PART 50 ~Tentang Fadlan~

100K 5.6K 444
                                    

"Ini adalah saatnya untukku melupakanmu"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini adalah saatnya untukku melupakanmu"

_Malaika Farida Najwa_

_ _ _

Waktu terasa berjalan sangat lambat. Aku seolah bisa mendengar suara detik demi detik yang bergerak di jam tanganku. Orang-orang yang berlalu lalang nampak seperti slow motion. Semuanya berubah dalam waktu yang singkat. Kedatangan mas Fadlan seperti menarik suasana di sekitarku. Aku merasa tidak nyaman dengan ini semua. Apalagi ketika melihat tatapan yang tak bisa kutebak dari mas Fadlan. Ribuan pertanyaan menyerbu kepalaku.

Aku melirik sebentar ke arah berhijab syar'i yang juga tengah hamil besar di belakang mas Fadlan. Siapa dia? Kenapa dia bisa datang bersama mas Fadlan? Apa hubungan mereka? Semua pertanyaan itu menggerogoti otakku. Hatiku dibuat jatuh ketika kemungkinan-kemungkinan mulai muncul. Apa wanita itu orang spesial untuk mas Fadlan?

"Kamu nggak papah Naj?"

Aku baru sadar. Mas Faiz masih menahan tubuhku. Aku dengan cepat menjauhkan diri.Istighfar kugaungkan dalam hati. Aku salah. Seharusnya kami tidak boleh sedekat itu. Keterkejutanku dengan sosok di depan sana membuatku lupa dengan apapun.

"Maaf." Mas Faiz meminta maaf. Aku merasa bersalah kepadanya. Mas Faiz mungkin hanya mengikuti naluri refleks dalam dirinya. Aku hampir terjatuh dan dia hanya ingin menolongku. Seharusnya aku bisa mengerti.

"U-umi." Suara Azam kembali terdengar. Dia memanggilku. Aku tidak berani untuk melangkah maju. Aku takut tidak mampu melanjutkan langkah setelah mencapai pertengahan jalan. Aku takut tumbang di depannya. Di depan mas Fadlan.

Jantungku seperti dipompa sangat kuat ketika mas Fadlan kini melangkah mendekat. Aku menunduk. Tatapan matanya benar-benar menohokku. Kenapa dia harus kembali sekarang? Setelah sekian lama aku mencari dan menunggunya, dia justru datang disaat yang tidak tepat. Mas Faiz ada disini. Aku juga tidak berani untuk menoleh ke arahnya. Dia pasti tidak nyaman dengan kehadiran mas Fadlan.

"Anakmu."

Aku merasa ada sesuatu yang aneh menjalar dari kepala hingga ujung kakiku. Untuk pertama kalinya aku mendengar suaranya setelah dua tahun kami tidak bersua. Suara yang kurindukan.

Astaghfirullahaladzim

Puluhan kali istighfar kuucapkan dalam hati. Aku tidak seharusnya bersikap seperti ini. Bagaimanapun juga, aku dan mas Fadlan sekarang bukan siapa-siapa. Kami tidak memiliki hubungan yang membuatku berhak untuk mendengar suaranya. Aku telah berdosa. Aku tahu itu. Tapi aku tidak bisa berhenti untuk merindukannya.

"Biar saya saja," ucap mas Faiz.

"Saya meminta uminya, bukan abinya"
Hatiku mencelos ketika dia mengatakan hal itu. Apa mas Fadlan tidak sadar jika seseorang yang tengah ia gendong adalah anaknya sendiri? Apakah naluri seorang ayah dalam dirinya tidak ia rasakan untuk Azam?

Mahram Untuk Najwa (END)Where stories live. Discover now