"Aku sudah selesai, Re. Kita kembali ke rumah sakit sekarang" ucap Karen memecah lamunan Regan.

"Baiklah, kita pergi sekarang" ucap Regan lalu menuju kasir untuk membayar makanannya. Regan menarik pelan tangan Karen untuk keluar dari restauran. Karen hanya mengikuti langkah Regan tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.

Regan membukakan pintu mobil untuk Karen dan mengemudikan Fortuner putih miliknya. Tak ada pembicaraan di antara keduanya. Karen memandang keluar jendela menikmati gemerlap lampu di pinggir jalan. Sementara Regan sibuk dengan pikirannya sendiri.

Tak terasa mereka berdua sampai di rumah sakit. Masih dengan keheningan yang sama dua insan manusia itu berjalan memasuki koridor rumah sakit. Sesampainya di depan ruang ICU, mereka melihat orang tua Regan sedang duduk di kursi tunggu bersama dengan Aleya.

Karen tersenyum tipis menyalami dua orang paruh baya tersebut diikuti oleh Regan.

"Mama kapan kesini?" tanya Regan.

"Kami baru saja sampai, kalian darimana? Tadi setelah sopir mengatakan jika cucu mama dirawat, mama langsung mengajak papa yang baru saja pulang dari kantor untuk kesini. Karena di rumah tak ada siapapun jadi juga mengajak Aleya sekalian"

"Kami baru saja makan malam, Ma. Kalian seharusnya tidak perlu kesini malam-malam begini. Kasihan papa, beliau pasti lelah karena baru saja pulang dari kantor"

"Tak apa Karen, aku baik-baik saja. Kau pikir kami akan berdiam diri mendengar cucu kami dirawat di rumah sakit?" sela papa Regan.

Karen tersenyum tipis lalu menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih...." ucapnya.

"Hey, kau tak perlu mengucapkannya. Kami akan melakukan apapun demi cucu kami" jawab mama Regan lalu menarik Karen ke dalam pelukannya. Wanita yang sangat rapuh. Karen membalas pelukan mama Regan disusul dengan isak tangis yang keluar dari mulutnya.

"Sssttt.., tenanglah nak. Semua akan baik-baik saja" ucap mama Regan seraya mengusap lembut punggung Karen.

"Tante, Danish masih tidur?? Ale sangat merindukannya. Ale ingin bermain bersama dengan Danish. Kapan Danish bangun?" suara Ale membuat Karen melepaskan pelukan mama Regan dan berlutut di hadapan Aleya mensejajarkan tingginya.

"Leya bantu do'a ya supaya Danish cepat bangun" jawab Karen mengusap lembut puncak kepala Aleya. Aleya tersenyum lalu mencium pipi Karen.

"Tante jangan menangis. Tante mau permen? Nenek selalu memberikannya pada Ale jika Ale menangis" Karen menggelengkan kepalanya seraya menahan air matanya untuk tidak jatuh.

Tak lama berselang sokter Chintya menghampiri mereka.
"Maaf mengganggu kalian, aku ingin menyampaikan sesuatu tentang hasil tes yang dilakukan Tuan Regaan beberapa waktu lalu" ucapnya.

Karen segera berdiri.
"Bagaimana dok? Apa Danish bisa segera dioperasi?"

Dokter Chintya menggelangkan kepalanya. Ada raut sesih dan bersalah di wajahnya. Karen mengusap kasar wajahnya. Allah ujian apalagi ini?

"Hasil tes menunjukkan jika Tuan Regan tak dapat mendonorkan sumsum tulang belakangnya. Banyak kasus yang seperti ini"

"Tapi Regan ayah kandung Danish, Dok. Ini tidak mungkin"

"Semua mungkin Karen, walaupun Tuan Regan adalah orang tua kandung Danish tak menutup kemungkinan"

"Lalu apa yang harus saya lakukan, Dok? Saya ataupun Regan tak dapat menjadi donor untuk Danish" ucap Karen yang sudah berlinang air mata.

"Apa Danish memiliki saudara kandung?"

Semua orang menatap ke arah Dokter Chintya. Saudara? Danish tak memilikinya. Ia anak tunggal.
"Saudara kandung? Apa maksud dokter sebenarnya?" tanya Regan bingung.

Jodoh Dari Sahabatku (E N D) ✅Where stories live. Discover now