu kali ini."

Aku menarik tanganku. Apa yang Zahra katakana tentu tidak benar. Luka ditanganku ada karena perbuatanku sendiri. Tidak ada hubungannya dengan mas Fadlan.

"Mas Fadlan nggak melakukan apapun kok Ra. Aku luka juga karena salahku sendiri. Bukan salah mas Fadan," jelasku.

Zahra memutar bola matanya. "Aku emang nggak habis fikir sama jalan pikiran kamu Naj. Fadlan udah sering banget nyakitin kamu tapi kamu justru bersikap seolah kamu baik-baik aja."

Aku memilih diam dan tak menanggapi perkataan Zahra. Semuanya akan semakin runyam jika aku membalasnya dengan pernyataan yang lain. Aku menghela nafas lega ketika akhirnya kami sampai di taman Cattleya. Akupun lantas turun. Begitupula dengan Zahra.

"Dia minta ketemu dimana?" Zahra bertanya.

Aku menggeleng. Mas Fadlan hanya memintaku untuk datang ke taman ini. Ia tidak menyertakan pula dimana tepatnya kami akan bertemu.

"Terus sekarang kita harus nyari dia gitu?" Zahra mulai kesal. Aku juga tidak tahu harus bagaimana. Namun saat aku melihat sosok yang tengah duduk dibawah pohon yang tak jauh dari tempatku sekarang, aku menarik nafas lega. Itu mas Fadlan.

"Dia ada disana." Aku menunjuk ke arah laki-laki yang berada di ujung sana.

"Jangan lama-lama. Jangan sampai terluka lagi. Awas aja kalo si Fadlan itu nyakitin kamu. Kutabok lah dia pake jurus andalan Zahra ini." Zahra menatap mas Fadlan dari kejauhan dengan sinis. Aku hanya terkekeh melihatnya seperti itu.

Mahram Untuk Najwa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang