Part 38 ~Saatnya Untuk Pergi~

93K 6K 300
                                    

"Disetiap tarikan nafasku, wajahmu akan tergambar disana. Aku akan merindukanmu mas. Selalu merindukanmu."

_Malaika Farida Najwa_

_ _ _

Jalanan ibu kota hari ini sangat ramai. Kendaraan hilir mudik melewati ruas jalan yang seolah hilang ditelan kemacetan. Rambu-rambu lalu lintas banyak dihiraukan. Para pengendara berusaha menembus kemacetan itu dengan melanggar peraturan yang ada. Beberapa diantaranya bahkan sangat berani menyelip diantara truk-truk besar. Seolah nyawa mereka bukan hal yang penting lagi.

Wanita bercadar yang tengah berjalan di trotoar itu terus menutup hidungnya. Bau asap kendaraan terlalu menyengat hidung. Ditambah dengan kebisingan suara mesinnya yang menusuk telinga. Sungguh suasana yang menyebalkan.

Brakk

Suara hantaman keras terdengar. Wanita bercadar itu berhenti. Sebuah motor baru saja menabrak truk pengangkut semen dari belakang. Tiga orang tersungkur ke tanah. Seorang laki-laki, seorang perempuan dan seorang anak jatuh hingga terjerembab ke bawah truk. Darah mengucur dari wajah, kaki dan tangannya. Kemacetan semakin kacau. Setiap orang berusaha untuk mencaritahu apa yang tengah terjadi. Mereka sibuk mengerumuni lokasi kecelakaan. Padahal nyawa tiga orang sedang dipertaruhkan.

"Panggil ambulans dan polisi secepatnya!" Seorang wanita berteriak dengan lantang. Ia mengeluarkan alat-alat kedokteran dari dalam tasnya. Dengan cekatan wanita itu membantu satu persatu korban yang kondisinya sangat buruk.

Najwa yang masih melihat dari kejauhan lantas berlari dengan cepat menuju keramaian di tengah jalan itu. Ia berusaha menerobos masuk. Najwa meletakkan tasnya di jalan. Ia lantas membantu wanita yang tengah sibuk membantu korban kecelakaan.

"Apa anda seorang dokter?" Wanita itu bertanya kepada Najwa.

Najwa menggeleng. "Bukan. Saya bukan dokter."

"Bisa tolong pegang ini sebentar."

Wanita itu meminta Najwa untuk menekan luka yang terus mengucurkan darah. Najwa mengangguk. Ia lantas mengambil alih untuk menekan luka itu.

Beberapa menit kemudian polisi dan ambulans akhirnya datang. Pertolongan dilakukan secepatnya oleh para dokter. Najwa menarik nafas lega. Kejadian dramatis itu akhirnya selesai.

"Terima kasih sudah membantuku," ucap wanita itu. Najwa mengulas senyum.

"Sudah kewajiban kita sebagai sesama manusia dan makhluk Allah untuk saling membantu."

Wanita yang juga berhijab itu menampilkan senyum manisnya. Tangannya penuh darah dan pakaiannya sudah berwarna merah. Namun guratan kebahagiaan terlihat jelas dari wajahnya. Seolah ia baru saja memenangkan sebuah perlombaan.

"Perkenalkan. Saya Jihan. Raida Jihan Hafizhah." Wanita bernama Jihan itu memperkenalkan diri. Ia mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Najwa. Najwa tersenyum. Ia balas menyalami wanita cantik itu.

"Saya Najwa. Malaika Farida Najwa."

_ _ _

Wanita itu masih tetap sama. Cantik dan berkharisma. Senyumnya terlihat manis ketika kami pertama kali bertemu setelah sekian lama ia menghilang. Jihan datang. Dia datang disaat kisahku mulai berada pada tahap kerumitan. Kedatangannya sama saja dengan mengobarkan bendera menyerah. Jika Jihan sudah kembali maka aku harus melangkah mundur. Itu artinya kisahku dan mas Fadlan sudah berada diujung tanduk. Kami akan segera berpisah.

Mahram Untuk Najwa (END)Where stories live. Discover now